Saturday, February 28, 2009

Internet dan Kehidupan

OCTHO- Saya mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang telah tergila-gila dengan internet. Selain disekolah Separuh waktu saya dalam kehidupan sehari-hari saya habiskan di depan internet. Bagi saya internet adlah guru, teman, ilmu, serta sahabat karib.

Kebiasan saya yang sering kali main internet melulu, membuat saya kadang-kadang sakit. Kena mag, itu dah beberapa kali saya alami karena sering terlambat makan. Saat main internet, jam maka siang adalah jam 6 sore. Dan jam makan malam adalah jam 10 Malam. Itu kalau jam sekolah, tetapi kalau nggak sekolah bisa daftar makan siang, malam dan pagi terhapus dari pikiran saya.

Saat saya kelas 1 SMA, saya pernah di tugasi membantu salah satu kerja yang warnet di tempat saya adakan, dimana membantu mereka membuat website, serta pengoperasiaannya. Alhasi, saya bisa membantu mereka. Sehingga tidak segan-segan, mereka memberikan kemudahan untuk saya mengakses internet secara gratis selama 4 bulan.

Kejadiaan ini tidak akan pernah terlupakan, saking asyiknya bermain internet. Pernah 48 jam (2 hari) dalam ruangan warnet. Makan, mandi, bercanda ama teman, bahkan ketemu orang tuapun tidak. Sehabis pulang dari warnet, sempat kekurangan darah dan badan saya pucat sekali. Tapi bersyukur tidak sampai sakit.

Saya lebih senang tidak pergi kesekolah, dengan bermain internet secara sepuas-puasnya dirumah. Saya lebih senang bertemau guru-guru saya di Internt, daripada bertemu dengan para guru di sekolah. Saya lebih senang, bercanda dan tawa bersama teman-teman saya di Internet, dari pada dengan mereka yang ada di tempat ku.

Bagi saya, internet adalah sebuah kehidupan yang sangat menjanjikan. Kehidupan untuk mengubah masa depan. Kehidupan untuk memperbaharui masa depan. Internet mengajari saya banyak hal, tentang kesabaran, pengetahuan, bahkan sampai pada arti kehidupan.

Saya dan internet selalu bekerja sama untuk membuat saya. Internet bukanlah manusia yang bisa mencari saya dengan berbagai ilmunya, tetapi saya-lah yang harus berusaha untuk mencari internet agar saya di mampukan dengan berbagai khazana pengetahuaannya.

Jenuh, dan Capek

Meninggal beberapa kesan di atas, saya coba menguraikan dengan keadan waktu saat ini. Terakhir saya bisa asyik, sepuasnya mengakses internet dirumah pada Senin (18/02) lalu. Jujur, saya sangat kesal dan kesal dengan waktu ini.

Sejak senin saat itu hingga Sabtu (27/02) saat berita ini di muat. Saya sudah tidak bisa mengakses internet lagi.Saya tidak tahu, apa girangan dengan Wifi di tempatku.

Kalau salah dan dosakau yang tidak pernah menghargai berkat, itu tidak bisa di jadikan alasan paten. Dan sayapun tidak memprediksi, apa gerangan semua ini, tentulah tidak bisa, karena saya bukan seorang ahli jaringan.

Internet selalu menjawab segala yang saya butuhkan. Internet juga selalu membuat saya mengenal dunia luar. Tapi semua kenangan itu setidaknya akan di lupakan. Karena sampai kapan internet di tempat-ku bisa konek kembali. Saya-pun benci dengan “kecelakaan” ini. Karena akan tetap menjadikan saya orang yang tidak kreatif.

Bagi saya, 1 hari tidak akses internet internet adalah kesalahan fatal dalam kehidupan saya. Dimana internet telah menjamur dalam kehidupanku. Internet telah membuat saya jatuh cinta padannya. Bahkan dalam kehidupan saya, antara wanita dan internet saya lebih memilih bersahabat penuh dengan internet dan menhabiskan banyak waktu untuknya.

Saya tidak tau, apakah di dunia ini ada orang yang berprinsip sama denganku. Dimana mencintai internet dengan arti mencintai ilmu pengetahuaan yang ada padanya. Mencintai internet, dengan mencintai kemudahaannya memberkan segala inromasi pada kita.

Saya pernah di berikan sebuah perntanyaan oleh salah seorang teman, karena dia melihat saya sangat “gila” dengan internet. “kawana, saya mau Tanya. Seandainya kalau suatu saat nanti, koe pergi liburan ke kampong halaman (sugapa) nanti bagaimana dengan akses internetnya. Apalagi kalau sampai libur berbulan-bulan. Ko betah kah tidak eee??”

Bagi saya itu sebuah tantangan hidup yang harus di lewati. Dan bencana seperti ini, juga adalah kehidupan. Kalau memang, keadaan di kampong halaman saya tidak menjanjikan seperti itu, apa boleh buat. Mensyukuri dengan semua yang Tuhan jadikan dalam kehidupan itu lebih penting, dari pada memberontak kepada Tuhan agar kehidupan ini serba instant.




headerr

Baca Selengkapnya......

Thursday, February 26, 2009

Zeth Giay : Penahanan Bucthar Cs, Terpasungnya Hukum Indonesia

OCTHO- Bucthar tabuni Cs di tahan dengan dasar hukum yang tidak jelas. Mereka para pekerja Hak-hak dasar orang asli Papua yang bekerja untuk mencari keadilan yang selama ini hilang dari bumi Papua, di anggap pengacau keamanan. Aneh tapi nyata, keadaan ini yang sedang terjadi di bumi Papua.

Kami ingin menanyakan, sebenarnya sebuh hukum dibentuk untuk ditaati ataukah untuk di langgar. Karena sampai saat ini, pembuat hukum sendiri masih sering "memperkosanya". Beberapa hal itu telah terbukti, dengan penangkapan tanpa prosedur bucthar Tabuni dan kawan-kawannya yang saat ini sedang mendekam di LP Abepura-Jayapura.

Hal ini di ungkapkan Zeth Giay, Tokoh Pemuda Papua di Kabupaten Nabire, dalam Jumpa Pers yang di adakan Koalisis Hak-Hak Sipil Rakyat Papua Barat Kabupaten Nabire di seputaran Pantai MAF, Rabu (25/02) lalu.

Lebih jauh Giay menambahkan, bahwa selama ini hukum di Indonesia tidak pernah memihak ke orang kecil. Padahal hal ini telah jelas tertera dalam peraturan hukum yang mereka buat. “dalam UUD 1945 Pasal 28, dan lebih di perjelas dalam UU No. 9 Tahun 1998 bahwa setiap warga Negara berhak menyampaikan pendapat di muka umum, karena semua manusia mempunya hak dan derajat yang sama.

Pergenapan dari UU ini bucthar Tabuni dan kawan-kawannya telah bersedia bersuara agar adannya jalan keluar yang di berikan oleh bangsa Indonesia kepada rakyat Papua yang telah nyata-nyata di lecehkan sejarahnya. Kok, mereka di sebut sebagai pengacau. Seharusnya mereka di anggap sebagai pencari keadilan,” pungkasnya.

Selain itu, Giya juga menyinggungung hukum Internasional yang ada saat ini. “saya rasa Negara Indonesia adalah Negara yang kanak-kanak atau sangat belia. Dimana tidak memahami hukum Internasional yang ada. Jadi sebaiknya, bangsa ini memahami dulu hukum yang di dunia, baru memahami hukum yang ada di Indonesia. Supaya adanya kerja sama yang saling menguntungkan, tidak ada yang di rugikan.

Masalah Papua adalah masalah Internasional, bukan masalah nasional. Jadi kalau mau selesaikan masalah Papua, sebaiknya selesaikan libatkan dunia Internasional. Jangan dengan dalih keamanan Negara, mengamankan para pejuang hak-hak dasar orang asli Papua yang selalu berjuang untuk keadilan,” imbuhnya.

Jadi sekali lagi, atas nama Tokoh Pemuda Papua, saya mendesak Polda Papua untuk membebaskan teman-teman kami yang saat ini sedang mendekam di tahanan. Sekali lagi, kami mau katakana, kalau mereka bukanlah pengacau, separtis, dan cap lainnya yang bangsa Indonesia selalu berikan. (oktovianus pogau)






headerr

Baca Selengkapnya......

Leksi Degei : Hargai Hukum, Bebaskan Bucthar Cs


OCTHO
Demi penegakan hukum, Buchtar Tabuni, Sabby Sambom serta beberapa rekan lainya di tangkap oleh Polda Papua dengan penuduhan tindakan makar. Kami bingung, hokum mana yang Indonesia mereka pakai untuk menjerat teman-teman kami yang selalu membela hak-hak dasar orang asli Papua.

Mereka bukanlah perampok perampas Ekonomi rakyat Papua, seperti para penjilat yang selalum menjilat kekayan orang asli Papua. Mereka juga bukan pembunuh, yang selalu membunuh dan membinsakan orang Papua dari tanah Papua, mereka juga bukan pencuri yang selalu mengabil uang rakyat. Kok mereka di tahan, yang lebih membingungkan mereka di tahan dengan prosedur yang tidak jelas. Inikan aneh.

Hal ini di ungkapkan Leksi Degei, Perwakilan Mahasiswa Papua se-Jawa Bali, dalam Jumpa Pers yang di adakan Koalisis Hak-Hak Sipil Rakyat Papua Barat Kabupaten Nabire di seputaran Pantai MAF, Rabu (26/02) lalu.

Lebih lanjut leksi menambahkan, bahwa hokum di Indonesia tidak pernah adil dan berimbang. “bukan gosip lagi kalau hokum di negeri ini bisa di beli dengan uang. Sehingga bagi penegak hukum, sebuah kasus adalah bisnis. Sehingga bagi mereka yang punya uang, selalu di bebaskan tanpa syarat, tetapi untuk orang Papua selalu di jerat dengan berbagai pasal yang kalau di kaji sanga tidak masuk akal,” pungkasnya.

Kami juga bingung, sebenarnya kesalahan apa yang buchtar dan Sabby buat. Kalau Polda Papua mengatakan terkait tindakan makar yang mereka lakukan saat Internasional Parlement For West Papua (IPWP) 15 hingga 17 Oktober lalu, seharusnya Polda bertindak secara professional dengan menangkap Tuan Benny Wenda dan Andrew Smitih di Inggris. Karena posisi buctar dan sabby hanyalah perpanjangan tangan, bukan penggagas seperti Tuan Benny.

Kemudian terkait penyelenggaran IPWP yang beberapa saat lalu di lakukan di Inggris, disusul dengan support yang rakyat Papua berikan. Itu adalah sebuah hal yang wajar, karena kita telah ada di jurang sejarah yang salah. Dimana PEPERA yang di laksakan pada 47 Tahun lalu, adalah pembunuhan segala hak-hak dasar orang Papua untuk berdiri sendiri sebagai Negara merdeka.

Jadi sekali lagi, saya atas nama Pelajar dan Mahasiswa Papua yang sedang menempuh pendidikan di Jawa Bali, mendesak Polda Papua untuk menghargai hukum yang telah dibuat. Tolong bebaskan Bucthar Tabuni, Sabby Sambom, Selvius Bobii dan beberapa Tapol/Napol yang masih di tahan sampai saat ini.

Kemudian yang lebih membingungkan lagi, adanya isu yang berkembang pesat bahwa beberapa Tapol/Napol yang di tahan LP Abepura, akan di pindahkan ke LP Cipinang, Jawa Barat. “orang Papua selalu di binasakan dengan dalih penegakan hukum, padahal semua kita tahu kalau hukum di Negara ini tidak berfungsi baik. Kami tidak setuju dengan rencana ini. Karena Tempat Kejadian Perkara (TKP) mereka bukan di Jawa sana, tapi terjadi di Papua.

Kami orang Papua tetap ingin mengontrol mereka, karena mereka adalah pahlawan dan pejuang orang Papua. Jadi sekali lagi kami katakana, kami sangat tidak setuju dengan pemindahan beberapa Tapol/Napol ke LP manapun di luar Papua. Tolong hargai, hak-hak dasar orang Asli Papua, karena orang Papua juga ciptaan Tuhan yang paling mulia,” tambahnya.

Selain itu leksi juga mengkritisi kinerja Majelis Rakyat Papua (MRP) yang kalang kabut. “MRP sebuah lembaga yang di bentuk untuk memperjuangkan hak-hak dasar orang Papua dorang kerja apakah. Saat orang Papua di timpah bencana yang orang Papua tidak pernah harapkan, MRP yang harus bekerja untuk menanggulanginya, bukan duduk lipata tangan manis.

Seharusnya, MRP juga memperjuangkan dan mendesak DPRP untuk pembuatan Perdasi dan Perdasus untuk perlindungan hak-hak dasar orang asli Papua. Tapi MRP buta dengan hal ini, kami bingung mereka di bentuk apa,” terangnya mantap. (oktovianus pogau)





headerr

Baca Selengkapnya......

Ellya Tebay : Demokrasi di Papua Bermoncong Senjata

OCTHO- Indonesia adalah Negara demokrasi yang sangat menjunjung tinggi hak menyampaikan pendapat, tetapi teori itu untuk Papua tidak pernah di relevankan, bukannya tidak bisa di relevankan, tetapi mereka (Militer) selalu mencari keuntungan dengan tidak merelevankan hal itu.

Penyampaian pendapat di Papua, tanah yang kaya raya ini selalu di jaga dengan segala macam cara. Pembunuhan, intimidasi, terror, bahkan sampai pemusnahan adalah jalan keluar untuk membunuh semangat demokrasi itu. Bangsa yang besar, adalah bangsa yang menghargai sebuah demokrasi rakyatnya. Maka ini menjadi pertanyaan untuk kita, bangsa ini (red, Indonesia) besar atau sebuah bangsa yang kecil.

Hal ini di ungkapkan Ellya Alexander Tebay, Seorang Aktivis Kemanusiaan untuk Papua, dalam Jumpa Pers yang di adakan Koalisis Hak-Hak Sipil Rakyat Papua Barat Kabupaten Nabire di seputaran Pantai MAF, Rabu (25/02) lalu.

Senjata dan kekerasan adalah jawaban untuk menyelesaikan masalah Papua Barat. Selama ini omong kosong kalau selalu menyelesaikan masalah Papua dengan pendekatan persuasive. Kalau-pun ada, itu hanya karena mereka tidak ingin kebobrokannya di ketahui oleh bangsa lain di Negara luar.

Terkait penangkapan Bucthar Tabuni dan Saby Sambom, itu bukan merupakan perlawanan mereka terhadap aparat keamanan. Itu hanyalah ekspresi mereka, dalam mendukung penyelenggaraan Internasional For West Papua (IPWP) di London-Inggris. Dan saya rasa, itu hanya sebuah alasan belaka yang mereka (militer) pakai untuk menjerat dan tetap membunuh orang Papua. Yang ujung-ujungnya membunuh semangat nasionalisme orang Papua untuk menuntut merdeka,” pungkas Tebay.

Kemudian lebih jauh lagi, tebay Menambahkan bahwa itu hanya sebuah alasan atau reteorika yang di gunakan aparat kepolisian untuk tetap menjajah dan membelenggu orang Papua. Karena sampai kapan-pun yang namanya hukum tidak pernah berpihak kepada orang Papua. Keadilan untuk tidak pernah memihak kepada orang Papua. Hukum bisa di beli kok, bagaimana mau memihak kepada orang Papua.

Selain itu, kalau mau berbicara jauh tentang hukum, bagaimana dengan kasus meninggalnya Opius Tabuni, saat hari pribumi Internasional di Wamena beberapa saat lalu. Aparat kepolisian punya peran untuk mengukapkan kasus ini sampai ke akar-akarnya. Bagaimana dorang pu cara kerja kha, kok sampai sekarang belum juga di selesaikan. Saya bingung, kepolisian mau membuat orang Papua hidup damai atau mau menghancurkan orang Papua.

Saat Opinus Tabuni meninggal, aparat tidak sibuk dengan penuntasannya. Saat bucthar tabuni dan sabby sambon sedang di tahan di LP Abepura karena aksi damai yang mereka buat 16 Oktober lalu, aparat sibuk sana-sini bagai malaikat yang akan membebaskan orang Papua. Dengan demikian, pada kesimpulan akhirnya bisa kita ambil sendiri. Polda Papua bekerja sungguh-sungguh untuk menjaga kestabilan Papua, ataukah mereka bekerja setengah hati dengan tujuan tertentu.

Jadi kalau mau berbicara jauh tentang hukum, selesaikan dulu kasus yang satu, dalam hal ini kasus meniggalnya Opius Tabuni di wamena, baru kemudia melangkah lagi ke kasus yang lainnya. Agar hal ini bisa di terima oleh seluruh rakyat Papua. Karena kepercayaan rakyat Papua terhadap aparat dalam beberapa tahun belakangan ini telah sirna. Untuk mengembalikan kepercayaan itu, harus ada kerja nyata dalam keberpihakan kepada rakyat Papua yang aparat lakukan.

Sembagi mengakhiri, ellya menambahkan bahwa pada intinya harus paham dengan hukum yang telah mereka buat. “Hukum yang ada di Negara ini, bukan rakyat kecil yang buat, tetapi yang buat adalah aparat dan penegak hukum, jadi tolong pahami dan patuhi semua peraturan hukum yang telah kalian buat. Karena memalukan, melanggara aturan dan hukum yang telah dibuat sendiri,” urai ellya mantap. (oktovianus pogau)






headerr

Baca Selengkapnya......

Bebaskan Bucthar Tabuni Cs Demi Penegakan Hukum

Jumpa Pers, Lahirkan 5 Tuntutan

NABIRE- Sandiwara Politik yang selalu dan selalu di permainkan oleh pemerinah Indonesia untuk membinasakan rakyat Papua tak pernah berakhir. Beberapa saat lalu, penangkapan buctar Tabuni dan Sabby Sambom yang di lakukan oleh Polda Papua tanpa prosedur yang jelas, adalah salah satu buktinya.

Selain itu, sedang berkembangnya isu pemindahan beberapa Tapol/Napol dari LP Abepura ke LP Cipingan, Jawa Barat adalah salah satu cara pemusnahan orang Papua yang sedang terus di kumandangkan pemerintah Indonesia. Sampai kapan penderitaan seperti ini akan berakhir.

Padahal bangsa yang besar, adalah bangsa yang menjunjung tinggi suatu demokrasi, dimana hak untuk menyampaikan pendapat itu berada pada posisi yang paling utama. Dan yang lebih memalukan lagi, dalam beberapa amanat Undang-Undang bangsa ini, telah menyatakan dengan jelas hal itu.

Hal ini terungkap dalam Hasil Jumpa Pers yang di lakukan Team Koalisi Hak-Hak Sipil Rakyat Papua Barat di Kabupaten Nabire, Rabu (25/02) kemarin.

Dalam jumpa pers tersebut, ada beberapa tuntutan yang mereka keluarkan.
1. Bebaskan Bucthar Tabuni dan Sebby Sambom, serta tangkap pelaku yang telah melakukan pemukulan terhadap keduanya.
2. Bebaskan juga, seluruh Tahanan Politik (Tapol) yang ada di tanah Papua
3. Hapus pasal-pasal KUHP tentang Makar, dan segera melakukan dialog internasional di bawah pengawasan Negara ketiga.
4. sepanjang dialog internasional ini di adakan, maka pemerintah Indonesia dan PBB bertanggung jawab penuh terhadap berbagai tindakan yang di lakukan rakyat Papua, karena manusia mempunyai batas kesabaran.
5. Masyarakat Papua Kabupaten Nabire tidak menyetujui, pemindahan beberapa Tapol/Napol ke LP Cipingan, Jawa Barat. Karena apa yang mereka lakukan, adalah tindakan kebenaran, dimana menuntut sejarah bangsa Papua yang sebenarnya. Dimana Papua di caplok ke tangan NKRI tanpa prosedur yang jelas, melalui sandiwara PEPERA 1969.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat demi penegakan hak-hak manusia dan demokrasi di Bumi Papua. (oktovianus pogau)



headerr

Baca Selengkapnya......

Sunday, February 22, 2009

Menulis Itu Merubah Peradabaan



Dari sekian banyak peserta PMOH (salah satu pelatihan menulis Online), saya sendiri yang mungkin masih duduk di bangku pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Saat awal saya ingin mendaftarkan diri untuk ikut pelatihan menulis dari PMOH, sudah timbul keraguan. Dimana saya selalu berpikir, bahwa mana mungkin saya bisa menyesuaikan dengan para peserta yang sudah lebih mapan dari aku.

Satu tekad saya, belajar dari kekurangan dan ketidaktahuan. Prinsip itu yang saya pegang, sehingga saya beranikan diri untuk mendaftar PMOH. Dalam beberapa kesempatan, sayapun meragukan diri dan kemampuan saya. Dimana menyadari banyak kekurangan dan ketidaktauan saya tentang dunia tulis menulis.

Saya pernah suatu kali menulis sebuah karya tulis yang sangat sederhana kemudian dikirim ke salah satu penulis kawakan yang telah jajal dunia dengan karya tulisnya. Apa katanya ketika saya meminta bantuan padanya untuk mengedit tulisan itu. Yang mana dengan komentarnya itu, sedikit “membunuh” semangat saya.

“Bisakah kamu tulis lagi naskah ini dengan cara bercerita? Naskah ini baru
memasukkan data-data, secara kering, tanpa kutipan, tanpa cerita. Orang
akan susah mengeditnya. Ini belum berupa "masakan" namun hanya "hasil
belanjaan." Naskah yang bagus adalah naskah masih olahan. Bukan semua
bahan mentah baku kumpul. Terima kasih.” Singkat namun menusuk komentarnya.

Siang itu saya bingung, harus menulis bagaimana lagi. Sudah semua cara kulakukan untuk menulis sebuah karya tulis sehebat mungkin. Tapi kok masih di anggap sebagai bahan “belanjaan”. Jujur saya sempat bingung membaca komentar itu.

Dengan peristiwa diatas, saya baru sadari bahwa menulis tidak semudah kita membalik telapak tangan. Ada saat kita di kritik karena ketidakmampun kita, ada saat kita di kritik karena kekurangan kita, dan ada saat kita di kritik karena ketidakberdayaan kita.

Satu harapan saya, akan menjadi penulis handal yang dapat menjadi terang bagi tanahku Papua. Saya bersykur dan sangat senang, bisa mendapat binaan dan tuntunan dari PMOH, semoga harapan dan cita-cita saya tercapai. Menulis adalah merubah peradaban dunia, terlebih khusus Papua tempat saya tinggal.

Sumber Gambar :http://i234.photobucket.com/albums/ee131/rullylamusu/Writing3.gif



headerr

Baca Selengkapnya......

Thursday, February 19, 2009

"Selingkuh" Wajar atau Keji??

OCTHO- Sebetulnya ini sebuah pertanyaan konyol yang tidak perlu saya tanyakan. Lagian perbuatan selingkuh atau mendukan seseorang dalam kehidupan adalah perbuatan hina dan keji yang sangat Tuhan maupun manusia.

Tetapi ide untuk menanyakan hal ini, muncul berawal dari pengamatan saya pada beberapa buku diary atau “buku harian” milik teman-teman cewek di kelas saya. Selain itu, menjawab pertanyaan yang saya lontarkan pada teman-teman cewek yang saya temui secara iseng-iseng pada beberapa waktu lalu.

Yang mana semua, dalam coretan maupun komentar singkat mereka mengatakan bahwa sangat benci pada lelaki yang suka selingkuh, atau lelaki yang memilik pacar segudang.

“tipe cowok yang suka, pertama kali adalah cowok yang “membenci” dengan perselingkuhan. Dan betul-betul mencintai saya dengan setulusnya,” urai salah satu teman wanita saya, ketika saya disinggung tentang hal ini.

Selain itu, dalam buku harian salah seorang teman wanita saya, dirinya secara blak-blakan menyatakan bahwa sangat benci dengan lelaki yang suka menduakan dirinya, alias selingkuh sana-sini. “kalau disuruh memilih, lebih baik memilih orang gila yang tidak tau selingkuh, daripada berpacaran dengan seorang pria yang sangat tampan, tetapi jago selingkuh.” Urai temanku dalam buku diary-nya yang sangat cantik.

Siang itu saya tertawan terbahak-bahak membaca uraian (emosi) yang teman wanita saya tuangkan dalam buku hariannya, mungkin, tujuannya agar di baca semua teman pria, terlebih khusus mungkin saya sendiri. Bagi saya, emosinya telah sedikit menggoda saya untuk menjadi “orator” untuk menyadarkan teman-teman saya masih sering bersikap seperti ini (jago selingkuh).

Apa untungnya kita selingkuh sana sini, Tanya saya pada salah satu teman kelas pria yang sedikit dikenal sebagai “Playboy”. Dengan tidak sedikit-pun rasa berdosa, teman saya menjawab sebuah jawaban secara tegas, yang sekaligus membuat semua kita harus merenung semua ini.

“kehidupan dan selingkuh adalah dua sisi mata uang tidak bisa di pisahkan dari keseharian saya, urainya. Ketika kita mencintai seseorang (dalam hal ini wanita) berarti kita telah memberikan semua yang ada pada kita pada dirinya, termasuk hati kita. Padahal, tidak pantas kita memberikan hati kita padanya, karena dirinya belum tentunya menjadi tulang rusuk kita,” terang teman saya dengan nada girang.

Untuk menanggapi komentar teman cowok saya, dengan dalih ingin mendengar tanggapan seorang wanita maka sayapun bertanya pada seseorang teman saya yang di kenal sebagai teman yang sangat “rewel". “bagi saya pribadi selingkuh adalah perbuatan yang tetap hina dan berdosa, tidak pantas kita mengatakannya sebagai perbuatan yang wajar. Yang menjawab pertanyaan seperti diatas, adalah dia yang memiliki nafsu tinggi terhadap seseorang wanita” urai teman saya dengan keras.

Antara boleh dan tidak, kesimpulan yang bisa saya simpulkan dengan perbuatan yang kata beberapa orang sebagai perbuatan yang “keji”.

Ketika saya sedang menulis tulisan ini, ada seseorang menawarkan kepada saya untuk menuliskan tanggapannya mengenai selingkuh, dia adalah Fernando salah satu pria yang lajang yang tinggal bersama-sama dengan-ku. “Bagi saya, selingkuh di jadikan sebagai ilmu pamungkas alias ilmu untuk menjawab kebutuhan diantaranya memuaskan hawa nafsu. Selain itu selingkuh juga sebuah penyakit masyarakat yang sedang tren, baik di rumah tangga sampai pada anak muda,” terang nando mantap.

Sayapun semakin di bingungkan, kata beberapa orang perbuatan selingkuh atau menduakan seseorang adalah perbuatan hina. Tetapi yang jadi pertanyaan, betulkah seseorang yang sedang kita pacarin adalah seseorang yang akan menjadi pasangan hidup kita.

So, masing-masing kita mempunya pemahaman dan pandangan yang berbeda juga dengan selingkuh. Antara boleh dan tidak, itu jawaban yang kita bisa simpulkan, dan tidak mungkin kedua-duanya.

Dan bagi saya sendiri pribadi, selingkuh adalah sifat pribadi manusia yang wajar, sehingga tidak perlu kita mengganggapnya sebagai sesuatu perbuatan yang keji. Masa muda adalah masa untuk memilah dan memilih kata ibuguru saya beberapa saat lalu. Selingkuh sangat salah, jika kita sudah berumah tangga dan sudah menjalin kasih sekian lama untuk tahapan yang lebih serius.

Anak muda harus menjadi terang untuk banyak orang, bukan menjadi lilin yang terang hanya didalam satu ruangan saja. Tuhan memberikan manusia mata, telinga, hati dan pikiran untuk memilih dan menentukan mana yang baik, mana sesuai dan mana yang cocok.

Sumber Gambar:


Photobucket

Baca Selengkapnya......

Friday, February 13, 2009

Papua Zona Darurat Ulah Otonomi Khusus



Tulisan ini baru di muat di Tabloid Jubi, Edisi 18-28 Februari 2009*

Sebenarnya sebelum UU No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua di berikan oleh pemerintah pusat, sudah sangat banyak reaksi yang rakyat Papua lakukan untuk menolak itu. Mulai dari penolakan yang di lakukan oleh kaum awam atau orang-orang yang tidak menempuh pendidikan tinggi (maaf saya pakai istilah orang awam), kemudian yang berikut datangnya dari kaum Intelktual atau orang yang sudah menempuh pendidikan tinggi (red, mahasiswa dan pelajar). Pada umumnya mereka telah paham, kalau Otsus hanya akan menciptakan zona darurat atau tanah darurat di Papua.

Sangat beragama cara-cara penolakan yang mereka lakukan. Mulai dari aksi turun ke jalan dengan berdemonstran, sampai pada cara-cara sadis seperti penolakan yang berbuntut pada perkelahian dengan aparat keamanan. bahkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sendiri membuat situasi yang kacau di Papua untuk menolak hadirnya Otsus dengan melakukan gencatan senjata dengan pihak Militer Indonesia.

Pada intinya semua mereka menyanyi berlainan lagu namun punya satu suara di sertai dengan satu tekad kuat yaitu: menolak dengan tegas hadirnya Otsus di Papua. Bagi mereka, Otsus hadir hanya membuat mereka keluar dari mulut harimau kembali masuk lagi ke mulut serigala. Yang pada intinya menolak untuk masuk kembali ke mulut serigala karena lebih mencekam lagi masuk kesana.

Di tengah nyanyian merdu yang rakyat Papua sedang alunkan, hanya satu golongan yang menutup mulut mereka dengan rapat bak orang “bisu” yaitu: para pejabat Papua. Mereka lupa daratan, hal ini bisa di istilahkan kepada mereka (red, pejabat) yang duduk di birokrat yang sedang menikmati indahnya segala fasilitas yang di berikan oleh rakyat Papua secara Cuma-Cuma tanpa bekerja, karena tidak ada kualitas kerja yang pejabat Papua capai.

Para pejabat beranggapan, suara yang rakyat Papua sedang nyanyikan hanya akan menghambat mimpi-mimpi indah mereka. Sehingga manipulasi suara-pun mereka lakukan. Keadaan di Papua rakyat pasca pemberian Otsus tidak seperti yang di laporkan, Pemerintah Pusat beranggapan suara beberapa pejabat Papua pada saat itu adalah suara rakyat Papua, padahal sangat-lah tidak.

Implementasi Otsus sudah hampir 8 tahun merumput di bumi Papua, namun otsus sangat terbukti tidak “manjur” untuk memajukan orang asli Papua dari berbagai ketertinggal yang ada. Malahan dengan hadrinya otsus membuat orang asli Papua Papua semakin di kucilkan, yang ujung-ujungnya membuat rakyat Papua sendiri semakin termarginalkan.

Saat hadrinya Otsus, dimana diharapkan dapat merubah wajah Papua yang sudah sangat carut marut, dengan perlakuan tidak semena-mena yang pemerintah Indonesia melalui antek-anteknya Militer Indonesia lakukan untuk membumi hanguskan orang Papua, namun apa boleh kata itu hanya sebuah harapan dan hayalan belaka, seperti “si cebol yang merindukan jatuhnya bulan” kata John J. Boekoisiom dalam tulisannya dengan judul “Tiga Tahun MRP dan Tujuh Tahun Otsus Papua”di Tabloid Jubi beberapa saat lalu.

Lambang daerah Papua yang di perbolehkan untuk di gunakan yang jelas-jelas tertera dalam Otsus hanyalah pisau untuk membuat orang asli Papua di bunuh secara biadab terus oleh Militer Indonesia. Separatis, OPM, GPK serta berbagai julukan buruk lainnya yang Jakarta dan Militer Indonesia berikan hanyalah sebuah topeng untuk membumi hanguskan orang Papua.

“adek saya sangat heran dengan Negara ini, kami yang berkumisan dan berambut ikal di anggap OPM oleh semua mereka (red, Indonesia) ada apa dengan cap itu apa mereka ingin membunuh kami dengan topeng itukah,” terang salah satu tokoh adat di salah satu tempat di Nabire-Papua beberapa saat lalu. Nampaknya semua orang Papua sudah tahu sendiri, dengan makna sebuah cap yang pemerintah Indinesia berikan. Cap yang tidak manusiawi dan perlakuan paling biadap se-dunia.

Otsus hadir membuat orang Papua semakin “tersesat”. Pemimpin Besar Papua Barat Theys Hiyo Elluay dalam perbincangan singkatnya dengan Journeyman.TV sebelum dirinya di bunuh Militer Indonesia pernah mengatakan jahat dan buruknya bangsa ini. “kalau saya mau hitung keburukan pemerintah Indonesia mungkin Jepang lebih baik, Vietnam lebih baik, Jerman di bawah pimpinan Hitler juga lebih baik. Berapa lama waktu belanda jajah kami, tidak pernah orang Papua di tembak di muka umum. Ini bangsa yang sangat jahat,” terang theys seperti di kutip Journeymen.TV di situs Youtube dengan geram.

Otsus hanya jadi topeng untuk membuat Papua Zona darurat atau tanah darurat, Perdasi serta Perdasus yang di bentuk oleh DPRP hanya-lah menguntungkan kaum birokrat. Tujuan Otsus di berikan adalah memberdayakan orang asli Papua secara menyeluruh, namun nyatanya tidak. Ke-7 Perda yang di setujui hanyalah untuk kepentingan dan perut para birokrat. Inikah bukan pemberdayaan, malahan pelecehan. Otsus hanya jadi bahan pertimbangan untuk orang asli Papua dan Pemerintah Indonesia “baku” bunuh, orang asli Papua dan pejabat Papua “baku” bunuh serta orang asli Papua dan beberapa lembaga asing yang membantu Papua “baku” bunuh.

Otsus di buat tidak berdaya dan terpasung muluk ketika PP No. 77/2008 tentang “Simbol dan Lambang Daerah” di cetuskan oleh pemerintah Pusat. Sebenarnya pemerintah Pusat harus paham betul tentang hal ini, tidak bisa sebuah keputusan gombal di buat asal-asal untuk melawan atau melebihi aturan yang lebih awal atau lebih diatas, kecuali adanya persetujuan dari para pembuat. Entahlah, lagi-lagi taktik dan cara yang di lakukan untuk membuat Papua zona darurat atau tanah darurat.

Otsus membuat orang Papua bodok (maaf agak kasar). Pejabat Papua buta mata hatinya terhadap berbagai kerinduan dan tangisan rakyat. Dana Miliaran rupiah dari dana Otsus menguap begitu saja tanpa control yang jelas. Kakak bas dan wakilnya sudah membuat berbagai tindakan untuk tetap menjaga melubernya dana itu kemana-mana, tho tidak bisa di bendung seenaknya. Karena pemerinta Pusat lebih licik dan jahat. Beberapa kasus besar yang melibatkan pejabat Papua dalam korupsi dana rakyat di biarkan berjalan-jalan tanpa adanya proses lebih lanjut.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Ahzar hanya jadi dewi yang sepertinya akan melindungi rakyat Papua dari berbagai tikus yang selalu menyolong uang milik rakyat Papua, namun nyatanya tidak demikin. Prestasi yang di dapat oleh Ahzar dan rekan-rekannya hanyalah prestasi level Nasional, bukan prestasi berskala daerah di Papua. Proses pembiaran di Papua tetap terus di lakukan bisa di istilahkan mereka (KPK, red) biarkan maling berkeliaran di Papua.

“masa pace Daud Soleman Betawi hanya korupsi dana 43 Milyar saja tidak mungkin lha. pembangungan di Yapen Waropen sejak ada sampai saat ini tidak ada perubahan, pastinya yang di korupsi lebih banyak lagi dari itu. KPK periksa dia bagaimana kha,” terang salah satu warga Yapen Waropen yang hidup di Jayapura-Papua beberapa saat lalu pasca pemerikasaan Bupati Daud Soleman Betawi oleh KPK Pusat.

Otsus membuat pendidikan di Papua jauh tertinggal. Dana pendidikan yang di kabarkan paling sedikit pengalokasiannya sempat mendapat kecaman dari berbagai kalangan. Yang katanya, kebijakan ini di buat untuk tetap menimbulkan pertikaian di Papua. Dana Pendidikan yang ada hanya jadi topeng, seakan-akan dana pendidikan membantu pendidikan di Papua. Beberapa guru di seantoro Papua dari hari ke hari tetap melakukan demonstrasi yang besar-besaran karena mereka sangat menyadari dengan hadirnya Otonomi Khusus tidak membuat anak didik mereka berkembang.

Beberapa bulan lamanya pendidikan di Paniai macet total, ulah beberapa pejabat Dinas Pendidikan Nasional yang tidak “jujur” dalam pengalokasian dana untuk para pendidik. Anak-anak didik di Paniai yang di harapkan dapat merubah wajah daerah sana harus nganggur melulu karena tidak ada kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kemarahan yang terpupuk sekian lama akhirnya terkuak, ketika beberapa lembaga pendidikan yang peduli terhadap nasib guru mendatangi pemerintah Paniai untuk meminta kejelasan hal ini.

Selain di Paniai, di Kabupaten Timika tempat PT Freport Indonesia beroperasi-pun mengalamai nasib serupa. Tapi sayangnya, pemogokan mengajar yang di lakukan oleh guru-guru setempat tidak tidak berbuntut panjang, karena di tanggapi serius oleh pemerintah daerah setempat setempat.

Kedua hal diatas sengaja di ciptkan oleh “raja-raja” kecil di Papua dan Pemerintah Pusat yang ujung-ujung membuat generasi muda di Papua rusak. Selain itu, hal ini di ciptakan juga untuk membuat hubungan antara guru dan siswa semakin tidak akur sehingga menciptakan mental dari pada siswa yang bobrok dan rusak.

Otsus ada bukan semata-mata membantu rakyat Papua, tetapi otsus hadir semakin mempersulit orang Papua. Segala sector di Papua menjadi Korban beserta beberapa contoh yang telah di uraikan diatas. Seharusnya pemerintah pusat menciptkan kondisi yang aman dan kondusif namun nampaknya tidak, orang Papua lagi-lagi di jebak dengan berbagai situasi dan propaganda murahan ala Indonesia itu.

Ketua OPM di Negeri Zeth Rumkorem dalam rekaman video di Youtube beberapa tahun lalu menunjukan kegeramannya terhadap pelaksanaan Otsus di Papua dengan cara merobek bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia di depan panel Diskusi implementasi Otsus, yang baginya mengkekang orang Papua bagai kuda yang tidak punya kaki. Kemarahan ini tergambarkan dengan jelas, bahwa yang memantau ketidaberesan jalannya Otsus di Papua bukan orang asli Papua yang hidup di dalam Negeri saja, namum mereka yang hidup di Negara luar-pun merasakan kegagalan itu.

Zona darurat, sebuah makna kata yang sangat tidak pantas untuk di berikan pada rakyat dan tanah Papua. Namun apa boleh buat, keadaan memaksa dan berbicara demikian. Militer yang dikirim berkeliaran di tanah Papua hampir sebanding dengan jumlah rakyat asli Papua yang ada. Kecemasan akan hidup, bertumbuh dan berkembang hanya malaikat saja yang tidak pernah memikirkan itu. Kita manusia biasa, yang punya kelemahan dan kekurangan akan tetap dan tetap memikirkan.

Militer dengan nafas hidup (red, senjata) mereka selalu bersuara untuk rakyat Papua. Tidak pernah keadilan, penghargaan hak dan pengakuan orang Papua di berikan. Kewajibannya akan Menembus alam yang baka, apabila adanya beberapa perlawan untuk membela yang baik. Orang Papua selalu dan selalu dibuat tidak berdaya dengan perlakuan yang tidak semena-mena itu. Hanyalah tangisan penyesalan sambil menanyakan kapan waktu yang tepat saja yang selalu terlontarkan dari mulut rakyat Papua dengan segala perlakuan yang gombal itu.

Zona darurat dan darurat terus menerus di ciptakan pemerintah Indonesia dengan status Otsus yang telah gagal. 15.000 rakyat Papua yang berjalan kaki yang melintasi berkilo-kilo meter dari Aberpura ke Jayapura kota beberapa tahun lalu untuk menemui DPRP yang kerjanya tidak becus adalah gambaran umum bahwa Otsus tidak mendorong majunya rakyat Papua. Papua Emergency atau land Emergency hal ini di gambarkan sekarang dimana-mana saat Papua sedang membesarkan diri menuju kedewasan yang akan ada puncaknya suatu saat nanti.

Tidak selamanya Papua akan zona darurat, beberapa permainan yang ada seperti Otsus dan kawan-kawannya hanyalah sebuah penghalang yang semu, sifatnya tidak selamanya. Permainan yang ada hanya menguji kita orang Papua untuk tetap menjadi yang dewasa dalam menembus batas dunia yang kata orang sukar untuk kita orang Papua lewati. Untuk segala sesuatu ada wakut, ada waktu untuk di tindas, ada waktu untuk di permainkan, ada waktu di tawan ada waktu juga untuk bebas dari segala ikatan dan penjajahn. Tunggu waktu untuk menggapai semua harapan itu.

Tulisan ini pernah di muat di Tabloid Jubi Edisi Cetak.




headerr

Baca Selengkapnya......

Monday, February 09, 2009

Otsus, MRP dan Pemekaran Ulah Papua Zona Darurat

Bertepatan dengan peringatan Hari Nasional Papua Barat pada 01 Desember 2008 lalu, Status Tanah Papua telah dideklarasikan oleh Presidium Dewan Papua (PDP) dan Dewan Adat Papua (DAP) deklarasi ditandatangani langsung oleh Pemimpin Besar Papua - Thom Beanal) sebagai Tanah Darurat atau Zona Darurat.

Status Papua zona Darurat bukanlah status sebenarnya, karena dulunya tanah Papua di kenal sebagai daerah yang aman, nyaman dan sentosa. Dimana dulunya, rakyat Papua walaupun hidup di bawah berbagai tekanan, intimidasi, teror bahkan sampai pada pembunuhan orang asli Papua sendiri tetapi tetap menunjukan bahwa Papua tetap sebagai zona yang damai dan aman karena menanggap tanah Papua sebagai tanah anugerah dari sang pencipta melalui pekabaran injil yang di bawah oleh Ottow dan Geissler dua orang warga Jerman beberapa abad lalu.

Tetapi hidup damai dan aman yang dulu rakyat Papua rasakan hanyalah tinggal sebuah kenangan dan harapan belaka. Hal ini secara jelas karena di kotori oleh berbagai kepentingan kaum kapitalis (red, Indonesia) yang ingin mengusai, menjajah, meneror bahkan sampai pada menghabisi (red, genosida) rakyat Papua dari tanah perjanjian yang Tuhan Allah orang asli Papua karuniakan kepada orang asli Papua.

Berbagai cara yang kaum kapitalis lakukan untuk membuat status Papua zona darurat atau tanah darurat semuanya mengarah kepada pemubunuhan rakyat Papua secara berantai yang kalau di kaji secara mendalam sangat tidak manusiawi. Bisa di istilahkan, orang Papua bagai binatang yang ingin di habisi terus menerus nyawanya. Padahal Negara Indonesia di kenal sebagai salah satu Negara yang menghargai Hak Asasi Manusia (HAM), hal ini hanyalah sebuah pernyataan gombal yang di perlihatkan orang Indonesia agar citra diri mereka tidak buruk di luar Negeri.

Secara tidak langsung, status Papua zona darurat atau tanah darurat tercetus ketika Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (otsus) untuk Papua, Keputusan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2004, tertanggal 23 Desember Tahun 2004.
tentang Pembentukan MRP disahkan dan INPRES tentang percepatan pembangun di Papua dengan pemekaran berbagai Daerah Operasi Baru (DOB) di keluarkan. Inilah awal mula, Papua di kenal dan di caplok oleh pemerintah Indonesia sebagai tanah darurat.

Jakarta dan SBY telah sangat salah memahami pikiran orang asli Papua, sebab rakyat Papua secara garis besar sangat membenci ketiga “gula-gula” diatas karena rakyat Papua tahu, bahwa “gula-gula” diatas akan membunuh rakyat Papua secara biadap di atas tanah yang Tuhan Allah karuniakan kepada mereka.

Persetujuan untuk adanya pembentukan ketiga “gula-gula” diatas hanya di lakukan vote pada pejabat birokrat yang rakus akan jabatan, kedudukan dan uang. Jakarta dan SBY mendengar suara dari para pejabat mata duitan yang ada bak mendegar suara seluruh mama di kampong yang hidup selalu menderita, entahlah, pesan apa yang Jakarta dan SBY ingin sampaikan melalui ketiga barang baru di atas.

Gambaran umum tentang ketiga hal diatas, akan saya paparkan pada beberapa “esai” yang akan di muat beberapa hari lagi.




headerr

Baca Selengkapnya......

Wednesday, February 04, 2009

Masuknya Injil di Tanah Papua



Nabire- Hari ini, kamis 5 Februari adalah hari yang sangat bersejarah bagi jutaan umat Kristen di Papua. Sebab setiap tanggal 5 Februari ini tepatnya pada tahun 1885 tahun lampau adalah hari pertama pekabaran Injil atau masuknya Injil di Tanah Papua.

Masuknya injil di tanah Papua sendiri telah membawah perubahan yang singnifikan bagi seluruh masyarakat Papua yang ada. Dimana bisa mengenal akan terang kristus. Kedua hambah-Nya yang di utus pada saat itu dari Belanda, Ottow dan dari Jerman Geissler adalah kedua hamba utusan Allah sendiri.

Banyak rintangan, halangan dan cobaan yang mereka hadapi selama 3 tahun untuk sampai di Papua, tapi itu bukan sebuah ukuran untuk mereka berhenti memberitakan injil. Bagi kedua misionaris pada saat itu, injil yang akan mereka bawah lebih berharga dari segalanya, termasuk dari sanak-saudara mereka.

“dengan nama Tuhan kami menginjakan kaki di tanah ini” kata yang sangat memiliki beragam arti. Dimana hanya nama Tuhan yang di dahulukan sebelum mengijkan di bumi Papua yang kaya raya.

Semoga peringatan masuknya injil di tanah Papua yang ke-154 ini memberkan arti dan makna tersendiri bagi jutaan masyarakat yang ada di Papua. Kita sudah dewasa, kita sudah tua, kita sudah panjang umur, pertumbuhan kerohanian di Papua-pun harus seperti begitu. Selamat merayakan hari pakabaran injil di tanah Papua.

Sumber Gambar: http://www.bangakbar.com/gambar/article/content/456/pulau_kirim_480_(1).jpg


headerr

Baca Selengkapnya......