Monday, August 30, 2010

Mumi dan Nilai Budaya Masyarakat Wamena

OCTHO- PAPUA bukan kaya akan sumber daya alamnya saja, namun dari segi warisan dan keunikan budaya juga tanah ini cukup kaya. Salah satunya adalah keberadaan mumi di tanah Papua. Nilai budaya dari mumi juga cukup penting untuk di perhatikan.

Jika berbicara tentang sejarah keberadaan mumi, orang pasti mengira hanya terdapat di Mesir, yakni; mumi para Firaun. Ternyata mumi tidak hanya terdapat di Mesir, namun ada juga di Indonesia bagian timur, tepatnya di Provinsi Papua.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada akhir tahun 1980-an sampai awal tahun 1990-an, terdapat tujuh mumi di Kabupaten Wamena, Provinsi Papua. Ketujuh mumi tersebut berada di beberapa Distrik yang tersebar di Kabupaten Wamena.

Mumi


Menurut Wikipedia Indonesia mumi adalah sebuah mayat yang diawetkan, dikarenakan perlindungan dari dekomposisi oleh cara alami atau buatan, sehingga bentuk awalnya tetap terjaga. Ini dapat dicapai dengan menaruh tubuh tersebut di tempat yang sangat kering atau sangat dingin, atau ketiadaan oksigen, atau penggunaan bahan kimiawi.

Tujuannya tidak begitu pasti, namun dipercayai sebagai sebuah simbol penghargaan masyarakat setempat terhadap seseorang yang dinilai telah berjasa dan memberikan kontribusi penting.

Biasanya mumi dikeringkan atau diawetkan menggunakan bahan kimia atau bahan pengawet khusus. Cara ini terjadi pada mumi para Firauan di Mesir, namun berbeda dengan mumi di Wamena. Ia terlebih dahulu diawetkan menggunakan ramuan tradisional sejenis daun, dan di keringkan di genting honai (red; rumah tradisional) dengan cara diasapi.

Di perkirakan mumi bisa bertahan dalam jangka waktu yang begitu lama, yakni; ratusan hingga ribuaan tahun. Keberadaan mumi juga di yakini sebagai simbol kepercayaan masyarakat sekitar pada leluhur, alam dan nenek moyang mereka.


Mumi Wamena

Suku yang mendiami Wamena adalah suku Dani. Mereka terkenal karena kebiasaan mereka yang suka berperang. Mereka di yakini sebagai suku terbesar di Papua. Pada umumnya mereka tinggal di daerah pegunungan dan lemba-lembah Papua. Keberadaan mumi hanya ditemukan daerah mereka.

Tujuh mumi yang terdapat Kabupaten Wamena, tepatnya di Kecamatan Kurulu, utara Kota Wamena sebanyak sebanyak 3 mumi; Kecamatan Assologaima, barat Kota Wamena sebanyak 3 mumi, serta satu mumi di Kecamatan Kurima. Semua berjumlah enam mumi.

Mumi yang terletak di Kecamatan Kurima adalah satu-satunya mumi perempuan. Ia tidak pernah di perlihatkan kepada masyarakat luas maupun kepada para wisatawan. Masyarakat sekitar meyakini jika ia perlihatkan secara bebas, akan berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup mereka.

Ada dua mumi yang di dapat di perlihatkan secara umum, namun tentunya harus membayar dengan harga 20.000 rupiah hingga 30.000. Mumi tersebut adalah; mumi Werupak Elosak di Desa Aikima, dan Wimontok Mabel di Desa Yiwika, keduanya berada di Distrik Kurulu.

Ratusan hingga ribuan wisatawan berdatangan tiap tahunnya ke tempat ini. Selain dari dalam negeri, banyak juga yang datang dari luar negeri. Jika tidak menyaksikan upacara perang suku, mengunjung keberadaan mumi sudah tentu menjadi pilihan utama mereka.

Upacara adat biasanya berlangsung pada bulan Agustus, yakni; menjelang penyambutan hari kemerdekaan republic Indonesia. Biasanya acara seperti ini di lakukan atas inisiatif pemerintah daerah setempat. Banyak pendapatan asli daerah di hasilkan dari kedatangan para wisatawan ini.

Ketokohan Mumi

Mumi dikalangan masyarakat Dani tidak hanya menjadi sebuah simbol atau pajangan, namun lebih dari pada itu ia adalah sebuah tokoh besar yang patut di kenang sepanjang masa. Mereka meyakni mumi akan berada di tengah-tengah masyarakat, bahkan bersama-sama dengan mereka jika suatu waktu ada perang suku.

Tidak semua mayat atau jasad yang diperbolehkan menjadi atau dijadikan mumi. Hanya yang mempunyai jasa besar terhadap suku seperti kepala suku atau panglima perang yang secara adat diizinkan menjadi mumi.

Misalnya, Mumi Wimontok Mabel. Ia adalah seorang kepala suku besar. Wimontok mempunyai arti perang terus. Karena semasa hidupnya ia kepala suku perang yang ahli strategi. Wimontok meninggal akibat usia tua dan memberi wasiat kepada keluarganya agar jasadnya diawetkan.

Hal itu di turuti oleh keluarganya. Ia diawetkan hingga sekarang. Umurnya bisa di pastikan sudah hampir 384 tahun. Jasadnya selalu di rawat. Setiap lima tahun sekali diadakan upacara oleh masyarakat setempat.

Mumi Werupak Elosak juga demikian. Saat ini ia berumur 232 tahun. Pakaian tradisional yang ia kenakan, seperti koteka, masih utuh. Ia adalah panglima perang dan meninggal akibat luka tusukan sege (tombak).

Lukanya pun masih terlihat jelas hingga kini. Jasad Werupak dijadikan mumi, selain untuk menghormati jasa semasa hidupnya, juga karena Werupak sendiri yang meminta. Ia ingin supaya mayatnya diawetkan.

Hanya seorang tokoh penting yang jasadnya bisa di keringkan menjadi sebuah mumi, selain dari itu tidak. Kebiasaan masyarakat Wamena, jika seseorang telah meninggal, ia pasti akan di bakar, tujuannya agar jejaknya tidak di temukan lagi.
NIlai Adat

Masyarakat Wamena pada umumnya sangat menghargai nilai-nilai adat dan budaya. Sejak turun temurun mereka telah diajarkan bagaimana menghargai dan menghormati seorang tokoh (red; kepala suku). Mereka beraggapan arah hidup mereka hanya dapat diarahkan oleh seorang tokoh tersebut.

Bukti mereka menghargai nilai adat dan budaya juga terlihat dari kepatuhaan mereka untuk mengeringkan jasad dari seseorang yang telah meninggal. Padahal belum tentu semua orang sepakat dengan usulan tersebut.

Musibah atau bencana dapat menimpah mereka jika tidak taat dan patuh terhadap seorang tokoh. Kebiasaan perang suku juga masih sering terjadi dan Wamena. Keberadaan mumi juga di pandang sebagai berkah besar bagi masyarakat setempat. Inilah keunikan budaya di negara Indonesia.

Harapannya keberadaan mumi di Wamena masih terus dipelihara. Sekiranya perhatian pemerintah juga masih tetap di harapkan. Semoga keunikan dan warisan budaya lain yang belum di angkat dari bumi cenderawasih masih tetap di perhatikan lagi.

*Oktovianus Pogau adalah Jurnalis Lepas di Papua


Artikel Yang Berhubungan



1 comment:

  1. Fungsi dan alasan sudah dikemukakan tinggal lagi diformulasikan sistematika pelaporan selain juga apakah ada ramuan atau untuk memumikan jasad sehingga tidak rusak atau membusuk ataupun lapuk. Selain yang Oktovianus tau bisa menimba dari litertur orang yang pernah menulis tentang obyek ini atas hasil suvai di mBaliem.

    ReplyDelete

Komentar anda...