Tuesday, March 10, 2009

Ketika Papa dan Mama Meninggalkan Aku

OCTHO- Saya mungkin salah satu dari sekian banyak anak di dunia ini yang harus merenung nasib buruk, karena kedua orang tua meninggalkan saya dan dunia yang fana ini begitu cepat.

Saya selalu bertanya dan bertanya, dalam tragedy ini, apakah saya yang bersalah? Apakah Tuhan yang bersalah? Ataukah kedua orang tuaku yang bersalah?

Tapi yang mengherankan, di jawaban akhir, saya selalu menemukan bahwa TUHAN yang selalu bersalah dan bersalah. Karena semua rencana, keputusan, dan jawaban ada pada-Nya. Karena kedua orang Tua, saya, dunia ini di ciptakan juga oleh-Nya.

Saya selalu berpikir dan berfantasi yang konyol, “Kalau Tuhan ingin memanggil kedua orang tuaku begitu cepat, kenapa Tuhan menciptakan mereka berdua yah?, kalau Tuhan ingin memanggil kedua orang Tuaku begitu cepat, kenapa Tuhan menitipkan saya pada mereka?, Kalau Tuhan ingin memanggil mereka begitu cepat, Kenapa Tuhan memisahkan saya dan mereka sejak usiaku 4 Taon.

Beberapa pertanyaan di atas selalu muncul, seakan kata-kata di atas telah menjadi kata mutiara dalam pikiran saya. Dalam keadaan yang sedikit menjempit, pertanyaan diatas selalu saya lontarkan pada Tuhan dan alam semester, agar mereka bersedia menjawabnya.

Sungguh, saya sangat mencintai kedua orang tuaku. Walau mereka tidak pernah menjadi contoh dan panutan dalam kehidupan-ku, karena saya bersama-sama dengan mereka tidak lama (umur 4 taon saya masuk asrama)

Waktu untuk mereka tidak pernah ada. Jarak, tempat dan kemampuan tentu jawaban yang memisahkan saya dan mereka. Tetapi hati yang paling dalam selalu berteriak, dimana selalu merindukan kasih sayang, pelukan dan ciuman mereka. Namun apa boleh buat, semua harapan itu hanya khayalan belaka.

Saat saya kelas 2 SD, ayahku meninggal dunia. beliau, orang yang saya cintai, saya banggakan, saya kagumi harus meninggalkan saya tanpa pamitan dan tanpa mengucapkan sedikit-pun kata perpisahan. Saya benci dengan alam, dan Tuhan pada saat itu, kenapa mereka tidak pernah memberituhakn tentang gejala dan tanda-tanda ini.


Saat saya kelas 5 SD, baru tau tragedy ini. Dimana ayah saya meninggal karena menderita sakit penyakti. Saya pada saat itu benci dengan ayah saya yang agak “bloon” karena tidak pernah mengirim surat, maupun mengirim berita tanda-tanda akan kepergiaanya.

“ayah, kau sangat tegah meninggalkan anakmu yang sedang berjuang untuk membanggakanmu. Kau sangat tega, meninggalkan anakmu yang sedang berjuang di negeri yang jauh, untuk merubah nasib kita semua di kampong halaman. Entahlah….saya tidak tau apa maksud semua ini.

Seiirng berjalannya waktu, sayapun bertumbuh dengan kekosongan. Dimana tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang sangat saya cintai dan banggakan. Agak risih, aneh bahkan marah ketika melihat beberapa sahabat terbaik saya selalu bercanda ria, berpelukan sama papa mereka. Mungkin ini nasib-ku, piker saya lagi-lagi.

Setelah pulangnnya ayah saya, tentu menambah sedikit kerisauhan dalam hatiku, karena beberapa kakak saya tidak pernah mengunjungi bahkan menghubungi saya. Kekecewaan, kegelisaan, dan kerisahauan tentu menjadi teman sepermainanku. Yang ujung-ujungnya air mata adalah jalan keluar.

Setelah meninggalnya ayah saya, tidak lama kemudian ibu saya-pun harus meninggal. Entah apa gerangan, yang setahu-ku lagi-lagi Tuhan tidak pernah adil pada diriku.

Ibu meninggal saat saya kelas 5 SD. Dimana ibu meninggal saat saya sedang tumbuh kembang dengan segala kekurangan saya yang selalu dan selalu saya maksimalkan. Ibu tidak pernah berpesan juga, tentang tanda-tanda akan kepergiannya. Malahan kabar-kabar gembira, seolah-olah dirinya akan temani saya sampai melihat keberhasilan saya.

Ketika ibu pergi, lagi-lagi tidak ada seseorang-pun yang tidak pernah datang memberitahukan tentang kabar ini. Semua keluarga, kakak, adik dan saudara saya bagai seseorang yang bisu. Mereka melupakan diriku, mereka melupakan darah daging mereka yang sedang menempuh pendidikan di negeri jauh. Mereka agak “risih” mungkin ketika aku akan tahu tentang semua ini.

Kepastian kepulangan ibuku, saya tahu saat saya kelas 3 SMP. Menyakitkan, hal itu yang bisa saya gambarkan, ketika saya baru tentang hal ini. Saat itu kebencian saya sangat memuncak, siapapun keluarga, saya benci pada semua mereka. Saya selalu bertanya-tanya kok tega bangat mereka tidak pernah memberitahukan kepada saya tentang semua ini.

Harusnya mereka berterus terang dan memberitahukan saya tentang semua ini. Biar saya-pun bisa sedikit merenung dengan semua nasib yang telah Tuhan berikan. Entahlah……… mungkin mereka berpikir lain di balik semua ini. Saya selalu dan selalu merenung, kok tega juga yah tuhan melakukan semua ini

Hancur dan lebur hatiku, setiap saat mengingat mereka. Hatiku piluh, ketika tahu kalau mereka tidak akan mungkin bisa kembali untuk menemuiku lagi, dan saya tahu semua ini adalah rencana yang diatas.




headerr

Artikel Yang Berhubungan



0 komentar:

Post a Comment

Komentar anda...