Monday, June 29, 2009

“Kusam Bangat” Wajah Sepak Bola Indonesia

Kalau cara kepemimpinan wasit sepak bola di Indonesia yang curang melulu, tungguh sampai ayam tumbuh gigi dan kucing tumbuh tanduk baru sepak bola di Indonesia bisa maju. Bahkan mungkin tungguh dunia kiamat, baru Indonesia bisa masuk Piala Dunia

OCTHO- Sungguh ironis, memalukan bahkan memilukan mungkin ini kata yang sangat pantas untuk menggambarkan wajah sepak bola di negeri Indonesia yang sangat kusam. Siapa yang membuat wajah sepak bola kusam, sudah tentu para “pemain” yang ikut mengendalikan system yang selalu berpihak kepada kelompok tertentu.

Negeri ini mungkin sudah melupakan sila pertama mereka, dimana dalam sila pertama yang kedengarannya menjadikan Tuhan sebagai pribadi yang utama dan terutama alias pertama. Mungkin sila ini juga mengarah kepada kejujuran hati nurani yang bersih, polos dan terbuka dalam memberikan segala keputusan, dalam hal ini sepak bola.

Final Piala Copa Dji Sam Soe, antara Sriwijaya FC dan Persipura Jayapura yang tidak selesai dan menunjuk team Sriwijaya FC sebagai juara sejati tadi malam, Minggu, 28/06 sangat ternoda, bahkan sudah sedikit menggambarkan fakta bobroknya persepakbola Indonesia yang selama ini jauh dari sentuhan sinar public.

Wasit Purwanto yang telah nyata-nyata di harapkan dapat menjadi malaikat yang adil dalam memimpin jalannya pertandingan, hanya harapan konyol. Padahal beliau sendiri akan mengakhir karirinya pada pertandingan akbar yang di pimpinnya tadi malam.

Banyak orang bertanya, bagaimana suasana hatinya ketika tidak menunjukan sebuah keadilan dalam pertandingan tadi malam. Apakah suara hatinya tidak berteriak, marah bahkan menegur dirinya akan keputusan yang di ambilnya yang tidak bersumber dari hati nuraninya.

Kepemimpinan yang sangat memihak kepada tuan rumah Sriwijaya FC sangat terlihat. Babak pertama berjalan, sudah banyak pelanggaran yang di lakukan tuan rumah terhadap persipura namun bagi wasit itu biasa-biasa saja. bahkan, saat akan mengakhiri pertandingan babak pertama, saat Bio Pauline sedang bersiap untuk heding memasukan bola ke kipper Sriwijaya FC dimana wasit meniup pertandingan telah usai.

Malahan persipura dianggap sebagai dalang kerusuhan dan dalang ternodanya final copa tadi malam. Bukankah, pertandingan ini ternoda akibat dan ulah Badan Liga Indonesia (BLI) dan Kepemimpinan Wasit yang tidak menunjukan sportivitas atau fair play.

Mungkin ribuan saksi mata menyaksikan siapa yang salah dan siapa yang benar dalam drama Final Copa yang tak kunjung selesai tadi malam. Bahkan mungkin juga public bisa menilai siapa yang pantas menjadi juara dan mendapatkan gelar. Karena ini berkaitan erat dengan keputusan hati nurani.

Untuk merubah wajah yang kusam, bukanlah hal mudah. Karena ini sangat berkaitan era dengan kepercayaan bahkan keyakinan public terhadap suatu keputusan yang tidak menimbulkan kontraversial. Mungkin public pecinta sepak bola di Papua, telah dan akan melupakan bahwa sepak bola Indonesia yang bersih, jujur dan membangun.

Publik di Papua akan berpegang teguh pada pendirian dan ketetapannya, bahwa sepak bola Indonesia bukanlah sepak bola yang membangun dan membesarkan. Tetapi sepak bola Indonesia adalah ajang yang mencari popularitas dan harta kekayaan pribadi belaka. Bahkan bukan tidak mungkin, kalau public di Papua akan menilai bahwa sepak bola di Indonesia juga hanya pertandingan yang mengarah kepada penjajahan orang asli Papua.

Mungkin pertandingan tadi malam juga menjadi cerminan bagi pengamat dan pengambil keputusan dalam bidang sepak bola. Agar menerapkan, menentukan dan memilih seseorang wasit yang bisa bertanggungg jawab dan bisa mendengar kebenaran suara hatinya yang telah terlanjur berteriak untuk menerapkan sebuah keadilan.

Untuk PERSIPURA JAYAPURA, kalian semua andalan. Kalian semua telah menunjukan satu tindakan spontanitas yang memang kadang sukar di bayangkan, dan tindakan ini telah memberkan pelajaran penting untuk para petinggi sepak bola di negeri ini. Kalau telah menunjukan kepada public, bahwa sepak bola bukan soal taktik dan fisik, namun soal kepatuhan dan ketaatan kepada hati nurani.

Mungkin hati nurani yang benar dan bersih, akan memahami dan mengiyakan tindakan yang kalian lakukan. Tapi hati nurani yang kotor dan punya maskud tertentu, akan mengatakan bahwa tindakan kalian adalah tindakan yang tidak terpuji. Saya akui, dan saya salut komitmen dan kekompakan kalian.

Untuk SRIWIJYA FC mungkin kalian saat ini telah bersenang diatas kemenangan palsu dan tipu muslihat. Mungkin hanya mereka yang hati nurani bersih dan jujur yang tidak merasa puas terhadap sebuah kemenangan. Untuk pemain idolaku, Zahrahan, saya yakin kau juga sedang berduka, karena kemenangan kalian telah ternoda tadi malam.








headerr

Baca Selengkapnya......

Thursday, June 25, 2009

Yakinlah, Papua Pasti dan Akan Bebas

OCTHO- Kita harus optimis dan yakin bahwa Papua pasti dan bisa merdeka. Jauhkan segala keraguan, singkirkan segala kebimbangan, dan buang jauh-jauh rasa takut, Karena Papua merdeka adalah sebuah solusi akhir untuk bangsa dan rakyat Papua. Sebuah degungan semangat yang dipaparkan seorang sahabat dalam sebuah diskusi kecil dalam sebuah kamp di Numbay-Papua beberapa waktu lalu.

Saya sepakat dengan kobaran api semangat sahabat ini. Dimana memberikan keyakinan, yang sekaligus menanam benih cinta tanah air Papua untuk tetap menjadikan perjuangan bangsa Papua sebagai agenda yang mulus dan murni, tanpa digandeng dengan berbagai kepetingan semata.

Apa yang dipaparkan sahabat ini, sudah tentu memberikan pemahaman pada kita, bahwa kita harus menyingkirkan sikap pesimis yang selalu menghantui pola piker kita, generasi penerus bangsa Papua. Generasi yang nantinya akan berjuang dan menikmati sebuah kebebasan.

Idealisme Papua bebas yang selalu di nyanyikan oleh semesta rakyat Papua yang betul-betul membutuhkan sebuah perubahan adalah sebuah idealisme yang datangnya dari hati nurani. Muncul dari hati karena hati memang tidak bisa di bohongi.

Idealisme Papua bebas muncul karena tangisan hati dan jeritan hati. Selalu orang Papua menjerit, menangis karena harapan dan angin segar untuk bebas kadang kala sukar di temukan titiknya. Orang asli Papua dan orang luar Papua adalah dua ras yang sangat berbeda. Dan sudah tidak mungkin disatukan lagi. Tangisan ini, sudah tentu harus menjawab itu sebenarnya.

Idealisme yang muncul karena hati telah di sakiti. Gambaran pelanggaran HAM yang di lakukan tidak mungkin bias digambarkan oleh kata, pikiran dan tulisan, karena sangat biadab perlakuannya. Melihat berhamburan darah manusia setiap saat di tanah Papua yang, tanah yang telah di berkati Tuhan, telah turut memberikan pertanyaa pada orang asli Papua, kapan hati ini tidak di sakti lagi?

Idealisme yang muncul karena jelas-jelas orang Papua di posisikan pada posisi yang sangat tidak manusiawi. PEPERA 69 dan masih banyak peraturan gombal yang di yakini sebagai keputusan penyatuan resmi dengan RI adalah beberapa bobot peraturan yang tidak ada nilainya, karena sudah sangat jelas banyak yang dilacuri. Uraian yang di paparkan J.P Drogloover sejarahwan belanda dalam bukunya sudah tentu bisa bisa memberikan jawab pasti.

Papua pasti bisa merdeka, Papua pasti bebas dan Papua pasti terlepas. Ini mungkin sebuah tulisan penyadaran untuk mewujudkan semua itu. Dalam mengisi dan dalam perjalanan mencapai itu, ada beberapa kelompok di Papua, dan sama-sama akan memberikan pengaruh yang sangat besar, kalau saja bersatu padu dengan tidak memandang rendah siapapun waktu Papua bebas tidak akan lama

<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>


Ada beberapa kelompok di Papua yang masih sangat susah untuk di satukan persepsinya. Dan mereka juga sebenarnya sangat berpengaruh kepada sebuah pencapaian sebuah kebebasan, namun mereka sering kali menutup diri dengan berbagai alasan yang kadang masuk di akal juga.

Dalam menempuh sebuah kebebasan itu, kelompok ini sering kali hidup di tiup angin. Kemana arah angin, mereka akan mengikutinya. Bagi mereka, yang penting hidup adalah pribadi. Tangisan orang lain bukan tangisan mereka, jeritan orang lain adalah bukanlah jeritan mereka.

Pesimis Kalau Papua Akan Merdeka

Kelompok yang pertama, adalah mereka yang pesimis kalau Papua akan merdeka. Kelompok ini tidak yakin bahwa suatu saat nanti, entah cepat atau lambat Papua bisa bebas dan berdiri sendiri sebagai sebuah Negara. Pada umumnya sikap pesimis di antara mereka muncul karena kekecewaan yang berlarut-larut di serta dengan kepentingan perut yang semakin menuntut.

Contohnya bisa kita lihat saat-saat ini, pada generasi tua. Sebut saja tindakan paitua Nikolas Jouwe Cs. yang mungkin bertindak diluar alam kesadaran manusia. Dengan memenuhi undangan resmi dari Pemerintah Indonesia untuk membicarakan masalah Papua dalam bingkai Otsus. Padahal orang asli Papua tidak pernah berharap lebih dengan kehadiran Otsus. Bahkan orang Papua juga tidak pernah beranggapan paitua Nikolas Jouwe Cs sebagai pemimpin bangsa Papua.

Sudah tentu bisa dibenarkan, bahwa klaim sikap pesimis muncul karena kepentingan perut semata yang sifatnya semu. Dan mungkin juga, tetapi bisa di benarkan bahwa beliau-beliau sedikit kecewa dengan tujuan mulia, yakni melihat Papua merdeka yang jauh dari kenyataan. Karena usia beliau-beliau saat ini juga sudah lebih dari kepala lima semua.

Contoh pada generas muda. Sebut saja tindakan Benny Dimara Cs, yang beberapa waktu lalu mendatangi kantor KPUD Jogjakarta dengan tuntutan meminta ikut memilih. Dalam tuntutan mereka, sangat kental sedang di tunggangi oleh kepentingan dari beberapa pihak. Mungkin mata hati mereka tertutup dengan agenda penting yang mahasiswa Eksodus Se-Jawa Bali serukan.

Dengan sikap dan aksi mereka, sudah memberikan angina segar kepada pemerintah Indonesia bahwa harapan untuk Papua bebas adalah sebuah harapan yang konyol. Memang demikian, ikut memilih berarti masih puas dengan segala perlakuaan yang pemerintah Indonesia lakukan.

Yah, inilah di sebut dengan bagian yang menjilat darah orang asli Papua yang terbunuh karena ulah militer Indonesia. Ini yang di sebut dengan kelompok yang tertawa ria ketika ratusan ribu nyawa orang Papua hilang tiap tahunnya dan ini kelompok yang disebut menjual orang asli Papua dalam rana demokras untuk menuntut pembebasan bangsa Papua.


Pesimis Dengan Kesiapan SDM dan Mental

Banyak orang Papua masih tidak siap menyambut kemerdekaan Papua yang sudah di depan mata. Banyak alasan dan bual yang mereka selalu lontarkan, diantaranya mungkin karena Sumber Daya Manusia yang mereka klaim belum mampu, mental dan moral anak-anak Papua sendiri yang masih bobrok.

Contoh ini bisa terlihat pada generas muda Papua, kaum yang dianggap sebagai kelompok intelektual yang menutup diri terhadap segala tangisan orang Papua. Kaum intelektual yang mengorbankan segalanya untuk sebatas pengetahuan mereka. Kelompok ini akan menikmati keasriaan lingkungan tanpa ikut merasakan jeritan dan tangisan saudara-saudara se-rasnya yang sedang menangis di tanah Papua.

Septinus George Saa, putra asal Papua yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Florida, Amerika Serikat pernah mengukapkan dalam sebuah majalah rohani terbitan Indonesia, bahwa dirinya tidak punya mimpi bahkan harapan lagi untuk balik ke Papua. “Saya akan memediasi orang-orang Indonesia yang ingin datang belajar di Amerika. Jadi kemungkinan saya akan jadi ilmuwan dan menetap tinggal di amerika” secuil kalimat yang pernah di keluarkan olehnya.

Kelompok ini sangat benci bahkan anti dengan tindakan yang anarkis. Bagi mereka, mewujudkan Papua merdeka bisa di tempuh dengan kecerdasan, kepandaian, bahkan kepintaran mereka. Bagi kelompok ini, pendidikan dan ilmu pengetahuan lebih penting dari segalanya, termasuk nyawa sekalipun. Bahkan kelompok ini selalu mengklaim teman-teman seperjuangan yang berjuang dengan tindakan yang sedikit anarkis dengan lebel “kaum kanibal”.

Padahal sampai ayam tumbuh gigi sekalipun, pemerintah Indonesia tidak akan pernah membuka ruang dialog yang transparan antara Jakarta dan Papua. Memang kalau di cermati, solusi akhir penyelesaian masalah Papua adalah dialog, namun bagaimana mau di andalkan metode itu, kalau pihak yang di harapkan selalu menutup mata dengan tindakan ini.

Memalukan, mungkin kata yang pantas buat kelompok ini, kelompok yang selalu berkotek dengan kapasitas ilmu pengetahuannya. Padahal kapasitas ilmu pengetahuan itu yang di gunakan pemerintah Indonesia untuk menghancurkan generasi muda Papua yang ada.


Pesimis Papua Akan Menjadi Negara Damai

Bahkan yang lebih tragis, masih banyak orang Papua yang tidak memimpikan Papua menjadi sebuah Negara yang penuh dengan kedamaian. Mungkin karena sebuah harapan kedamaiaan yang sifatnya semua dan pribadi telah mereka rasakan. Bagi mereka, beberapa satpam dan anjing-anjin helder yang menghiasi halaman rumah mereka sudah menjadi ukuran mencapai sebuah kedamaiaan.

Kelompok ini juga sangat banyak di Papua. Pada umumnya orang-orang tua yang dulunya sebelum Otsus dan banyak uang berkotek macam ayam yang kehilangan induk untuk meminta merdeka. Tetapi setelah ada Otsus dengan ekornya yang berbunyi triliunan, mereka lupakan semua kotekan yang pernah mereka degung-degungkan.

Kelompok ini mungkin kelompok yang hidup dan paling suka berbual. Di lapangan saat mahasiswa sedang melakukan sebuah demonstrasi, kelompok ini dengan terang-terangan menyatakan dukungannya, namun di belakang berlainan tindakan, kadang kala mereka yang memerintahkan aparat keamanan untuk melakukan tindakan penembakan, bahkan sampai pada pembunuhan.

Bagi kelompok ini, melakukan berbagai hal biadab untuk mewujudkan hidup damai untuk pribadi dan keluarga mereka adalah sangat penting. Kelompok ini kalau berjalan, tidak pernah melihat kebawah, selalu melihat keatas. Egoisme sangat tinggi. Bahkan yang lebih aneh lagi, kelompok ini tidak senang meliht orang lain bahagia.

Mungkin masih ingat kinerja Agus Alua Alue, ketua Majels Rakyat Papua (MRP) saat ini. Tidak ada yang menggembirakan dari keputusannya bahkan kebijakannya. Mungkin sebagian besar orang asli Papua sedikit bernafas lega ketika beliau terpilih jadi ketua MRP, karena sebelumnya dirinya pernah di Presedium Dewan Papua (PDP). Namun apa boleh kata, seperti si cebol mengharapkan jatuhnya bulan itu harapan rakyat Papua terhadapnya.

Kelompok ini adalah kelompok yang telah menikmati segala kemewaan dan faslititas yang di milki Negara Indonesia. Kelompok ini tentu berpikir hutang budi pada Negara yang telah menjamin segala kehidupanya. Dan kelompok ini adalah kelompok yang telah di “nina bobokan” oleh system Negara. Antara system dan idealisme dari sanubari hati, seringkali di putarbalikan. Pilihan sering kali jatuh pada system Negara yang melindungi mereka dari segala gigitan, termasuk gigitan nyamuk sekalipun.


Penutup

Dalam langkah-langkahg mewujudkan sebuah kebebasan itu, nampaknya masih banyak kejahatan yang mengarah kpeada Genocida (pemusnahan etnis orang asli Papua). Dan bukan rahasia umum lagi, kalau orang Papua sengaja di habisi dengan maksud menggalkan sebuah kebebasan yang sedang di imipikan itu yang sekaligus menurunkan tingkat kepercayaan generasi muda Papua terkait isu merdeka.

Beragam cara yang di lakukan untuk memusnahkan etnis Melanesia di Papua. Cara biadap sekalipun akan di tempuh, apabila melihat peluang dan tujuan mulia ini akan tercapai dengan mulus. Tuhan-pun akan di setankan, dan setan-pun akan di Tuhan-kan ini moto yang selalu di gandeng BIN dalam operasi khusus di bumi Papua, operasi untuk menghabiskan orang asli Papua.

Orang Papua masih di anggap sebagai hama yang mengganggu kedaultan NKRI. Orang Papua lagi-lagi di anggap sebagai akar persoalan konflik vertical. Bahkan orang asli Papua di anggap sebagai sebuah “kutukan” yang mengganggu perkembangan Negara Indonesia.

Data kongkrit yang berhasil di himpun Sekertaris Perdamaian dan Keadilan (SKP) Kordinator Nabire, Pania dan Puncak Jaya, bahwa dalam Tiap bulannya kurang lebih 300 orang asli Papua meninggal dunia. Data ini-pun hanya jumlah di sebuah distrik saja.

Hal ini terungkap dalam sebuah diskusi bersama beberapa saat lalu. Bisa di bayangkan, berapa jumlah korba nyawa tiap bulannya pada satu Kabupaten saja. Apalagi di gabungkan seluruh Kabupaten di Papua. Hal ini kalau di biarkan sampai puluhan tahun mendatang, bukankah orang asli Papua akan habis dalam tempo yang tidak terlalu lama.

Tidak salah yakin kalau Papua akan merdeka. Tapi salah juga, kalau tidak berpikir bagaimana cara supaya orang Papua bisa sampai di ambang kebebasan dengan sebuah taktik mulia. Harus di pikirkan, tindakan apa yang harus di lakukan, membendung arus BIN yang sedetik saja bagi mereka sangat berarti.

Sekarang saatnya kita bersatu padu. Buang semua keraguan dan kebimbangan. Hidup harus untuk orang lain, hidup harus memikirkan tangisan orang lain, hidup harus melihat penderitaan orang lain. Ini sebuah kesatuan yang akan membuahkan hasil yang sungguh mulia. Papua Merdeka, itu sudah harga mati. Salam.

*Sebuah Refleksi Untuk Mempersatukan Barisan dan Tekat



headerr

Baca Selengkapnya......

Berita Tertembaknya Melkias Agapa (38)

OCTHO- Aparat penegak hukum di Papua lagi-lagi berulah, setelah menembak mati Isak Psakor (16) warga Kampung kibai, kini giliran Melkias Agapa (38) warga Kabupaten Nabire di tembak mati di kediamannya KPR Siriwini Kabupaten Nabire pd pkl 15.00 wit.

Saksi mata di tempat kejadian mengukapkan bahwa sebelum korban di tembak mati, terlebih dahulu di gantung serta di ikat oleh 4 orang aparat kepolisian Resort Daerah Nabire. "saya menyaksikan dengan mata kepala, saudara saya di ikat dan di tembak oleh 4 orang aparat kepolisian berseragam lengkap" ungkap keluarga korban.

8 peluru jenis senjata AK-16 masih telah bersarang di sekujur tubuhnya. Mayat telah di serahkan ke Polres Nabire untuk di proses lebih lanjut.

Dalam arahan menyambut demo masa di Kepolisian Nabier, Kapolres NABIER AKBP Drs Rinto Djatmono mengakui bahwa anggota bersalah dan akan di proses sesuai hukum yang berlaku. "anak buah saya telah bersalah, dan kami akan betul-betul serius mengukap kasus ini" ungkapnya.

Sampai berita ini di turunkan, mayat masih berada di kepolisian Nabire. Keluarga korban dan masyarakat yang ikut berdomo telah mennggalkan mayat dan pulang kembali ke rumah masing-masing.


Sumber Foto: Koleksi Pribadi




headerr

Baca Selengkapnya......

Friday, June 19, 2009

Usaha Manusia Sia-Sia

OCTHO- Kalau diberi pertanyaan, apa yang dicari manusia di bumi ini? Tentunya semua kita akan menjawab mencari keselamatan di akhiran nanti bukan? Nah lantas yang menjadi pertanyaan berikutnya, usaha apa yang harus dilakukan oleh manusia untuk masuk ke surga nanti?

Pertanyaan iniyang pernah dilontarkan oleh seorang Pembina dalam sebuah diskusi rohani. Secara manusia yang belum paham betul dengan isi alkitab, kami semua team kelompok sel menjawab berbagai pertanyaan yang intinya alasan untuk kita bisa masuk ke surga nanti.

Menolong orang miskin, membantu anak terlantar, mengerjakan seluruh yang diperintahkan, mentaati seluruh isi firmannya, membantu papa mama ketika membutuhkan bantuan, taat pada guru kita disekolah, hormat-menghormat sesame anggota sahabat. Beberapa jawaban diataslah yang kami jawab untuk memberikan alasana untuk mengerjakan perbuatan agar kami bisa masuk ke surga nanti.

Tapi yang mengejutkan, kakak Pembina berbicara lain. Semua itu percuma dilakukan, karena sama sekalit tidak membawah kita kepada keselamatan. Kata Alkitab (tidak ingat persis dimana) bahwa semua manusia dibumi telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah jadi sangatlah tidak layak duduk bersama-sama dengan bapak diakhirat nanti. Bapa sendiri menghendakai mereka yang bisa bersama-sama degnan dia adalah mereka yang hidupnya sempuran atau 100% kudus.

Kalau bapa minta yang sempurna demikiaan, adakah manusia dimuka bumi ini yang sempurna? Elia yang terangkat hidup-hidup saja dalam firman Tuhan mengatakan dia juga masih banyak memilik dosa.

Nah yang menjadi pertanyaan, bagaimana kita bisa diselamatkan. Jadi saat adam dan hawa pertama kalai berbuat dosa hubungan antara manusia dengan Tuhan sudah putus. Sehingga manusia kalau mau ketemua ama papa disurga aja harus dengan susah payah. Bahkan pada saat malaikat Tuhan mengusir adam dan hawa dari taman eden itu merupakan awal dimana hubungan Tuhan dan manusia terpisah alias putus.

Tapi Allah berpikir lain. Allah tidak tinggal diam untuk tidak mencintai ciptaannya yang diciptakannya serupa denga gambarnya. Alla mengutus anaknya tunggal kedalam dunia ini, supaya bisa menutup segala kesalahan manusia yang diperbuat.

Saat yesus mati dikayu salib, semua dosa yang diperbuat manusia telah lunas dibayarnya. Sehingga manusia tidak perlua lagi bersusah payah dengan berbagai cara untuk mencari keselamatan. Tetapi dalam hal ini manusia tinggal percaya saja, maka akan diselamtakan. Berarti perbuatan baik apapun yang kita buat dibumi tidak akan membawah kita kepada keselamatan. Karena keselamatan hanyalah anugerah pemberian yang diberika secara Cuma-Cuma alias gratis, tinggal bagaimana manusia mau memnggunakan pemberiaan itu dengan sebaik-baiknya.

Bukan hanya itu saja, tapi masih banyak hal baru yang dibukakan dalam membentuk pola piker kami kepada kedewasaan dalam sisi kerohaniaan. Bahkan teringat juga saat kakak mengatakan kalau saja bapak tidak mengutus anaknya kedalam dunia ini, berarti kita manusia hidup didunia secara sia-sia. Tetapi mengakhiri pembicaraannya kak ini mengatakan secara tugas kita manusia adalah bagaimana cara kita menghargai dan menjaga pemberiaan yang tidak dia berikan untuk kita. Percaya saja, maka otomatis semua yang diperintahkan akan kamu lakukan, karena Allah telah bekerja didalam hati kita.

Wah…mengerti deh sekarang. Makasih yang kak, kami sangat paham dengan apa yang kak katakan. Tidak terasa 90 menit telah kami lewati dengan suasana yang bersahabat seperti ini. Bagi kami pertemua seperti ini, adalah pertemuan yang membuat kami semakin dewasa. Bukan dewasa dalam kerohaniaan saja, tetapi dalam segala hal.

Sumber Gambar:http://www.sarapanpagi.org/penebusan-dosa-keselamatan-di-dalam-tuhan-yesus-kristus-vt1790.html



headerr

Baca Selengkapnya......

Renungan Untuk Muda-Mudi

OCTHO- Menjadi pemenang dalam berbagai gejala perkembangan dunia yang tidak menentu bukanlah hal mudah. Apalagi kalau dalam hal ini menyangkut masa remaja yang sering kali dikatakan sebagai masa yang paling menyenangkan dari segala masa. Masa pencarian jati diri kata beberapa orang muda.

Karena berpikir demikian, sehingga tidak heran banyak anak muda lebih sering menghabiskan banyak waktu untuk berbagai hal duniawi, yang kenyataan tidak membuat seseorang menjadi berkembang.

Contoh nyata, anak-anak muda lebih senang mengunjungi tempat wisata pada hari minggi daripada pergi ke rumah-rumah Ibadah. Dan hal ini tentunya telah cukup membudaya di berbagai kalangan remaja, apalagi bagi mereka yang hidupnya tidak pernah terkontrol dari orang tua maupun Pembina.

Tidak sampai disitu saja, tetapi masih banyak praktek-praktek tidak menggembirakan yang dibuat oleh anak-anak muda. Mereka lebih sering dan suka dengar lagu dunia dibandingkan dengan lagi geraja atau lagu rohani. Ini sebuah realitas yang memang terjadi pada abad ke-21 ini.

Lantas yang jadi pertanyaan, Qua Vadis generasi muda diera in? Apakah mata hatinya telah tertutup dengan perkembangan zaman yang kian hari kian modern. Ataukah memang zaman menuntut untuk melakukan berbagai hal yang sangat konyol demikian. Semoga tidak menutup mata hati kita sampai menjadi buta.

Beranjak daripada itu perlu penyadaran dari orang tua sebagai pembimbing yang Tuhan allah telah karuniakan. Dan generasi muda pun perlu menyadari, bahwa melakukan hal-hal yang buruk bukanlah jalan untuk membawah kita menjadi orang yang berhasil.
Siapa dan bagaimana diri kita, di tentukan dari tindakan nyata yang kita buat sehari-harinya. Semoga kita bias menjadi orang yang teladan, dalam arus dunia yang kadang tidak memberikan teladan.


Sumber Gambar;http://mrnoxiousishere.blogspot.com/2008_01_01_archive.html



/span>

headerr

Baca Selengkapnya......

Sunday, June 14, 2009

Kami Ingin Bebas Selamanya

OCTHO- Intaian penjilat meresahkan batin,
Murkanya hati, tak dapat tersalurkan,
Kelamnya malam, menjadi bunga tidur
Gigitan nyamuk, menjadi sahabat sejati
Kami katakan, tidak ada kata nyerah

Tatapan bulan, memberi semangat,
Walau pengintai hampir serupa dengannya

Nyawa menjadi taruhan,
Singa-singa lapar selalu meronta
Kami tetap dengan tekad bulat katakan,
mereka hanyalah singa yang bergigi ompong

Kami ingin hidup bebas,
Kami ingin menikmati alam Papua
Kami ingin, dan ingin menjadi tuan di tanah ini

Satu agenda di tahun 2009
BOIKOT PEMILU DAN PILPRES
Satu hati, satu jiwa untuk mendukung semua ini
Kita harus mengakihi segalanya,

Gigitan nyamuk, tatapan bulan, intaian singa lapar
Hanyalah penderitaan sementara.
Kami ingin bebas SELAMANYA.


Minggu Malam, Pukul 22.00 Wit, 13 April 2009
Distrik Sentani Barat, Kertosari




headerr

Baca Selengkapnya......

Thursday, June 11, 2009

Pertanyaan Untuk Otsus?

OCTHO- Apa yang telah dihasilkan dengan kehadiran Otonomi Khusus (Otsus) selama 8 tahun di bumi cendrawasih? Apakah Otsus membawah perubahan untuk rakyat Papua? Apakah Otsus mendewasakan rakyat Papua? Apakah Otsus telah mengubah draf atau angka kemiskinan yang sangat tinggi di Papua (hampir 89%) Atau justru Otsus membuat orang Papua buta mata hatinya terhadap realitas keberadaan dunia yang sangat mencekam.

Sesuai cita-cita dan tujuan utama kehadiran "gula-gula" ini, Otsus seharusnya membawah perubahan dan angin segar untuk rakyat Papua. Karena Otsus sendiri di klaim sebagai pemberi solusi akhir yang bisa merubah wajah Papua, hal inipun adalah klaim dari Jakarta dan antek-anteknya. Dengan kehadiran baranG ini, akan timbul beberapa pernyataan yang turut di ragukan keberadaannya.

Dimana banyak orang yang mengatakan begini dengan kehadiran Otsus. (1) Sudah ada trilyunan rupiah dikuncurkan ke saku pejabat dan departemen di Tanah Papua; (2) Sudah ada banyak Kabuptan dan Dua Provinsi di Tanah Papua dengan sudah banyak Batalion, Polres, Polsek, Korem, Yonif dan Pegawai Negeri dari Jawa-Sumatera sudah banyak didrop kesana untuk membangun Papua Barat; (3) Sudah banyak pesawat Pemda yang dibeli oleh Pemda sendiri untuk dipakai demi melancarakan akses TNI/Polri ke pelosok Tanah Papua; (4) Sudah banyak jalan raya yang dibangun menghubungkan berbagai wilayah untuk mendrop pasukan TNI/Polri dalam mengejar dan membunuh rakyat Papua; (5) Sudah bayak pejabat Papua mengenal Tanah Jawa dan merumahkan banyak isteri di Jawa yang selama ini perlu duit dari Tanah Papua, dan seterusnya.

Apa benar beberapa pernyataan di atas adalah gambaran atau jawaban dari keberhasilan Otsus di Papua. Jawaban sungguh ironis dan sangat gombal. Karena berdasarkan analisa dari pernyataan diatas, Otsus telah mengarahkan orang Papua kepada pertikaian atau menciptakan imits tanah Papua sebagai zona darurat. Tanah Papua sebagai tempat konflik.

Walau bagaimanapun, Otsus akan tetap diterima oleh orang Papua. Karena orang Papua bukanlah pemberontak seperti klaim yang selalu pemerintah pusat berikan. Tidak mungkin seorang bayi telah lahir ke Papua, dan orang Papua menolak kehadiran bayi itu, walau bayi itu membawah malapetaka.

Dan orang Papua saat ini mash menunggu sampai bayi itu bertumbuh dan berkembang menjadi dewasa, dalam waktu yang tidak begitu lama bayi itu akan dikembalikan pada mereka yang telah memberinya. Karena memang bayi itu tidak pernah diharapkan untuk lahir di Papua.

Bukannya menolak, tetapi orang Papua lebih mencintai kehidupan yang membebaskan. Dan orang Papua sadar, kalau bayi ini tidak membebaskan orang Papua, tetapi membelenggu orang Papua. Dan bayi ini disadari juga, sebagai malapetaka yang semakin menyudutkan orang Papua.

Orang Papua adalah manusia berbudaya yang paham akan hukum, peraturan dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan penerimaan kehadiran Otsus walau terpaksa, adalah salah satu buktinya. Orang Papua sangat paham, bahwa Otsus tidak membawah sedikit-pun perubahan untuk orang Papua. Mencintai kedamaian, keamanan dan norma-norma adat adalah prinsip orang Papua. Walau beberapa klaim mengatakan orang Papua tidak seperti demikian.

Mungkin ini hanya sedikit catatan kusam yang perlu untuk di diskusikan. Karena ini juga menyangkut masa depan, harkat, derajat dan martabat orang papua sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia dan hakiki. Semoga bisa terjawab.




headerr

Baca Selengkapnya......

Thursday, June 04, 2009

Keterpurukan Orang Asli Papua di Era Otsus

OCTHO- PAPUA mungkin salah satu daerah yang paling terpuruk. Semua keterpurukan itu sungguh membuat hati sangat miris. Dan semua keterpurukan itu membuat orang asli Papua semakin dikucilkan dari berbagai perkembangan. Rakyat jelata hanya bisa melihat dan menerima segala kenyataan tersebut dengan hati yang sungguh terluka.

Lihat saja di sektor pendidikan. Sektor penting ini diharapkan dapat menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan berkompeten, agar nantinya bisa mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki demi kemajuan dan perkembangan Papua. Tapi, itu hanyalah harapan-harapan kosong. Sebab, kenyataan berbicara lain. Pendidikan selalu dijadikan ajang bisnis. (Eko Prasetyo: 2007)

Kualitas dan kuantitas pendidikan Papua paling buruk jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Dana yang dialokasikan untuk sektor pendidikan memang cukup besar jumlahnya. Baik bersumber dari APBD maupun Otonomi Khusus (Otsus). Namun realisasinya sama sekali tidak pernah memberikan manfaat bagi rakyat kecil yang betul-betul membutuhkan dana tersebut.

Dalam hal ini, pemerintah Provinsi Papua bersama dinas terkait (Dinas Pendididikan dan Pengajaran) yang harus bertanggungjawab. Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua mesti mereview kembali seluruh anggaran pendidikan yang digunakan semana-mena, juga dugaan digunakan untuk kebutuhan oknum tertentu. Karena buntut dari semua itu, yang kena imbasnya adalah rakyat kecil.

Penggunaan dana pendidikan yang terstruktur dan proteksi adalah kunci utama maju dan berkembangnya pendidikan di Tanah Papua. Ketika hal ini mulai dilaksanakan dengan baik sesuai kebutuhannya, bukan tak mungkin pendidikan kita di Papua akan maju. Sehingga menciptakan orang-orang hebat dengan kemampuan dan skill yang tak perlu diragukan lagi, demi pembangunan daerah dan manusia Papua ke depan.

Berikutnya sektor perekonomian yang selama ini menjadi tulang punggung kesejahteraan masyarakat Papua pun sama nasibnya. Semestinya orang Papua menguasai perekonomian di daerahnya, sanak-saudara mereka yang hidup dan tinggal di kampung-kampung juga dapat diberdayakan. Tapi semua itu khayalan belaka. Orang luar Papua lebih banyak diberikan kesempatan oleh pemerintah (provinsi maupun kabupaten) untuk memegang kendali perekonomian Papua.

Imbasnya, orang asli Papua hanya menjadi penonton setia di negerinya sendiri. Perkembangan perekonomian orang Papua tidak juga membaik. Ini sudah pasti karena semua dipegang oleh pendatang. Sama sekali tak diberikan ruang gerak kepada warga pribumi. Padahal Otonomi Khusus (Otsus) mengamantkan bahwa orang asli Papua harus diberdayakan dengan segala keunggulannya, sehingga pembangunan yang merata bisa dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat yang ada di Tanah Papua.

Dinas Perekonomian dan sektor menengah kebawah Provinsi Papua hendaknya tidak melupakan kenyataan demikian. Penyusunan perkembangan ekonomi harus tertata baik. Berikan lapangan pekerjaan yang layak kepada warga asli agar ada rasa memiliki yang kian tumbuh dalam diri orang Papau. Sehingga kepedulian mereka untuk membangun daerahnya pun ada, sekalipun itu bukan sebuah pekerjaan besar yang mereka lakukan.

Hal ini juga tentu menciptakan hubungan yang relatif akur antara warga asli dan pendatang. Dan bukan tidak mungkin, ketika mereka saling bahu-membahu memegang perekonomian, kesejateraan rakyat Papua akan dirasakan walaupun butuh waktu yang sangat panjang dan ini juga penggenapan dari implementasi Otsus itu sendiri.

Yang lebih parah adalah sektor kesehatan. Setiap tahun angka kematian bayi bertambah, penderita dan pengidap HIV/AIDS pun semakin hari terus meningkat. Bahkan memang betul, angka kematian tertinggi di Indonesia adalah Papua (data tahun 2008).

Muncul pertanyaan, dana APBD dan Otsus yang bunyinya besar itu dikemanakan? Selama ini dana-dana tersebut hanya menjadi simbol dan lambing saja. Dana untuk perawatan, sosialisasi, dan pencegahan HIV/AIDS di Papua paling besar jumlahnya dibandingkan daera lain di Indonesia. Belum lagi anggaran cukup besar dari beberapa negara asing di luar negeri yang digelontorkan bagi Papua. Dana tersebut diberikan agar kesehatan di Papua bisa terkontrol dengan baik, sehingga pembangunan manusia Papua bisa diperhatikan. Tapi faktanya? Ya, di lapangan ceritanya jadi lain.

Menyadari pentingnya kesehatan, seharusnya Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Kesehatan harus bekerja ekstra keras untuk menangani masalah kesehatan. Harapan masyarakat Papua dengan hadirnya Undang-Undang Otonomi Khusus hanyalah harapan-harapan konyol, karena tidak pernah menjawab kerinduannya.

Selain dinas Kesehatan, beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ada di Papua pun mempunyai fungsi dan peran yang sama. Selama ini, dana APBD dan Otsus yang bunyinya ratusan milyar, sebaiknya jangan digunakan untuk hal-hal yang tidak perlu. Sebab rakyat kecil jugalah yang akan jadi korban akibat pemakaian dana yang tidak tepat sasaran.

Komisi Penanggulangan AIDS, Primari serta beberapa LSM yang bergerak di bidang HIV/AIDS di Papua harus menunjukan efisiensi kerja. Agar rakyat bisa melihat dari dekat apa yang sedang dilakukan dan sekaligus dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

Ketika Dinas Kesehatan dan beberapa LSM serta masyarakat saling berpengertian dalam menangai masalah kesehatan, Papua akan menjadi daerah yang aman dan tenteram karena kesehatan sangat terjamin, dan sudah tentu hal itu yang kita inginkan bersama.Sektor lain yang paling mencolok di Papua adalah sektor sosial kemasyarakatan. Rakyat Papua sangat mendambakan kehidupan yang aman, sejahtera dan sentosa. Agar mereka dapat berperan aktif juga dalam memajukan daerahnya dari segala ketertinggalan.
Itu pun tinggal kenangan. Sebab, orang asli Papua selalu terpinggirkan.

Kalau diamati secara detail, bisa kita saksikan penduduk asli Papua hidupnya di daerah pinggiran kota. Padahal merekalah yang punya tanah, sumber daya alam serta berbagai kekayaan yang ada semenjak leluhur. Dimana-mana muncul bangunan, toko, kios, pasar swayalan, mall. Punya siapa? Semua bukan milik orang Papua. Orang asli bagaikan pendatang diatas tanahnya sendiri.

Pemerintah daerah melalui Dinas Sosial tak pernah memberikan tempat yang layak bagi warga tinggal, ketika tanah adat mereka dirampas oknum tertentu dengan bayaran beberapa lembaran uang yang sifatnya semu atau sementara. Rakyat sangat membutuhkan sentuhan, ketika mereka sedang terpuruk dan merana.

Jawaban yang pasti dari pemerintah sangat mereka tunggu-tunggu. Ketika dinas terkait yang menangani hal ini memberikan perhatian yang pasti, bukan tidak mungkin kepercayaan diri mereka akan bertumbuh. Sehingga beberapa masalah sosial yang muncul di masyarakat akan berkurang.

Salah satu faktor utama timbulnya beberapa persoalan sosial di masyarakat adalah karena pemerintah tidak pernah memberikan kepercayaan yang pasti kepada mereka. Dan saya yakin, beberapa masalah itu akan segera berakhir.

Keterpurukan di semua aspek kehidupan itu akan segera berakhir dengan sendirinya, apabila pemerintah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) tetap konsisten mematuhi segala aturan dan tata tertib perundang-undangan. Salah satunya Undang-Undang Otonomi Khusus. Hadirnya UU Otsus seharunya sudah bisa menjawab kerinduan orang Papua. Karena sangat jelas, beberapa poin yang tertera didalamnya telah nyata-nyata akan membantu dan mendongkrak segala ketertinggalan di Papua.

Paket Otsus itu sendiri diberikan pemerintah pusat dengan tujuan utama membantu Papua bangkit dan bersaing dengan daerah lain di Indonesia dengan memanfaatkan berbagai kelebihan yang ada di daerah. Dengan hadirnya Otsus, orang Papua lebih diberikan kesempatan untuk memimpin, mengarahkan, dan mengendalikan daerahnya ke arah yang lebih baik untuk kesejahteraan dan kestabilan daerah.

Tetapi semua harapan rakyat Papua dengan datangnya Otsus hanyalah angan-angan semata. Karena birokrat (pejabat) tidak paham dan mengerti persoalan utama yang dihadapi masyarakat. Ini terjadi karena para pejabat sudah keenakan, hidupnya terjamin, tak ada kekurangan, sehingga mereka lupa dengan jeritan rakyat kecil. Bisa jadi karena sejak kecil para birokrat hidup di tengah situasi keluarga yang sangat menjanjikan (kaya), sehingga tak nampak rasa kemanusiaan dan tanggung jawab yang tumbuh dari sanubari hati mereka.

Begitu pula dengan DPRD. Kinerjanya tak jauh berbeda. Sebagai lembaga legislatif yang
mempunya fungsi untuk menyalurkan seluruh kebutuhan rakyat, hanyalah topeng belaka. Fungsi sebagai wakil rakyat tak nampak secara maksimal.

Mantan Presiden Amerika Serikat, Abraham Linncol, pernah berkonsepsi “Pemerintah ada dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat”. Memang, rakyat mempunyai fungi dan peran penting dalam memajukan berbagai keunggulan yang dimilik rakyat. Makanya lembaga DPRR mesti melaksanakan tugas fungsi secara jelas dan terstruktur, agar rakyat bisa hidup aman, sejahtera dan sentosa.

Mencermati segala persoalan yang ada, saat ini kita melihat siapa calon legislatif yang duduk di DPR(D) nanti. Sebab melalui mereka, segala aspirasi rakyat yang selama ini diabaikan dapat dijawab. Rakyat jelata percaya dan menaruh harapan agar pergumulan hidupnya disuarakan dan mendapat tempat di hati pemerintah.

Kita ketahui, Pemilihan Umum (Pemilu) telah dilaksanakan beberapa waktu lalu. Cuma persoalannya, adakah itikad baik dari anggota dewan untuk bisa memperjuangkan nasib rakyat yang kian terlantar di Bumi Cenderawasih ini? Papua pasti bisa! salam. (Penulis adalah Jurnalis lepas di berbagai media masa di Papua)

Sumber Gambar: http://www.melanesianews.org/spm/uploads/petiostus.gif



headerr

Baca Selengkapnya......

Wednesday, June 03, 2009

Pembentukan UU Papua, Solusi Untuk Rakyat Papua


OCTHO- sebagai orang asli Papua yang lahir dan dibesarkan di tanah Papua, hati ini begitu miris setiap kali membaca ataupun melihat berita-berita terkait dengan pembubaran secara paksa yang seringkali ditindaklanjuti dengan penangkapan oleh aparat keamanan terhadap para pendemo di Papua. Selain itu para pendemo juga acap kali di jatuhi hukum tanpa di akomodir oleh badan hukum yang jelas.

Betapa tidak, di bagian barat dari negara yang sama, yang namanya bendera, lambang daerah, bahkan lagu “kebangsaan” diluar dari bendera, lambang daerah dan lagu kebangsaan resmi bangsa ini dapat diakomodir. Jikalau di barat boleh, mengapa tidak di Papua? Ini yang menjadi pertanyaan serius yang harus di jawab bangsa dan Negera ini.

Konstitusi yang tentu saja masih berlaku di negeri ini menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum. Ini berarti menyatakan bahwa warna kulit, agama, jenis rambut, pangkat dan kedudukan, status social, dan sebagainya, bukan merupakan penghalang bagi seseorang atau sekelompok orang apalagi sebuah suku bangsa untuk mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum di bumi pertiwi ini.

Tetapi kadang kala konstitusi hukum yang di berlakukan di negeri ini tidak pernah di perhatikan keberadaannya. Bahkan tidak banyak juga yang sering kali melanggar hukum konstitusi yang telah mereka buat sendiri. Yang sekaligus dengan hal ini, menimbulkan berkurangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum di negeri ini.

Penanganan secara represif terhadap berbagai gejolak yang timbul di satu daerah sudah bukan saatnya lagi. Karena hal ini justru akan membuat kondisi yang semakin tidak kondusif bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat. Diperlukan sebuah pendekatan yang tidak bisa dikatakan baru lagi terhadap gejolak-gejolak yang timbul di Papua (baca: persuasive). Sebab bagaimanapun juga, suatu saat pelanggaran terhadap HAM yang seringkali terjadi dan seakan-akan diabaikan di daerah ini justru akan menjadi boomerang bagi keutuhuan NKRI sendiri.

DR. Indah Harlina, SH, MH dalam kata pengantarnya sebagai penyunting dalam buku Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menyebutkan bahwa keberadaan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh merupakan sebuah resultante dari sejarah panjang perjuangan dan pergolakan politik di bumi Nanggroe Aceh Darussalam. Tidakkah hal yang sebut saja “sama” (baca: UU Tentang Papua bukan sekedar Otsus) saat ini juga dibutuhkan bagi solusi terhadap berbagai konflik kekerasan yang terus berkepanjangan di Papua.

Mengapa keberadaan UU Tentang Papua itu penting? Ada beberapa alasan yang mendasari penulis untuk mengemukakan pendapat ini:

Pertama: Jikalau melihat tingkat “pencapaian” yang berhasil dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu (baca; Benny Wenda Dkk) sehingga pada bulan Oktober 2008 yang lalu kita semua dikagetkan oleh berita tentang peluncuran International Parlementarian for West Papua (IPWP) dilakukan di House of Commons, 15 Oktober 2008, di London dan pada bulan April 2009 kemarin kita juga dikagetkan dengan pelucuran International Lawyer for West Papua di South Amerika, 3-5 April lalu, seharusnya sudah menjadi warning tersendiri bagi Pemerintah Indonesia untuk lebih serius terhadap masalah Papua.

Jangan sampai terulang kembali seperti dalam kasus lahirnya UU Pemerintahan Aceh (UU PA), dimana Pemerintah Indonesia secara terpaksa harus duduk bersama dengan pihak-pihak tertentu untuk membicarakan masalah dalam negeri, dan kesannya seperti kita di dikte oleh negera lain. Dalam hal ini penulis sangat setuju jika pemerintah pusat sedikit proaktif dan tidak berperan sebagai pemadam kebakaran, yang dikatakan pekerjaan memalukan.

Kedua, dalam rangka mengambil hati orang Papua yang bisa dikatakan tidak sedikit (baca: banyak) yang telah hilang kepercayaannya, pemerintah perlu segera melakukan reevaluasi terhadap keberadaan UU Otsus yang oleh banyak kalangan dikatakan telah gagal. Berbeda dengan keberadaan UU PA, karena keterlibatan (baca: campur tangan) dari pihak luar itu begitu jelas dan kental, sehingga hal ini secara tidak langsung membuat Pemerintah nampaknya dipaksa untuk segera mengimplementasikan hal-hal yang sudah diatur dalam UU tersebut.

Ketiga, meskipun bisa dikatakan kecil, tetapi kekecewaan yang telah berurat berakar di kalangan generasi muda Papua sehingga tidak sedikit yang masih memiliki asa yang meskipun terpendam untuk merdeka itu perlu diresponi secara positif. Kita lupa bahwa mungkin saja kebakaran besar yang terjadi di Australia beberapa bulan lalu hanya disebabkan oleh sebuah puntung rokok yang secara sengaja atau tidak telah dijatuhkan oleh seseorang. Untuk itu, sebelum gejolak ini terus berkepanjangan, perlu segera dicari solusinya. Dimana solusi yang bisa menjawab dan menjamin segala kerinduan orang Papua yang selama ini terabaikan.

Karena bukan tidak mungkin, ketika hal ini diperhatikan secara serius. Maka tingkat kepercayaan rakyat Papua terhadap NKRI akan semakin bertumbuh. Karena selama ini, penyebab utama ketidakpuasan rakyat Papua terhadap NKRI karena segala kebijakan yang tidak pernah menjawab segala kerinduan orang Papua. Dan dimana orang Papua berada pada posisi yang dirugikan (baca: dikecewakan) oleh segala kebijakan itu.

Keempat, perlunya evalusi menyeluruh terhadapa kinerja Majelis Rakyat Papua (MRP) yang dikatakan hampir sebagian rakyat Papua bahwa bekerja setengah hati. Banyak pengamat baik dari LSM, bahkan aktivis sendiri menyatakan kekecewaana terhadap kinerja MRP yang kalang kabut, dimana mereka mengatakan bahwa penyebab utama kegagalam MPR adalah Intervensi menyeluruh yang dilakukan pemerintah pusat terhadadap kinerja mereka.

Hal ini juga menjadi peringatan penting untuk Pemerintah Indonesia, karena pemerintah sendiri yang telah membuat tingkat kepecayaan masyarakat Papua menurun. Dan ini perlu dikaji secara mendalam, kalau tetap mengigingkan rakya Papua berada dalam wilayah keutuhan NKRI. Otsus dan MRP yang dibentuk tidak pernah memberikan solusi kepada rakyat Papua , malahan menimbulkan gejolak yang mendalam.

Kelima, perlu memberikan kepercayaan yang mendalam terhadap masyarakat Papua untuk memberdayakan tanah kelahirannya secara menyeluruh. Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua bukanlah jawaban semata wayang untuk menjawab hal itu, karena sampai sekarang banyak orang Papua yang harus merenung nasib, karena tidak pernah diberkan kepercayaan oleh pemerintah Pusat melalui perpanjangan tangannya Pemerintah daerah setempat.

Kadang kala, orang Papua di anggap sebagai makhluk lemah yang tidak berdaya dan tidak mampu bekerja, padahal tidak sedemikian. Sudah barang tentu, imits ini menambah tingkat ketidakpuasan rakyat Papua terhadapa pemerintah Indonesia. Sudah tentu, hal ini menimbulkan orang Papua untuk berteriak bebas (baca: merdeka) dari pangkuan NKRI.

Kelima hal yang dipaparkan secara blak-blakan diatas adalah solusi kongkrit yang bisa penulis berikan untuk menjadi acuan yang mendalam untuk Pemerintah Pusat melalui perpanjangan tangannya pemerintah daerah setempat disetiap Kabupaten di Papua.

Penulis tidak bermaksud menghakimi pemerintah sebagai wakil Tuhan yang bekerja setengah hati, tapi penulis di sini bertidak sebagai hamba Allah yang bekerja menegakan kebenaran, keadilan dan memberikan solusi untuk kesejahteraan masyarakat Papua yang kita cinta bersama saat ini.

Semoga beberapa hal diatas menjadi pertimbangan yang mendalam bagi semua instansi yang terkait. Karena saat ini seluruh masyarakat yang hidup di tanah Papua mebutuhkan solusi yang bisa menjawab segala tangisan itu. Berakhir dan tidaknya segala tangisan itu, tergantung dari setiap kebijakan dan keputusan yang Pemerintah Pusat tentukan. Semoga solusi diatas menjawab kerinduan orang Papua yang selama ini di abaikan.

Sumber Foto:
http://f3nn.wordpress.com/




headerr

Baca Selengkapnya......

Tuesday, June 02, 2009

Oktavianus Pogau: Ngajarin Pejabat Bikin Blog! (2)


Papua - Meski terisolasi dengan kecanggihan teknologi. Okto tak pernah menyerah untuk terus belajar. Bayangkan...untuk membuka internet 1 jam saja, ia harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 10.000. Langkah yang diambilnya ini, akhirnya membuahkan hasil. Belajar internet sendiri dan akhirnya bisa membuat blog, membuatnya banyak penghargaan dari dinas pemerintahan. Bahkan, ada yang minta diajarin.

Harus Bekerja, Agar Bisa Belajar Internet!


Okto mengenal internet sejak kelas 1 SMP. Sekitar tahun 2005, saat ia duduk di bangku SMP kelas 2, Okto mulai menyukai dunia internet karna gurunya sering bercerita, bahwa internet adalah jendela dunia. Meski harga warnet per jam sepuluh ribu, Okto tetap berjuang agar bisa belajar internet.

Nggak hanya harganya yang mahal. Jarak yang sangat jauh, harus ia tempuh untuk singgah ke warnet satu-satunya yang ada di Nabire. Dengan cara membantu orang bekerja apa aja, Okto bisa mendapat uang saku tambahan untuk belajar internet. Jika ada di warnet, okto bisa-bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk belajar membuat blog.

Karna kegigihannya, Okto bisa membuat weblog. Bahkan ia juga terlibat dalam pembuatan beberapa punya yayasan PESAT. Beberapa media massa yang ada di Papua juga sempat meminta Okto untuk membantu websitenya, namun kadang di tolaknya karena berbagai kesibukan sekolah. Ia juga pernah membantu bikin web untuk ajang kebudayaan Papua secara Otodidak. Emang sih sederhana, tapi mendapat penghargaan dari banyak kalangan termasuk pemerintah Papua.

Kini, ia tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk ke warnet. Karna Okto sudah bisa mengakses internet 24 jam free, dari asramanya. Jarak antara asrama dan sekolahnya sangat berdekatan. Suatu saat, sekolahnya memasang jaringan internet dari Dinas Pendidikan. Sehingga cukup memasang hotspood guna akses internet secara gratis. Ia mengakui, kalo semua ini tak lepas dari doa-doanya setiap hari, yang menginginkan adanya suatu perubahan, agar ia bisa belajar lebih baik lagi.

Karna fasilitas ini, dia lebih terpacu lagi untuk belajar. Sudah banyak orang yang ia ajari. Dari mulai teman-temannya, termasuk orang-orang yang lebih tua darinya. Bahkan Mahasiswa, sampai pejabat di pemerintahan pun ia ajarin internet dan dibuatkan blog. Siapapun yang datang minta tolong, pasti diajarin tanpa dipungut biaya. "Aku akan ngajarin mereka sampai paham benar, jadi nggak ketinggalan zaman." Katanya penuh semangat!

Berkembang Dengan Keterbatasan.......

Pernah Okto merasa jengkel dengan segala keterbatasan yang ada di lingkungannya. Sulitnya menjumpai warnet, bahkan perpustakaan sebagai media informasi membaca buku, tidak ia temui di sana. Namun di saat-saat seperti itulah, ia berusaha untuk menunjukan kepada dunia, bahwa dirinya yang ada di Papua, tidak jauh tertinggal dengan teman-teman yang ada di berbagai pelosok tanah air.

Hal ini mendorongnya untuk memacu teman-temannya yang lain, disaat mereka mengeluhkan minimnya fasilitas. "Saya selalu memotivasi beberapa teman, agar mereka tidak memikirkan fasilitas sebagai penghambat untuk berkembang. Berkembang dengan kekurangan itu lebih menyenangkan, daripada berkembang dengan fasilitas yang

berlebihan." Justru keterbatasan itulah yang membuat Okto semakin maju. Belum tentu, kemudahan teknologi, bisa memacu orang untuk terdorong belajar dan berusaha.

Ia mengharapkan, agar generasi muda tidak menjadikan keterbatasan sebagai penghambat untuk berkembang! "Fasilitas dan sarana, bukanlah tolak ukur utama untuk kita menjadi orang hebat. Tapi kemampuan dan kemauanlah yang mengarahkan hati nurani kita untuk keluar dari semua kekurangan itu, dan menjadikan kita sebagai orang hebat. Selagi muda, kerjakanlah hal yang bermanfaat dan luar biasa. Be history maker for Indonesia!" Itulah pesan Okto. (*/ Bb/ Tt)

Tulisan ini menjadi Profile di Majalah Rohani Pemuda Indonesia, T-MORE yang terbit setiap bulan.


Foto saat bersama dengan seorang Jurnalis dari Media T-MORE.


http://www.tmore-online.com/tmore/content/rubric/21/150



headerr

Baca Selengkapnya......

Oktavianus Pogau : Ngajarin Pejabat Bikin Blog! (1)


Papua - Di tengah keterbatasan, justru berprestasi....itu luar biasa! Oktovianus Pogau, salah satu teman kita dari Papua yang udah terjun di bidang Jurnalistik ‘en pernah belajar internet sendiri. Sering diminta mengajari teman-teman, mahasiswa, bahkan pejabat untuk membuat blog. Remaja yang duduk di kelas 11 SMA Kristen Anak Panah, Nabire ini, punya semangat tinggi untuk membangkitkan Papua dari ketertinggalan.

Inilah kisahnya.....



Orang Tua Meninggal, Tetap berprestasi!


Dibalik prestasinya yang cemerlang. Oktavianus Pogau yang sering dipanggil Okto ini, menyimpan kenangan sedih tentang kedua orang tuanya. Tidak hanya berjuang melawan keterbatasam teknologi yang ada di Papua. Namun dia harus berjuang untuk meninggalkan masa lalunya yang mempunyai kenangan yang menyedihkan.

Dulunya, ayah kandung Okto adalah seorang kepala suku di lingkungannya. Ayahnya memiliki 7 istri. Melihat keadaan tersebut, kakaknya yang sudah terlebih dahulu menjadi pembina di Asrama PESAT yang didirikan oleh Ev Daniel Alexander, mengajaknya untuk tinggal di asrama.

Jarak antara asrama dan keberadaan orang tuanya sangat jauh. Untuk bertemu dengan orang tuanya, Okto harus menggunakan pesawat kecil milik Mission Avation Felowship (MAF) salah satu yayasan misi yang bekerja di Papua. Akibat jarak yang jauh, Okto kehilangan komunikasi dengan orang tuanya. Terkadang...Okto merasa kangen dengan mereka. Namun, ia hanya mendapat pelukan orang tua, hanya sebatas angan.

Suatu saat, Okto diberitahu kalo ayahnya meninggal saat dirinya kelas 5 SD. Padahal, ayahnya sudah meninggal sejak ia kelas 1 SD. Tak lama kemudian, ibunya menyusul. Okto diberitahu tentang kematian ibunya saat kelas 3 SMP. Padahal, ibunya sudah meninggal saat ia duduk di kelas 5 SD. Marah, sedih, kecewa yang dirasakan! Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa, dan hanya berserah. Demi sekolah, ia harus meninggalkan keluarga, dan itulah perjuangan hidupnya! Dia bisa belajar arti hidup yang sesungguhnya!

Pikiran! Itulah yang terus membuat Okto berjuang! Kerapkali kesedihan menghantuinya. Okto berusaha mengalihkan pikiran itu menjadi suatu respon yang baik. "Rencana Tuhan itu indah!" Inilah yang selalu ia ijinkan ada dipikirannya, sehingga Okto bisa bangkit dan kembali melanjutkan sekolahnya!

Cita-citanya menjadi dokter agar bisa membantu masyarakat Papua, pernah ia rindukan sewaktu SMP. Namun saat beranjak SMA, ia tergugah untuk menjadi seorang diplomat yang bisa mendongkrak berbagai sektor di Indonesia, terutama di Papua. Ia memiliki kerinduan, dipakai Tuhan sebagai jawaban bagi orang yang memerlukan.

Okto mulai menorehkan prestasi saat duduk di bangku SMP kelas 2. Saat itu ada kegiatan mading di sekolah. Ia tergugah untuk menanggapi topik tentang lumpur Lapindo. Tak disangka, tulisannya mendapat acungan jempol teman-teman dan gurunya. Bahkan tulisan-tulisannya, sempat di bawah oleh Ketua Yayasan Pesat ke Jakarta. Dari situlah ia menyadari, kalo dirinya mempunyai talenta menulis.

Seiring waktu, tulisannya juga sering dimuat di media massa. Kemudian, ia mengikuti beberapa lomba mengarang tingkat pelajar SMP se-Kabupaten Nabire. Juara satu pun ia dapatkan! Saat duduk di bangku SMA, ia terus mengikuti lomba mengarang tingkat pelajar SMA se-Kabupaten. Juara satu kembali ia dapatkan!

Sampai saat ini, ia aktif memberikan tulisan dan liputan di Papua Pos dan Kabar Papua. Ia juga sempet dipercaya jadi editor yang mengizinkan sebuah berita dimuat atau enggak. Puji TUHAN, sekolahnya nggak terganggu. Itulah suatu bukti, bahwa kehilangan orang tua yang dikasihinya, tak akan membuat Okto meratapi nasib dan berhenti berjuang. Tekadnya, tak hanya berprestasi, namun mengangkat Papua dari ketertinggalan! (*/ Bb/ Tt)

Sumber Majalah Remaja dan Pemuda Indonesia, T-MORE

Foto ini di ambil saat ikut Pelatihan di Kaliurang-Yogyakarta

http://www.tmore-online.com/tmore/content/rubric/21/149


headerr

Baca Selengkapnya......

Monday, June 01, 2009

Potret Kehidupan Dalam Gambar





















headerr

Baca Selengkapnya......