Friday, January 22, 2010

Dialog Nasional Tidak Jelas

OCTHO- Banyak orang berpendapat bahwa dialog nasional (baca; Jakarta-Papua) tidak jelas. Dan terkesan hanyalah “perundingan” yang memberi sebuah harapan tidak pasti untuk rakyat Papua. Dialog sendiri adalah taruhan “harga diri” antara penguasa (Jakarta) dan yang di jajah (Rakyat Papua), siapa yang mempunyai daya tawar yang kuat, sudah pasti dia yang akan menang. PBB harus di libatkan dalam dialog ini, kalau tidak, jangan harap dapat menyelesaikan konflik di Papua.

Beberapa waktu lalu dalam tulisan saya yang sebelumnya dengan judul “Quo Vadis Dialog Jakarta-Papua” telah menguraikan panjang lebar tentang arah dari dialog ini yang nantinya tidak jelas, penguraian tersebut di maksudkan agar mereka (fraksi, organ, lembaga, serta individu) yang selama ini begitu pro bahkan begitu tergiur dengan agenda dialog nasional ini dapat memberikan kepastian tentang kemana akhir dari dialog itu. Dimana menyatakan, orang Papua akan berada di posisi mana setelah dialog itu terselenggara.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui kajian yang di lakukan oleh Muridan Widjojo, dkk dalam Papua Road Map (PRM) boleh saja menyatakan bahwa dialog nasional adalah solusi akhir untuk rakyat Papua. Dan kata mereka, sudah pasti menyelesaikan berbagai persoalan di Papua (di rumuskan dalam empar persoalan pokok).

Empat permasalahan pokok, yaitu, pertama; marjinalisasi dan diskriminasi terhadap orang asli Papua, kedua; kegagalan pembangunan di Papua, ketiga; adanya kontradiksi pemahaman sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Jakarta dan yang keempat; pengalaman sejarah panjang kekerasaan politik di Papua.

Dr. Neles Tebay juga berpendat sama dengan LIPI, tapi yang berbeda hanya saja pater Tebay tidak menyinggung masalah yang paling urgent, apalagi soal integrasi Papua ke dalam NKRI melalui rekayasa PEPERA 69 yang mana telah di pastikan bahwa cacat hukum dan moral. LIPI mungkin sedikit berani untuk mengukap akar persoalan Papua dari pada pater Tebay. Keberanian dalam kajian LIPI sempat teruji dengan hadirnya salah satu buku yang menanggapi kritis ungkapan LIPI dengan judul “Integrasi Telah Selesai” dimana hasil rangkuman tulisan dari berbagai orang Papua yang selama ini begitu pro dengan Indonesia.

Penulis sempat ikut peluncuran buku ini di Gedung University Club (UC) UGM Jogja, lantai II. Yang hadir menjadi pembicara saat itu seperti Nick Messet, Djopari, serta M.Idrus dan hadir juga beberapa peniliti dari Walhi. Yang mereka bicarakan sama, dimana INDONESIA harga mati, bahkan ada diantara ketiga orang ini yang berpendapat, bahwa tidak perlu diadakan dialog Jakarta-Papua. Kesimpulan dari saya saat itu, mereka hanya bikin air tambah kabur alias ciptakan konflik di Papua dan terkesan menyalahkan orang Papua. Sudah jelas ada yang seting atau mengatur “kampanye” terselubung yang mereka lakukan untuk kepentingan mereka, dan kepentingan pihak yang sedang mereka juangkan.

Selain itu, West Papua National Coalition For Liberation (WPNCL) boleh menyatakan tekad mereka untuk mensukseskan agenda nasional, hal ini terungkap dengan beberapa kali hasil rapat maupun pertemuan besar yang diadakan oleh orang-orang kepercayaan di tubuh WPNCL sendiri, bahkan dalam pertemuan-pertemuan mereka sempat di hadiri oleh beberapa orang, salah satu diantaranya adalah Prof. Damien Kingsburry pimpinan Partai Buruh Negara Bagian Victoria, beliau juga sempat menjadi mediator dan negosiator antara Aceh dan Indonesia di Helsinki-Finlandia (pernyataan salah satu anggota Milis Komunitas Papua).

Keterlibatan WPNCL memang begitu jelas, dengan berbagai ungkapan maupun pernyaataan mereka di berbagai media masa di Papua maupun luar Papua, termasuk ungkapan yang di sampaikan oleh beberapa kaum intelektual yang selama ini menjadi “kaki tangan” mereka untuk mengkampayekan agenda ini. Coba lihat saja, di berbagai Milis, maupun berbagai tulisan selalu begitu pro dengan dialog nasional, padahal tidak jelas akhir dari dialog itu akan kemana rakyat Papua.

West Papua National Authority (WPNA) juga sama halnya dengan WPNCL, namun dalam beberapa pengamatan saya, WPNA lebih berpihak kepada terselenggaranya dialog nasional, yang mana melibat pihak internasional, dalam hal ini PBB. Dalam berbagai orasi politik, maupun pernyataan di media masa mereka menyampaikan hal itu. Memang daya tawar, atau kepastian ketika PBB di libatkan akan memberi dampak yang lebih besar, dan mungkin saja wajah orang Papua bisa terselamatkan.

Dalam beberapa waktu saya pernah memberitahukan kepada beberapa teman-teman yang begitu pro terhadap dialog Nasional tanpa melibatkan pihak ketiga (baca; PBB), apabila dialog nasional yang akan terselenggara itu jika saja mengorbankan rakyat Papua, alias dialog itu sendiri adalah Otsus era modern atau PEPERA versi II, apa jaminan kalian buat rakyat Papua yang memang menginginkan angin kebebasan? Karena ini telah menjual harga diri masyarakat kecil yang memang menginginkan sebuah kebebasan.

Saya tidak tahu, hati mereka memberikan jawaban apa, karena menurut saya dialog atau perundingan ini sendiri kita masih beraba-raba, alias sedang bermimpin agar kita bisa menang, padahal perlu kita tahu, kita tidak memiliki kekuatan yang besar untuk menang. Kalau memang demikian, bagaimana cara mempupuk kekuatan besar untuk memenangkan perundingan itu. Sampai sekarang persoalan itu yang belum pernah dipikirkan oleh mereka.

Kita perlu tahu, bahwa tujuan semula yang rakyat Papua inginkan adalah dialog harus terselenggara, namun yang harus di bicarakan adalah soal kebebasan (Papua Merdeka) bukan soal tetap ingin hidup dengan NKRI, seraya membiarkan mereka membalut luka batin rakyat Papua, yang memang terkesan hanya sesaat saja dan tentunya akan membuat orang Papua terluka dan menangis kembali. Itulah yang telah saya sampaikan, mereka yang memang begitu menggebu-gebu dukung dialog nasional, sangat berhutang budi pada rakyat jelata. Jika saja memang dialog terselenggara, dengan perjanjian untuk kehidupan babak baru dalam lingkup NKRI lagi. Ini kesimpulan saya, karena memang nantinya akan demikian.

Selain itu saya juga ingin singgung soal daya tawar, tentunya kita sudah paham berbagai kebohongan serta tipu muslihat yang selama ini di jalankan bahkan di praktekan oleh NKRI terhadap rakyat Papua di bumi cenderawasih. Sekuat apapun daya tawar kita orang Papua, sudah tentu kita tidak akan menang. Saya kira belajar dari pengalaman sangat-sangat penting, baik pengalaman PEPERA 69 maupun saat pertemuan team 100 dengan presiden B. J Habibie, walau saat itu daya tawar cukup sedikit kuat, namun tetap kita berada pada posisi yang tidak di untungkan, dan menjadi korban dari kepentingan mereka.

Mereka paham betul seluk beluk persoalan serta konflik di Papua. antek-antek (baca; intelejen) Indonesia telah paham betul bagaimana membuat Papua hancur berantakan, bahkan mereka juga paham bagaimana membuat Papua maju dan berkembang. Persoalannya saat ini, Indonesia tidak pernah menginginkan rakyat Papua maju, dan bukankan dialog itu juga bagian terpenting dari sebuah perubahan yang akan membuat orang Papua maju. Negara Indonesia adalah Negara besar dan negara yang tidak “bodoh”, mereka lebih “pintar” dari Amerika sekalipun untuk memanipulasi data, serta bicara kebohongan dimana saja mereka berada, selagi hal itu akan menyelamatkan kepentingan mereka. Dan kalau demikian, mereka akan penuh hati-hati dan pertimbangan ketika mau menyelenggarakan dialog nasional yang katanya solusi akhir untuk rakyat Papua.

Jika memang Jakarta begitu takut terhadap orang Papua, dimana ada yang beranggapan “perubahan” ini akan membangkitkan semangat mereka untuk berjuang membebaskan rakyat Papua untuk merdeka, apa kita harus masih percaya bahwa dialog adalah jalan yang memberikan angin segar bagi rakyat Papua. Jangan salah, rakyat Papua tidak pernah menginginkan sebuah “kedamaiaan atau perubahan” dalam NKRI, karena sama saja itu sebuah hal mustahil yang tidak mungkin tercapai. Kalau demikian, apa kita harus tetap dengan semangat tinggi untuk mendorong dialog nasional terselenggara?

Saya tidak menolak terselenggaranya dialog nasional, namun saya menolak dialog itu jika saja hanya memberi angin segar sesaat bagi orang Papua. Hal ini dapat saya simpulkan, karena terlalu banyak orang Papua yang mati dan berkorban untuk sebuah kebebasan, jika saja kesempatan ini di gunakana untuk tidak bicara soal kebebasan, sungguh tega hati kita, membiarkan atau melupakan segala perjuangan mereka.

Saya setuju sekali dialog nasional di adakan, jika ada pihak ketiga (PBB) dilibatkan dalam perundingan ini, jika tidak demikian, saya hanya takut, penggagas dialog serta “antek-anteknya” harus ada yang menjadi tumbal karena tetap menjadi kaki tangan penjajah untuk membunuh masyarakat kecil yang tidak berdosa. Saya hanya berharap, semoga dialog nasional itu terselenggara atas kerja sama dan partisipasi dari PBB dan dunia internasional, hal ini juga agar daya tawar orang Papua lebih kuat. Semoga.

Mungkin analisa saya tentang dialog nasional tidak begitu baik, atau bisa juga sangat-sangat buruk, karena kadang teman-teman yang begitu pro dengan dialog nasional selalu melakukan berbagai cara untuk mengedepankan tuntutan mereka agar dialog ini dapat di terima oleh siapa saja, termasuk pribadi saya yang kadang di maki habis-habisan jika berbicara banyakmemotong “kepentingan” mereka.

Saya tidak menolak dialog, namun saya hanya tidak mau melihat masyarakat saya menangis terus. Saya ingin melihat mereka tertawa, gembira bahkan menangis bahagia. Ini perjalanan panjang, berkelok, bahkan sukar, namun tekad dan komitmen akan menyatukan kita untuk sebuah perubahan. Semoga dialog nasional yang nantinya akan terselenggaran member angin segara bagi rakyat Papua. Maju terus, terus maju.

Refleksi dari hati nurani,
Sugapa, 22 Januari 2009, Pukul 10;30 wit


Sumber Tulisan:
http://www.suluhnusantara.com/mags/index.php?option=com_content&view=article&id=5482:muridjan-perlu-ada-dialog-jakarta-papua&catid=59:cricket&Itemid=358

http://muridan-papua.blogspot.com/2008/08/kampanye-papua-road-map.html

http://static.rnw.nl/migratie/www.ranesi.nl/dokumentasi/aceh/helsinki_ketiga050414-redirected

Sumber Foto: http://pogauokto.blogspot.com/2009/09/quo-vadis-dialog-jakarta-papua.html





headerr

Baca Selengkapnya......

Wednesday, January 20, 2010

Masyarakat Moni Menolak Kehadiran PT FI di Kabupaten Intan Jaya

OCTHO- PT Freeport Indonesia melalui PT Mineserveinternational akan segera melakukan eksplorasi tahap lanjutan di Kabupaten Intan Jaya. Hal ini sudah tentu menimbulkan kegelisaan di kalangan masyarakat moni, karena PT FI tidak pernah memperhatikan hak-hak adat masyarakat moni sejak pertama kali beroperasi.

Kami atas nama masyarakat dan tokoh Intelektual suku Moni asal Kabupaten Intan Jaya di Timika dengan tegas menolak kehadiran PT Freeport Indonesia melalui PT Mineserveinternational di Kabupaten Intan Jaya untuk mengadakan eksplorasi tahap lanjutan.

Karena sejak keberadaan mereka yang pertama kali di tahun 1994 banyak tuntutan masyarakat, serta hak-hak adat yang belum mereka penuhi, Ini membuat masyarakat setempat sangat kecewa. Dan kami tidak mau hal seperti ini terjadi lagi untuk kali yang berikutnya.

Hal ini di tegaskan perwakilan tokoh masyarakat dan Intelektual asal Kabupaten Intan Jaya Moses Belau melalui pernyataan pers yang mereka kirim ke media ini tadi malam.

Apabila memang bertekad ingin masuk ke Kabupaten Intan Jaya, tuntutan kami adalah PT Freeport Indonesia harus menyelesaikan 100% permintaan dan tuntutan masyarakat dan Intelektual asal Kabupaten Intan Jaya yang tidak pernah di penuhi sampai saat ini.

Lebih lanjut dalam surat pernyataan ini mereka mengatakan bahwa, hal-hal lain yang berkenaan dengan pembayaran hak ulayat akibat kerusakan tanah adat dan segala isinya serta pajak lapangan terbang Bilogai kepada pihak Gereja, akan di bicarakan sebelum melakukan aktivitas apapun di atas tanah hak ulayat masyarakat Moni.

Untuk mengakhiri pernyataannya, dalam pernyataan itu mereka mengatakan bahwa harapannya pernyataan sikap ini dapat di perhatikan oleh semua kompinen. ”kami sangat berharap surat pernyataan ini mendapat perhatian yang serius dari siapa saja, baik pemerintah daerah, masyarakat, serta pihak-pihak yang memilki kepentingan di Kabupaten Intan Jaya,”tegas mereka.

Surat pernyataan ini sendiri ditanda tangani oleh beberapa tokoh Intelektual dan tokoh masyarakat Kabupaten Intan Jaya, seperti Moses Belau, Andreas Maiseni, Yulius Selegani, Cosmas Sondegau, Januarius Maiseni, Pdt Yan Kobogauw, Paskalis Migau dan Pilemon Selegani.

Surat pernyataan ini di tujukan kepada Pemda Intan Jaya di Kabupaten Nabire, Pimpinan PT Mineserverinternational di Timika dengan tembusan Gubernur Provinsi Papua, MRP, DPRP, DPR Paniai, SKP Keuskupan Timika, Pastor Deken Moni Puncak Jaya, dan GKII di Bilogai.

Sumber Gambar:

Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire

Baca Selengkapnya......

Sunday, January 17, 2010

Quo Vadis Pendidikan dan Guru

Prolog

OCTHO-
Kemana arah pendidikan dan guru di negeri ini, pertanyaan yang patut untuk dijawab. Sungguh aneh, ironis bahkan menyedihkan itu sebuah ungkapan yang pantas diberikan saat mengamati jalannya pendidikan dari tahun ke tahun. Tepat yang dikatakan Eko Prasetyo, Penulis buku “Orang Miskin dilarang Sekolah”, bahwa sekolah adalah ladang bisnis yang paling mengiurkan. Pengamat pendidikan, pengambil kebijakan, bahkan para pakar pendidikan selalu memafaatkan moment bergensi itu.

Guru-guru sangat diharapkan menjadi sapi perah yang terus menerus memerah anak murid dengan pengajaran gombal dan berbagai pungutan liar. Guru layaknya seorang tuan, serta siswa sebagai budak yang tidak ada harga dirinya. Sangat mustahil, budak dan tuan akan bersatu, apalagi makan semeja. Tuan akan memperlakukan budak semaunya. Bahkan budak itu bisa disuruh untuk mencium kakinya.

Keputusan Ujian Nasional (UN) yang telah ditetapkan kurang lebih lima (5) Tahun lalu oleh pemerintah Pusat, tentu menjadi bumerang bagi siswa. Guru hanya menjadi tameng, yang menyedihkan, guru dipaksakan untuk meluluskan siswa-siswinya dengan berbagai cara, termasuk cara-cara ilegal dan bejat sekalipun. Padahal, kualitas dan kuantitas guru tidak begitu menjanjikan sesuai dengan tuntutan yang ada dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No 20 Tahun 2003).

Buntut dari pengambilan kebijakan yang sepihak dari Pemerintah Pusat, tentu akan berdampak pada pengambilan kebijakan dari satuan pendidik disetiap kota, yang berujung pada keterbelengguan siswa sebagai generasi muda yang membutuhkan pengetahuan dan pemahaman. Siswa dan guru dibuat sama-sama kalang kabut oleh pemerintah Pusat. Tapi apa boleh kata, mereka hanya bagian terkecil dari penyelenggaraan pendidikan di negeri ini, yang telah menjadi korban.

Lulus murni (baca: 100%) dengan hasil yang sangat memuaskan di setiap kota, dengan perjuangan yang sungguh di luar rasa kemanusian adalah hal yang wajar. Lihat saja, di setiap kota di Negeri ini banyak lulusan yang harus menjadi penggaguran, semua ini lantas karena tidak memiliki kecakapan hidup (Life Skill Education) hal ini sudah tentu berimbas pada bertambahnya jumlah penggaguran di negeri ini. Yang lama kelamaan dapat menimbulkan tercipatnya suatu konflik horizontal.

Jika demikian, apa yang pemerintah pusat hasilkan dengan penyelenggaraan Ujian Nasional yang telah nyata-nyata kontra di Negeri ini. Sudah tentu ini menjadi pekerjaan rumah buat para pengambil kebijakan di negeri ini. Evaluasi yang mendalam terkait persoalan ini sudah tentu harus dilakukan. Karena Ujian Nasional, sudah bukan menjadi jawaban untuk merubah wajah pendidikan di negeri ini.

Lantas karena berbagai persoalan dan ketidakadilan yang berlaku di negeri ini, tentu berimbas pada ketidakpercayaan generasi muda, kalau sekolah dan pendidikan formal tentu membawah perubahan di masa depan. Keraguan para pendidik-pun demikian, karena Ujian Nasional sama sekali tidak pernah memihak kepada mereka.

Yang jadi persoalan, kalau banyak siswa-siswa dan guru-guru di negeri ini tidak betah menjalani dan menikmati pendidikan di negeri, siapa yang mau di alahkan. Apakah mau salahkan siswa-siswa yang telah nyata-nyata menjadi korban. Atau apakah harus menyalahkan para guru-guru yang hak dan kewenangannya telah nyata-nyata dilacuri oleh pemerintah pusat? Kita akan jawab bersama-sama dengan uraian di bawah ini.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<


Secara jujur, saya orang yang paling malas dengan kegiatan pulang pergi ke sekolah. Saya Kadang-kadang, bahkan hampir sering alpa, bolos, dan juga beralasan yang cukup banyak untuk tidak masuk. Saya tidak tahu, mengapa harus demikian? Padahal jarak sekolah dengan tempat tinggal saya sangat-sangat dekat (baca: 20m). Bukan berarti, saya tidak ingin mendapatkan pengetahuan di sekolah.

Setelah diperingatkan, baru kadang-kadang saya menulis sebuah surat sakit atau izin, itupun hanya alasan menutup kedok semata. Memang kata teman-teman, guru-guru, bahkan kepala sekolah mengklaimnya sebagai tindakan yang sungguh sangat “aneh”. Tapi itulah saya. Bagi saya menjadi orang aneh, adalah hal yang luar biasa. Karena La Roucefoucauld, kadang orang-orang anehlah yang membawah perubahan untuk dunia.

Saya lebih senang habisin waktu di rumah sambil internetan. Dimana mendapatkan informasi baru, sahabat baru, bahkan dapatkan sebuah dunia baru. Internet tidak pernah membelenggu, memperbudak, bahkan “membunuh” saya seperti pendidikan dan sekolah yang kadang “membunuh” dan “memperbudak”. Internet memberikan segala kebebasan untuk saya berekspresi. Baginya, apa yang dipunyainya, adalah kepunyaanku.

Awal mula saya kenal dengan dunia internet, ada sebuah nasihat yang diberikan oleh seorang guru komputer pada saya saat itu (baca: 4 tahun lalu). Dan bagi pribadi saya, nasehat ini adalah awal untuk saya melangkah, dan menjadi yang terbaik.

“dunia internet itu seperti sebuah pisau, tergantung yang mempergunakan pisau itu. Kalau pisau itu digunakan untuk hal-hal negatif, maka sangat berbahaya untuk kehidupannya. Tetapi kalau pisau itu digunakan secara baik dan cermat, maka akan memberikan sebuah manfaat yang sangat luar biasa”. Yah, memang demikian, itulah dunia internet.

Nasihat ini menjadi pelita untuk saya pribadi, bagaimana dapat menjadi orang yang serba hati-hati mempergunakan internet. Dan saya sangat senang, bisa diterima menjadi seorang sahabat dunia baru (baca: internet) yang bisa membuat dan menjawab segalanya. Saya paham, mana yang pantas untuk dipelajari, dan mana yang tidak pantas untuk dipelajari. Mana yang akan bermanfaat untuk perkembangan saya, dan mana yang akan menghancurkan hidup saya. Semua itu adalah sebuah pilihan hidup.

Selain internetan, saya juga lebih senang di rumah sambil baca buku yang dapat memotifasi dan memberikan pengetahuan kepada saya. Buku adalah jendela dunia, pernyataan ini sunguh sangat tepat. Dengan membaca buku, kita bisa mengelilingi dunia, walau hanya sebatas hayalan pengetahun belaka.

Saya selalu berpikir, perpustakaan mini yang ada di rumah sudah tentu akan menjadi guru terbaik saya. Guru yang memberikan segala informasi dan pengetahun. Perpustakaan mini itu adalah sahabat terbaiku. Sahabat yang mengajari saya tentang relitas keberadaaan dunia. Perpustakan ini sungguh telah memberikan sebuah pemahaman kepada saya, kalau datang ke sekolah bukanlah satu-satunya jalan untuk menjadi orang sukses. Sekolah bukan segalanya untuk membentuk karakter. Yah, memang semua itu sangat betul.

Saya lebih senang menjadi orang yang tidak munafik. Mempelajari dan memahami jahat dan buruknya dunia. Kehidupan haruslah demikian. Saya tidak senang dengan hal-hal jahat di dunia ini, tetapi mempelajari apa itu hal-hal jahat yang ada di dunia adalah kesenangannku. Dan buku dan internet mengajari semua akan hal itu. Dan pilihan itu ada pada kita, tindakan apa yang dapat kita lakukan dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman itu.


Ke sekolah Itu Habisin Waktu

Saya selalu ingat, kata beberapa orang terkenal bahwa “Time Is Money” yang artinya waktu adalah uang. Pejabarannya, waktu dapat bermanfaat untuk menghasilkan sebuah uang. Termasuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat di masa depan nanti. Jadi, waktu sangat penting bukan? Hal ini sungguh menyadarkan saya tentang pentingnya mempergunakan waktu dengan baik.

Bagi saya pribadi, ke sekolah hanya akan menghabiskan segalanya. Termasuk menghabiskan waktu belajar, waktu tidur bahkan sampai pada menghabiskan waktu untuk berpikir panjang, termasuk memikirkan masa depan.

Saya lebih senang tidur, dari pada harus ke sekolah. Karena ketika saya tertidur, saya sedang memikirkan hal-hal besar apa yang akan saya buat. Tapi ketika saya ke sekolah, belum tentu saya berpikir yang besar, bahkan bukan tidak mungkin hal-hal konyol akan saya pikirkan, bahkan belum lagi kalau guru-gurunya pada konyol semua.

Habisin waktu di sekolah dengan tidak menghasilkan apa-apa bagi saya adalah kesalahan terbesar. Apa lagi, kalau waktu-waktu itu tidak di isi dengan pelajaran yang dapat membuat saya dan teman-teman pandai secara “rapot”. Apa itu pandai secara rapot? Itulah penyerapan pengetahun yang nyata, karena berbagai pengajaran dan doktrin pemerintah Pusat melalui buku teks pelajaran yang kadang dinilai sebagai ajang bisnis.

Saya selalu menyesal, kenapa waktu saya sering kali dihabiskan di sekolah tanpa mendapatkan apa-apa? Apalagi kalau teman-temannya pada bandel semua, disertai dengan gerak-gerik pencarian jati diri yang selalu berlebihan. Ini sebuah realita pada bangku pendidikan. Mungkin kata banyak orang, ini merupakan masa-masa pubertas. Masa untuk mengenal siapa dirinya.

Waktu untuk hidup, digunakan untuk mempelajari segalanya, termasuk mempelajari jahat dan buruknya dunia. Tuhan tidak pernah bersabda, bahwa matahari yang diciptakannya hanya untuk orang baik, namun orang jahat-pun mendapatkan kesempatan untuk menikmati panas teriknya matahari. Tapi yang perlu disadari, tidak menjadi pelaku kejahatan di dunia ini adalah pilihan terbaik.

Kata kasarnya, KE SEKOLAH ITU MENGHABISKAN WAKTU. Yah, memang benar, karena fakta di lapangan berbicara demikian. Jadi, alangkah baiknya belajar di rumah disertai memahami betul buruk dan jahatnya dunia ini, termasuk dunia pendidikan, dari pada menjadi penjahat sekolah, dan penikmat pendidikan yang berhasil dengan tidak memiliki kualitas Sumber daya manusia yang menjanjikan.


Kadang Guru Bersikap Konyol


Maaf kalau saya mengklaim guru-guru dengan kata konyol, karena memang fakta berbicara demikian. Saya tidak tahu, apa mereka tahu ketika mereka sedang bertindak secara konyol, atau mereka sedang bertindak mengarah kepada kekonyolan diri sendiri. Tapi pada intinya, mereka sadar kalau tindakan mereka itu sungguh konyol.

Ironis, telah disadari, tapi tidak pernah merubah diri. Membelunggu diri sendir, ini kalimat tepat untuk mereka para guru. Menjadikan diri menjadi guru yang konyol adalah pilihan hidup, dan pilihan itu tidak pernah dipilihkan oleh orang lain, namun bersumber dari keputusan diri pribadi.

Apa sebab saya klaim mereka konyol? Saya tahu, memang kesejahteraan mereka seringkali diabaikan. Tapi bukankah, keputusan untuk menjadi seorang guru, adalah suara sanubari hati yang patut dipertanggung jawabkan kepada Tuhan. Jangan jadikan profesi guru sebagai tempat pelarian yang paling aman karena tidak ada lapangan pekerjaan. Semoga tidak ada guru yang berpikir demikian. Kalau ada yang berpikir demikian, harus sadar dengan insaf, karena agama melarang seseorang untuk berdusta. (2)

Karena berbicara konteks seorang guru, berarti berbicara mengenai segala tugas, tanggung jawa, penderitaan, dan kesusahan yang akan dihadapi. Ini lebih kepada mereka, sehingga mereka selalu disebut-sebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, saya katakan yah, memang sangat tepat. Presiden bisa memerintah Negara, dokter bisa merawat pasien, pilot bisa membawah pesawat, hanya karena tangan dingin dari para guru.

Kekonyolan para guru yang pertama, sering dan sering terlambat ke sekolah. Waktu diabaikan, hal ini sudah tentu. Ketika mereka terlambat ke sekolah, otomatis siswa yang ingin mendapatkan suatu pengetahun menjadi korban. Saya tidak tahu apa pergumulan dan persoalan yang sedang dihadapi, tetapi bukankah mereka harus insaf dengan tugas utama mereka, dimana “memanusiakan manusia”, kata Paulo Freire.

Kekonyolan yang Kedua. Sering menunda wakut untuk mengajar. Sudah terlambat datang, kemudian saat siswa-siswi melaporkan tentang hal ini, sering disuruh tunggu di ruang kelas. “kalian tunggu di ruang kelas, nanti ibuguru/pakguru masuk. Kira-kira 20 Menit lagi yah” ini pernyataan yang selalu diucapkan para guru. Padahal tidak demikian, hampir 1 jam bercerita dengan teman-teman guru di kantor sampai habisin waktu mengajar, lagi-lagi siswa menjadi korban.

Kekonyolan ketiga, guru kadang bersikap otoriter. Pendidikan harus membebaskan, bukan membelenggu. Pendidikan haruslah menjadikan anak-anak sebagai individu yang menikmai kehidupan, bukan sebagai individu yang layak untuk ditawan, layaknya seorang budak. Seharusnya semua praktisi pendidikan, baik guru, kepala sekolah, sampai pada pejabat dinas pendidikan harus membaca beberapa buku yang di tulis oleh Paulo Freire, tentang pendidikan pembebasan. Karena buku-buku tersebut akan menjadi cerminan dalam mendidik dan mengarahkan siswa-siswi.

Kekonyolan yang keempat, guru selalu menjadikan dirinya Tuhan kedua, alis tidak memiliki kesalahan sama sekali. Sungguh ironis, ketika guru dengan berbagai cara biadab untuk membenarkan dirinya dari sebuah kesalahan. Anak-anak yang didik, memunyai mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan pikiran untuk berpikir, tetapi anak-anak didik selalu dianggap sebagai pribadi yang tidak berarti dengan segala kesalahan guru yang selalu dibenarkan, walaupun kenyataannya salah.

Guru selalu bertindak sebagai pribadi yang benar. Tindak lanjut dari pada kritikan atau protes yang dilakukan seorang anak terhadap guru, berimbas pada nilai rapot yang kadang jelek. “kamu boleh mengkritik saya didalam kelas saat ini, tetapi lihat saja nanti dalam nilai rapot kamu” ucapan Ini yang sering kali dikatakan oleh guru yang beranggapan sebagai Tuhan kedua. Mungkin malu kali.

Mungkin hanya beberapa kekonyolan guru yang bisa saya paparkan diatas, mewakil banyak kekonyolan guru lainnya. Tidak bisa dipungkir lagi, kadang kekonyolan ini-lah yang membuat saya dan generasi muda saat ini malas untuk pergi ke sekolah. Dan saya sadar ini adalah sebuah tindakan spontanitas yang sangat masuk diakal. Dan saya yakin, banyak anak-anak yang memiliki idealisme yang sama seperti saya, tapi saya juga bingung, apa yang membuat mereka tidak bertindak sampai saat ini. Atau mungkin, ada juga yang telah bertindak. Kalau ada, mungkin kita sepaham.

Saya dalam hal ini tidak berdiri sebagai seseorang hakim yang menghakim kesalahan para guru yang telah mengajari saya, namun hanya berdiri sebagai seseorang yang mengarahkan kepada sebuah pembetulan agar insaf dan sadar dengan perbuatan para guru yang sedikit tidak “berbudaya”. Kalian dalam segala waktu, cuaca, situasi tetap selalu menjadi pahlwan tanpa tanda jasa.


Sekolah Mencari Nilai Bagus

Saya salah satu orang yang paling benci dengan nyontek. Bahkan paling tidak suka kompromi dengan seorang guru yang ucapan katanya manis-manis dibibir untuk memperbudak pribadi saya. Mungkin ada maunya kali, kalau ada seorang guru yang bertindak demikian itu yang kadang saya pikirkan.

Mungkin kata beberapa orang saya sedikit berprestasi di luar sekolah, namun jangan kaget kalau beberapa nilai sekolah saya sedikit “bobrok”. Malu juga sih! tetapi memang kenyataan demikian, apa boleh buat. Saya insaf dengan kemampuan dan kelebihan saya, kalau tidak bisa, apa mau dipaksakan? Tetapi paling semua kita akan paham, siapa yang salah dalam konteks ini. Karena Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bukanlah solusi untuk memanusiakan manusia.

Model pendidikan di Indonesia adalah model pendidikan yang aneh. Salah satu keanehan itu bisa dilihat dari siswa-siswi yang berlomba-lomba dengan berbagai cara halal maupun tidak halal untuk mendapatkan nilai bagus. Demikian halnya dengan guru, mereka akan mengusahakan berbagai cara, halal maupun tidak halal untuk membantu siswa-siswinya agar berhasil dengan nilai tinggi.

Pendidikan di Benua Eropa (baca: Jerman, Perancis, Belanda) serta beberapa Negara maju lainnya tidak demikian. Bukankah bangsa dan siswa-siswi yang ada di Indonesia harus bercermin dari cara belajar dari Negara-negara berkembang demikian. Makanya jangan heran, kalau Negara ini (baca: Indonesia) tidak pernah berkembang dan maju.

Nyontek dikalangan siswa, adalah sebuah aktivitas yang lumrah. Lagian bagi mereka, kalau nyontek sudah tentu akan mendapatkan sebuah nilai yang bagus. Imits ini telah tertanam dari generasi ke generasi, karena model pendidikan yang harus menuntut dan memaksa seorang siswa untuk menjadi sempurna.

Ada seorang kakak kelas pernah berkata begini. “saya ini sekolah di sekolah yang sangat bermutu, ternyata pengamatan saya dalam beberapa bulan saat saya baru masuk, semua anak-anak yang ada dalam ruangan kelas memakai metode nyontek untuk mendapatkan nilai yang bagus. Saya pribadi yang tidak biasa dengan hal ini, harus ikut terjun kedunia nyontek, karena malu kalau nilai jelek terus, nanti teman-teman dorang bicara apa”. Ini katanya.

Pendidikan dengan model mencari nilai bagus, menjadikan siswa sebagai pribadi yang “tolol”. Bahkan guru dijadikan sebagai pribadi yang momok dalam satuan pendidik. Mengapa guru tidak mencari cara lain agar siswa tidak jenuh, kemudian kebiasaan suka nyontek bisa dijauhkan dari hadapan anak-anak. Saya tidak tahu apa sistem pendidikan mendesak demikian, ataukah sistem buku mata pelajaran yang harus menuntut demikian.

Tetapi setidaknya perlu dipahami, hal itu bukanlah solusi untuk menjawab mutu dan kualitas pendidikan. Baik mutu dan kualitas siswa yang menerima pelajaran, maupun guru yang memberikan pelajaran. Standar nilai bagus untuk naik kelas atau lulus, menjadikan mental siswa bobrok, bahkan tidak berbudaya..


Sekolah Mencari Ijazah


Siapapun kalau ditanya, apa guna bersekolah, maka dengan optimisnya akan menjawab untuk mencari ijasah. Yah, memang betul kita semua bersekolah untuk mencari sebuah ijasah. Yang kata beberapa orang, ijasah itu dapat bermanfaat untuk kelanjuatan karir dan profesi kita pada kehidupan masa depan.

Ijasah sendiri adalah sebuah kertas pengesahan yang dikeluarkan dinas penididkan setempat, yang mana menyatakan bahwa seorang siswa dinyatakan telah resmi selesai dari satuan jenjang pendidiakan tertentu. Baik selesai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Mendapatkan ijasah itu tidak mudah. Memang kenyataan, Karena harus melewati bangku pendidikan selama 12 Tahun, kalau ditambah lagi dengan Taman Kanak-kanak (TK) berarti hampir 14 Tahun. Tetapi yang mudah, kadang proses untuk menemukan ijasah itu, karena dilewati dengan berbagai cara-cara ilegal tadi.

Orang berpikir akhir dari pendidikan adalah ijasah, membuat mereka tertutup dengan fungsi dan makna pendidikan yang sebenarnya. Coba bayangkan, bayangan ijasah menjadikan mereka sebagai orang awam. Kadang bagi mereka, ijazah dan pengetahuan, lebih penting mendapatkan ijazah.

Sekolah seharusnya dipahami sebagai proses untuk mendapatkan pengajaran dan pendidikan seutuhnya, yang mana nantinya dapat berguna untuk menunjang berbagai karir kita melalui pengetahuan yang kita miliki. Sekolah identik dengan pengetahuan, maka tidak pantas ketika kita ke sekolah kemudian melakukan berbagai hal “biadab” untuk mendapatkan itu.

Karena yang ada dipikiran, hanyalah ijasah. Maka berbagai cara tidak halal yang dimaksudkan tadi akan berlangsung dalam sebuah proses pendidikan. Seharusnya sekolah di pahami sebagai tempat untuk pembentuk segala karakter, moral dan etika seorang siswa. Karakter seseorang, dapat menentukan berhasil dan tidak seseorang. Termasuk dalam karir yang diklaim hanya menggunakan sebuah ijasah.

Namun kalau mau diamati secara seksama kebanyakan sekolah di negeri tidak pernah mengedepankan pembentukan karakter, moral dan tingkah laku. Hal ini memang sukar dipahami, apa sebab demikian? Mungkin karena tidak ada penghargaan untuk mereka, atau seluruh siswa yang ada di sebuah sekolah ingin mencari jati diri, yang katanya dapat menambah kepercayaan dirinya. Ataukah, atau saya tidak tahu apa penyebabnya.

Saya pribadi selalu mencari jati diri dengan melakukan berbagai prestasi gemilang yang bisa mendapat pengakuan dari orang. Misalanya, saya sering menulis, saya sering internetan (bahkan pernah membawahkan seminar) bahkan ada beberapa pekerjaan mulia lainnya.

Tapi itulah, model mencari ijasah yang telah ditetapkan sejak lama, membuat banyak siswa-siswi yang ikut terhipnotis dengan program itu. Yang akhirnya berimbas pada kebobrokan mental, karakter siswa saat-saat ini. Tidak apa, hanya waktu yang akan menjawa semua itu. Siapa yang serius dan siapa yang hanya isen-isengan.


Epilog


Kenyataan berbicara demikian, kalau sekolah itu tidak mendidik dan membangun. Konteks awalnya tujuan sekolah memang untuk mendidik dan membangun. Ada beberapa hal yang membuat pendidikan terkatung-katung, sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan harapan semua orang, itu satu diantaranya.

Maka perlu dipertanyakan pada diri semua kita, kira-kira penting atau tidak kita bersekolah. Karena kenyataan di lapangan menunjukan, kalau pendidikan tidak menjawab sebuah kebutuhan, tetapi kadang tambah mempersulit kehidupan.

Buat apa sekolah, kalau kenyataannya pendidikan tidak mendidik seseorang untuk menjadi seorang manusia. Pendidikan harus menjadian yang didik manusia. Bukan menjadikannya sebagai budak, bahkan sampai menjadi binatang.

Buat apa sekolah, kalau semua guru selalu dan selalu bertindak konyol. Bukankah dengan kekonyolan itu, telah turut menjadikan siswa sebagai objek yang tidak layak mendapatkan sebuah pengajaran. Bukankah ini sebuah pembodohan yang dilakukan para guru untuk tetap menjadikan siswa-siswi menjadi manusia yang tidak berhasil.

Buat apa sekolah? kalau ke sekolah hanya menghabiskan waktu. Menghabiskan waktu, sama saja dengan menyia-nyiakan kehidupan yang Tuhan Allah anugerahkan kepada manusia. Waktu harus diisi dengan berbagai hal yang dapat menunjang seseorang menjadi manusia, bukan menjadi manusia yang tidak berguna.

Buat apa sekolah? kalau ke sekolah hanya mencari nilai bagus. Apalagi kalau untuk mendapatkan nilai bagus, semua hal dilakukan, baik itu yang berbau dosa maupun tidak berbau dosa. Tuhan bisa di setankan, setan bisa di Tuhankan. Ini memang kenyataan.

Buat apa sekolah? Kalau sekolah hanya untuk mencari ijasah, yang dinilai dapat memberikan keberhasilan di masa depan. Bukankah ijasah hanyalah kertas yang dapat membuat seseorang menjadi tidak berarti, dengan ketidak mampuaannya beberapa saat kedepan.

Perenungan panjang buat semua kita. Apakah konteks fungsi utama sekolah yang sebenarnya telah nyata, ataukah hayalan semata wayang. Fungsi dan tujuan utama pendidikan harus kembali ke konteks utama, yaitu membuat manusia atau yang didik menjadi manusia yang berbudaya dan berbangsa.

Mungkin ini sebuah pekerjaan rumah buat mereka yang menetapkan sistem pendidian di Negara ini. Pekerjaan rumah buat mereka yang ikut ambil andil dalam kebijakan pendidikan yang ada. Dan pekerjaan rumah buat para guru yang sering mengajari anak-anak dengan sedikit “bobrok”. Akhirnya ini juga catatan buat anak-anak didik yang selama ini menjadi budak dari sistem pendidikan yang sangat konyol.

Kalau sistem pendidikan di negeri ini bisa dibenahi dengan menciptakan sistem yang lebih berkualitas, kenapa tidak harus? Kalau sistem pendidikan di negeri ini dirubah untuk menjadikan guru sebagai subjek yang berprestasi, kenapa tidak harus demikian. Kalau sekolah tidak mendidik dan mengajar, apa salahnya beralih kependidikan informal yang dinilai lebih berbudaya dan memberikan pemahaman yang lebih..

Mungkin hanya waktu yang akan menjawab semua itu. Karena kata Alkitab untuk segala sesuatu ada waktu. Berarti akan ada waktu dimana sistem pendidikan dibenahi ke sistem pendidikan yang lebih baik, akan ada waktu untuk para guru diperhatikan lebih serius, dan akan ada waktu juga untuk menjadikan siswa-siswi yang telah lama menjadi korban untuk menjadi penguasa, yang dapat memampukan orang lain dari generasi ke generasi.

Ini mungkin sebuah uraian yang menjadi harapan dari generasai dahulu kala bahkan generasi tahun-tahun ini, yang masih jadi korban dari system pendidikan nasional. Kita tinggal tunggu, kapan semua ini bisa berakhir. Dan kita juga tinggal tunggu, kapan waktu Tuhan.

*Catatan Kekecewaan terhadap guru dan Sistem Pendidikan Nasional




headerr

Baca Selengkapnya......

Friday, January 15, 2010

Guru Harus Mempunyai Hati Untuk Membangun Pendidikan di Papua

OCTHO- Berjalannya Otsus, nasib pendidikan di Papua masih tetap sangat memprihatinkan. Disini seorang guru harus beperan aktif untuk sebuah kemajuan, diantaranya memberikan hatinya untuk anak-anak didik.

Pendidikan di Papua, terutama di daerah pegunungan begitu memprihatinkan, salah satunya akibat oknum guru yang tidak pernah memberikan hatinya secara sungguh-sungguh untuk mendidik anak-anak Papua yang tidak berdaya. Ini harus menjadi perhatian yang serius dari seluruh komponen, baik pemerintah maupun masyarakat setempat.

Hal ini di tegaskan Pisai Wea, Tokoh Intelektual masyarakat Pegunungan tengah sekaligus anggota dewan di Kabupaten Puncak Jaya ketika di hubungin JUBI, Jumat, (15/01) kemarin.

Menurutnya pendidikan di Papua bisa maju, jika seorang guru betul-betul komas vitmen untuk membangun anak-anak Papua dan punya hati untuk merubah wajah pendidikan Papua yang telah lama buruk.

“pengamatan saya, belum ada guru yang punya hati untuk membangun pendidikan di Papua, jika ada hanya bisa di hitung dengan jari” pungkasnya.

Lebih lanjut menurutnya bahwa seorang guru harus tahu, bahwa mengajar dan mendidik anak-anak Papua adalah tugas mulia yang amalnya begitu besar.

“meraka yang mengajar dan mendidik anak-anak Papua akan mendapat amal yang besar dari pencipta, itu harus di ketahui seorang guru,” tegasnya optimis.

Harapannya, dengan dan Otsus yang sekian banyak, pendidikan di Papua bisa mengalami perubahan, serta memberikan kesejahteraan yang layak kepada guru-guru agar mereka betah untuk mengajar di daerah pedalaman.

“Saya optimis, wajah pendidikan di Papua akan berubah, jika guru-guru lebih di perhatikan, serta alokasi dana Otsus untuk pendidikan tepat pada sasaran,” tegas anggota dewan termuda dari fraksi PKDI ini Optimis. (op)

Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire

Baca Selengkapnya......

Sunday, January 10, 2010

Perayaan Ibadah Natal IPMMO Kota Study Makassar Dilangsungkan

OCTHO- Kelahiran putra natal memberikan harapan kepada kita untuk hidup lebih baik lagi. selain itu, kelahiran-Nya membawah terang untuk setiap orang yang ada di dunia, terlebih khusus mereka yang telah lama hidup pada kegelapan dunia yang dapat menyesatkan mereka. Oleh karena itu, makna natal ini harus kita renungkan sungguh-sungguh, agar kita menjadi orang pilihan kristus di akhirat kelak.

Hal ini di ungkapkan oleh Ev. Edison Magay, saat membawakan renungan khotbahnya pada acara perayaan ibadah natal Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Moni (IPMMO) di kota study Makassar yang berlangsung pada Minggu (10/01) di Aula Asrama Kamasan IV, Jln. Lanto Depasewang, Kota Makassar kemarin.

Menurutnya putra natal lahir membawah kita menjadi orang yang terang. “dahulu kita hidup pada kegelapan dunia, tetapi dengan kelahiran putra natal kedalam dunia ini, membuat kita menjadi orang yang terang, karena itu kita juga harus mau hidup dalam terang. Pilihan untuk hidup dalam terang atau gelap tergantung pada diri kita, tinggal bagaimana prakteknya.

Dia telah lahir ke dunia ini untuk semua umat manusia yang telah melakukan dosa. Oleh karena itu, bagaimana cara kita menyikapi kelahiran-Nya, serta hidup kudus dan tidak bercela untuk menjadi orang yang terang juga, hal itu yang sangat penting, dan menentukan kita akan ke arah mana pada akhirat nanti,” tegas beliau.

Lebih lanjut menurut beliau, bahwa kelahiran-Nya mengisi kekosongan yang telah lama dirasakan umat manusia. “telah lama kita hidup kekosongan, dan karena itu ketika dia lahir ke dalam hati kita, memenuhi ruang yang kosong itu, kita harus menerimanya agar menjadi orang yang baru, dan menjadi orang yang terang,” tandasnya.

Tambahnya lagi, bahwa situasi Papua saat ini berada dalam kegelapan, oleh karena itu bagaimana tindakan kita untuk menjadi pioner atau generasi yang membawah terang untuk merubah. “konflik tumbuh subur di Papua, kegelapan selalu menyelimuti bumi Papua, sekarang tinggal bagaimana kita yang telah menempuh pendidikan, dan telah mengetahui akan kebenaran membawah terang untuk mengubah kegelapan. Saya yakin Papua akan bisa menjadi tempat yang terang, jika kita punya tekad dan komitmen yang kuat,”tegas beliau penuh optimis.

Mengakhiri renungan khotbahnya beliau berharap agar mahasiswa asal Papua, terlebih khusus mahasiswa asal Kabupaten Intan Jaya dapat belajar sungguh, nyatakan terang putra natal itu, agar dapat berguna dan bermanfaat bagi banyak orang ketika berada di kota Makassar, maupun ketika akan kembali ke Papua.

“seluruh mahasiswa Papua yang ada, saya harap dapat menunjukan terang kristus yang telah lahir ke dunia ini, agar ketika kita pulang ke tempat asal kita di Papua, dapat berguna dan memberi manfaat kepada banyak orang. Jika kita telah mengetahui akan kebenaran dan terang kristus, kita harus berusaha untuk memancarkan terang itu kepada siapa saja yang belum paham akan hal ini,” akhiri beliau mantap.

Tema natal kali ini adalah Kelahiran Tuhan Yesus membawah terang bagi umat manusia, sedangkan Sub Thema adalah Natal membawah perubahan dalam IPMMO di Kota Study Makassar.

Sementara itu, dalam sambuatannya, ketua Panitia Natal Marthen Japugau mengukapkan banyak terima kasih kepada setiap pihak yang membantu hingga acara ini bisa berlangsung. “saya mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang bersedia membantu hingga acara ini bisa berlangsung dengan baik, termasuk pemerintah daerah Kabupaten Intan Jaya telah memberikan dana bantuan natal, sehingga acara ini dapat terselenggara, semua pertolongan itu hanya Tuhan yang akan membalasnya,” terang Marthen.

Selain itu Marthen juga memberikan penjelasan, mengapa acara natal ini bisa tertunda sampai bulan Januari. “saya yakin, teman-teman pasti bertanya-tanya mengapa acara natal bisa di tunda hingga bulan Januari saat ini, tapi saya ingin menjawabnya, semua ini karena kami menunggu beberapa teman-teman dan kakak-kakak senior yang berlibur ke luar kota Makassar. Ketika kami lihat telah terkumpul semua, maka kami langsungkan acara saat ini” jelasnya.

Sementara itu Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Paniai (IPMAPAN) kota study Makassar, Rickson Edoway berkomentar lain dalam sambutannya terkait terselenggaranya acara ini. “saya sebagai ketua mahasiswa Paniai memberikan apresiasi kepada teman-teman dari Kabupaten Intan Jaya, walaupun mereka tidak banyak, namun tetap bertekad untuk menyelenggarakan acara ini hingga selesai.

Ini sebuah prestasi yang sangat luar biasa, karena pemekaran Kabupaten Intan Jaya juga baru beberap bulan lalu, namun tetap bertekad untuk maju. Harapannya, kekompakan, kerja sama, serta kebersamaan antara seluruh ikatan mahasiswa di kota study Makassar dapat tetap terjalin dengan baik,” imbuhnya mantap. Setelah berlangsung acara perayaan ibadah natal serta kata sambutan natal, di lanjutkan dengan acara rama-tama, yang pada siang hari telah di langsungkan acara bakar batu (barapen). (op)


Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire

Baca Selengkapnya......

Friday, January 08, 2010

IPMMO Se-Indonesia Harus Terbentuk Untuk Sebuah Perubahan

OCTHO- Sangat perlu kita membentuk Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Moni (IPMMO) se-Indonesia, karena ini merupakan wadah besar yang akan mempersatukan seluruh pelajar dan mahasiswa asal Kabupaten Intan Jaya. Selain itu, wadah ini juga akan menjadi jembatan antara masyarakat dengan kaum intelektual, bahkan pemerintah daerah dengan kaum intelektual sendiri.

IPMMO se-Indonesia sendiri akan menjadi wadah yang betul-betul memperjuangkan hak-hak masyarakat, hak-hak mahasiswa serta menjadi mitra pemerintah untuk membangun Kabupaten Intan Jaya yang lebih baik lagi sesuai dengan harapan kita bersama. Hal ini di tegaskan salah satu kaum intelektual asal Kabupaten Intan Jaya, Aner Maiseni, melalui sambungan telepon selulernya, Sabtu (09/01) lalu.

Lebih lanjut menurut Aner, bahwa IPMMO se-Indonesia akan menjadi organisasi induk dari semua ikatan mahasiswa moni yang ada di seluruh Indonesia. “memang di setiap kota studi telah terbentuk ikatan pelajar dan mahasiswa moni, namun dengan kehadiran IPMMO se-Indonesia dapat menjadi wadah pemersatu semua ikatan itu.

Pembentukan IPMMO sendiri tidak boleh di politisir oleh kepentingan siapapun, tetapi nanti wadah ini hadir memang untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat Intan Jaya, selain itu untuk memperjuangkan kepentingan kaum intelektual yang sedang menempuh pendidikan di seluruh Indonesia,” tegasnya

“ide untuk membentuk IPMMO se-Indonesia sendiri di gagaskan pertama kali oleh Joshua Sani, Mahasiswa asal Kabupaten Intan Jaya yang saat ini sedang menyelesaikan studinya di Sulawesi Utara. Dan beberapa team kerja yang terbentuk saat itu adalah Marthen Tipagau sebagai ketua team, Ice Zonggonau sebagai Sekertaris serta dukungan beberapa anggota team lainnya,” tandasnya.

Kita perlu mendukung mereka para inisiator pembentukan IPMMO se-Indonesia untuk tetap menggagaskan sehingga bisa mendapat dukungan dari siapapun, termasuk dari pemerintah daerah, agar apa yang menjadi cita-cita kita bersama, dimana melihat Kabupaten Intan Jaya yang maju dan berkembang dapat Nampak.

Terkait ide ini, ada juga mahasiswa dari kota studi makasar yang mendukung penuh rencana ini, misalanya Marthen Japugau berkomentar “sudah saatnya kaum intelektual memupuk persatuan dan kesatuan untuk sebuah kemajuan, dan sudah saatnya kita berusaha untuk menggapai hal itu. Kami dari kota study makasar yang sedang mengenyam study sangat setuju jika IPMMO se-Indonesia di bentuk. Karena kami yakin, IPMMO se-Indonesia akan membawah sebuah kekuatan besar dari kaum intelektual,” tegasnya optimis.

Sedangkan Deli Ella Mirip, Mahasiwa asal Kabupaten Intan Jaya yang sedang menyelesaikan pendidikan tinggi di Bandung berkomentar lain, bahwa pembentukan IPMMO se-Indonesia sangat-sangat perlu di bentuk. “saya pribadi sangat mendukung pembentukan IPMMO se-Indonesia, karena organisasi ini akan menjadi wadah atau payung untuk organisasi-organisasi lain yang ada di setiap wilayah di Indonesia. Persatuan dan kesatuan akan terlihat, ketika wadah ini dengan cepat segera di bentuk” terangnya melalui sambungan telepon kepada media ini.

Jefri Miagoni yang sedang menempuh pendidikan di Jogjakarta, sekaligus ketua IPMMO se-Jawa dan Bali berkomentar lain, “memang pembentukan IPMM0 se-Indonesia ini sangat penting sekali, tapi bagaimana kalau kita menunggu adanya bupati definitf dulu baru merencanakan segalanya, termasuk pembentukannya, karena wadah ini merupakan honai yang gaunnya sangat besar, mengkafer semua lapisan, baik masyarakat, tokoh adat bahkan pemerintah daerah sendiri,” jelasnya.

Menurut rencananya pertemuan awal untuk pembentukan IPMMO se-Indoneia akan di langsungkan di Kabupaten Nabire pada bulan juni mendatang. “rencananya kami akan mengadakan pertemuan awal untuk pembentukan pengurus IPMMO se-Indonesia di Kabupaten Nabire, pada bulan juni mendatang, namun kami akan konfrimasi lagi soal kepastian waktu ini,” terang Joshua sani, inisiator pembentukan IPMMO se-Indonesia mantap. (op)


Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire

Baca Selengkapnya......

Thursday, January 07, 2010

Moses Belau, S.Kes, M.Kes : Kaum Intelektual Harus Berperan Penting Dalam Peningkatan SDM

OCTHO- Mahasiswa sering kali disebut sebagai kaum intelektual, kaum terpelajar bahkan kaum terdidik, hal ini karena mereka memiliki pengetahuan yang luas tentang kehidupan dan alam sekitarnya. Semua itu mereka dapatkan melalui bangku pendidikan yang telah mereka lalui di perguruan tinggi, serta berbagai pengalaman hidup yang telah mereka jalani.

Kaum intelektual dituntut perannya untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan menjadi kebutuhan dikemudian hari, dengan demikian seorang kaum intelektual harus menunjukan kepeduliannya untuk mewujudkan pribadi, kelompok bahkan keluarga yang sehat, agar cita-cita melihat orang Papua yang memiliki SDM yang baik dapat terwujud dalam beberapa waktu mendatang.

Hal ini di kemukakan oleh Moses Belau, S.Kes, M.Kes saat memberikan materinya pada acara natal, seminar dan sambut tahun baru Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Moni (IPMMO) se-Jawa dan Bali, serta Sulawesi yang diadakan di Kaliurang, Jogjakarta, Rabu, (29/12-01/01) lalu.

Lebih lanjut menurut beliau, kesehatan dan SDM sangat erat kaitannya. “orang yang sehat sudah tentu akan memiliki SDM yang baik. Karena dengan kesehatan itu, mereka akan memacu diri untuk belajar, bergaul dan menekuni segala aplikasi ilmu untuk sebuah perkembangan hidup mereka. Tetapi berbeda dengan orang yang tidak sehat, sudah tentu kesiapan SDM mereka sangat diragukan.

Oleh karena itu, kita sebagai kaum terpelajar yang ada di tuntut hidup sehat, selain itu di tuntut juga untuk menciptakan SDM yang baik pula. Banyak cara untuk menghasilkan generasi muda dengan SDM yang baik, diantaranya menjaga kesehatan dan kesucian diri kita, karena nantinya kita akan berumah tangga (berkeluarga) dan kita-pun akan menghasilkan keturunan (regenerasi).

“seorang ibu harus memperhatikan kesehatan dirinya, karena akan ada seorang bayi yang dikandungnya suatu saat nanti. Karena sehat dan menjadi manusia yang berkualitas tergantung dari kesehatan ibu yang akan melahirkan dan merawatnya. Seorang suami juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang penting terhadap kesehatan seorang ibu dan memelihara bayi yang akan dilahirkan oleh istrinya. Ini sebuah hal yang begitu urgent”, terangnya.

Menurut bapak tiga anak ini, konsumsi minuman keras yang mengandung alcohol dapat memperburuk kesehatan. “sebagai kaum terpelajar, kita mungkin telah mengetahui manfaat buruk dari pada mengkonsumsi minum-minuman keras, oleh sebab itu, jangan sekali-kali kita menyentuhnya. Karena minuman keras dapat menghancurkan masa depan kita, masa depan keluarga kita dan anak-anak yang akan kita hasilkan, selain itu juga akan mengganggu pola pikir kita. Tentunya hal ini membuat kita harus berhati-hati,’ pungkasnya.

Selain itu juga sex bebas juga dapat merusak masa depan kita. Hal ini juga tentu akan melahirkan perbuatan kawin muda, yang tentu semua orang tidak menginginkan demikian. Apabila kita tetap kawin muda, otomatis masa depan kita tidak begitu baik, selain itu juga kita telah merusak anak yang ada di kandungannya, karena seorang ibu belum memiliki usia yang sesuai untuk melahirkan. Ini harus menjadi perhatian yang serius buat kaum intelektual, khususnya wanita, agar tidak menjadi korban nafsu dari pada kaum pria,” jelas beliau.

Dengan melihat berbagai permasalahan diatas, ada beberapa langkah-langkah yang harus kita ambil untuk tetap menjaga kesehatan dan meningkatkan SDM dari pada kita dan generasi penerus, seperti; belajar memahi tentang pentingnya kesehatan, menyadari betul fungsi alat reproduksi, menambah pengetahuan kita tentang kesehatan serta mengoptimalkan segala SDM yang telah kita miliki.

Apabila kita telah sampai pada tahap berkeluarga, banyak hal yang harus kita perhatikan, karena ini berkaitan dengan kesehatan seorang bayi dan masa depan sumber daya manusiannya. Beberapa hal penting yang kita sebagai orang tua berikan pada masa pertumbuhan kepada seorang bayi adalah mengontrol segala kesehatannya bayi tersebut, seperti rajin mengantarnya ke puskesmas, posyandu, serta beberapa tempat kesehatan lainnya. Ini sangat penting untuk kesehatan dan kehidupannya di hari esok.

Harapannya dengan penjelasan yang singkat tentang pentingnya kesehatan dan peningkatan SDM ini kaum intelektual lebih di tuntut perannya untuk memberikan pemahaman kepada siapa saja yang belaum paham tentang persoalan ini. Karena banyak orang yang menjadi korban dari pada arus globalisasi karena factor ketidaktahuan mereka. Saya yakin, apabila kaum intelektual membantu saya dalam menyosialisasikan hal ini kepada masyarakat umum, akan tercipta manusia Papua yang sehat dan berkualitas SDM-nya, sehinga kita dapat bersaing secara baik dan sehat dengan saudara kita yang berasal dari luar Papua,” terang belau mantap. (op)


Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire

Baca Selengkapnya......

Monday, January 04, 2010

Perayaan Natal, Seminar dan Sambut Tahun Baru IPMMO Dilangsungkan

Kelahiran Putra Natal Turut Mempersatukan Kita

OCTHO- Dengan perayaan ibadah natal dan sambut tahun baru ini, kami sangat-sangat berharap dapat mempersatukan identitas pelajar dan mahasiswa moni yang ada di seluruh Indonesia, terlebih khusus lagi se-Jawa dan Bali. Sudah cukup kita terkatung-katung seperti tidak ada orang tua, hal ini terjadi karena memang di daerah kita hidup beragam etnis, suku dan golongan.

Persatuan dan kesatuan-lah yang dapat menumbuhkan semangat kita untuk bersaing dan maju, dimana berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan saudara-saudara kita yang berasal dari luar Intan Jaya maupun dari luar Papua. Dan memang kita harus komitmen, agar persatuan dan kesatuan itu dapat tumbuh diantara kita sendiri.

Hal ini di sampaikan oleh Ketua Panitia Natal, Seminar dan Sambut Tahun baru, Jhoni Kobogau saat membacakan sambutan tertulisnya, Selasa, (29/12) lalu saat acara akan dibuka di Kaliuran, Hotel Wijaya II.

Lebih lanjut menurutnya bahwa natal kali ini sudah tentu akan melahirkan generasi dari Kabupaten Intan Jaya yang begitu peduli terhadap daerahnya. “kami yakin, akan lahir generasi baru dari Kabupaten Intan Jaya yang membawah terang untuk Papua dan dunia” tegasnya.

Selain itu menurut ketua umum IPMMO mengatakan bahwa honai telah ada, sekarang bagaimana tekad kita untuk maju dan bersaing. “IPMMO se-Jawa dan bali terbentuk pada tahun 2001 melalui berbagai perjuangan yang begitu panjang, sudah pasti honai ini sangat-sangat membantu kita untuk maju dan berkembang, sekarang tinggal bagaimana peran kerja kita untuk memajukan diri kita dan IPMMO sendiri untuk antisipasi ketika kita terjun ke lapangan pekerjaan untuk membangun Kabupaten Intan Jaya.

Kabupaten Intan Jaya secara geografis terdapat di jantung kota Papua, dan di dalamnya terdapat berbagai jenis suku dan ras, selain itu medan yang menjulang tinggi sepertinya sangat susah tersentuh oleh pembangunan, ini menjadi tugas kita generasi muda, kaum intelektual yang telah menempuh pendidikan tinggi untuk sama-sama berpikir membangunnnya” pungkas Jefri.

Perayaan ibadah natal, seminar dan sambut tahun baru kali ini berlangsung di kota study Jogjakarta, Kaliurang. Dimana tahun lalunya berlangsung di kota study Jakarta. Acara ini berlangsung dari tanggal 29 Desember 2009 hingga 01 Januari 2010 sesuai dengan rapat panitia natal tanggal beberapa waktu lalu.

Dari berbagai kota study se-Jawa dan Bali yang hadir, adalagi yang lebih special karena beberapa teman-teman mahasiswa moni dari Sulawesi sempatkan diri untuk menghadiri ibadah natal ini. “kami sangat senang dengan kehadiran teman-teman moni yang ada di Sulawesi (manado dan makasar), dimana telah dua kali menghadiri perayaan ibadah natal yang kami selenggarakan. Hanya ucapan terima kasih yang bisa kami sampaikan,” terang wakil ketua umum IPMMO, Tetairus Widigipa di sela-sela berlangsungnya acara.

Dalam perayaan ibadah natal, seminar dan sambut tahun baru kali ada beberapa pemateri yang diundang oleh panitia, seperti Moses Belau, Skm, M.Kes, yang mana membawah materi tentang Pemberdayaan Kesehatan dan Peningkatan SDM. Danias Miagoni, S.Pd, M.Pd dengan materi Perkembangan Ilmu Pengetahun dan Teknologi, Oktovianus Pogau dengan materi Peran Kaum Intelektual Dalam Membangun Kabupaten Intan Jaya yang lebih baik, kemudian Bartol Mirip, SE dengan materi Perkembangan Kabupaten Intan Jaya dan mewakil pemerintah daerah.

Acara ini berlangsung berkat kerja sama dari berbagai pihak, baik panitia, peserta, bahkan pemerintah daerah Kabupaten Intan Jaya. Harapannya tahun-tahun berikit acara seperti ini dapat terselenggara lebih meriah dan lebih bermakna lagi, agar kita juga dapat tumbuh dan berkembang menjadi generasi baru yang dapat bersaing terhadap berbagai perkembangan IPTEK yang ada,” hal ini ditegaskan oleh salah satu peserta dalam sebuah diskusi. (pogau)



Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire

Baca Selengkapnya......

Friday, January 01, 2010

PERAN KAUM INTELEKTUAL DALAM MEMBANGUN KABUPATEN INTAN JAYA YANG LEBIH BAIK

Selain pemerintah daerah dan masyarakat setempat, kaum intelektual atau mahasiswa mempunyai peran yang begitu penting dalam membangun Kabupaten Intan Jaya. Oleh sebab itu, kaum intelektual di harapkan dapat belajar yang sungguh-sungguh, sehingga aplikasi ilmu yang telah di embani di bangku pendidikan dapat bermanfaat buat pembangunan Kabupaten Intan Jaya kedepannya.

Pendahuluan


Harapan masyarkat saat ini adalah dimana bisa melihat Kabupaten Intan Jaya maju dan berkembang seperti beberapa Kabupaten lainnya yang telah lebih dahulu dimekarkan. Hal ini memang menjadi tugas utama semua komponen masyarakat, pemerintah daerah serta kaum intelektual yang merasa memilki Kabupaten Intan Jaya.

Sangatlah salah, apabila mengatakan bahwa usia sebuah kabupaten, mencerminkan kemajuan kabupaten itu, karena toh, beberapa kabupaten yang telah lama dimekarkan, namun perubahannya tidak nampak. Malahan ada kabupaten yang telah lama dimekarkan, namun nasib masyarakat setempat sangat-sangat menggenaskan.

Memang benar, persoalan utama yang dihadapi masyarakat di Kabupaten Intan Jaya saat ini adalah mereka baru melangkah untuk mengejar ketertinggalan, dan memang karena Kabupaten Intan Jaya sendiri baru oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, Pada 29 Oktober 2009 lalu di Jakarta. Dan bukan berarti mereka tertinggal, tetapi mereka hanya terlambat jalan, atau perhatian yang tertunda dari Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat.

Untuk berusaha mengejar ketertinggalan itu, harus disadar bahwa bukan hal muda, seperti membalik telapak tangan. Ada banyak tantangan, ada banyak rintangan, serta ada banyak halangan yang telah menanti didepan, dan semua itu butuh tekad dan komitmen penuh. Tergantung langkah apa yang akan diambil, langkah itu pula yang akan menentukan masa depan kabupaten ini dalam beberapa tahun mendatang.

Kaum intelektual juga mempunya peran dan fungsi yang begitu penting dalam membangun Kabupaten Intan Jaya. Kaum intelektual-lah yang akan menjadi tulang punggung masyarakat Intan Jaya. Menyadari akan hal ini, harus ada langkah kongrit yang diambil oleh kaum intelektual, khususnya mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Intan Jaya sendiri, dimana menunjukan kepedulian untuk sebuah perubahan di masa mendatang.

Sembari memikirkan bangku pendidikan di perguruan tinggi, sebagai putra daerah Intan Jaya yang bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kemajuan daerah. Perubahan hanya dapat terjadi jika ada kesadaran dari kaum intelektual untuk membawah perubahan, selagi kesadaran belum tumbuh, selagi itu pula kita sedang bermimpin untuk melihat perkembangan Kabupaten Intan Jaya yang lebih baik.

Pemekaran Kabupaten Intan Jaya

Perjalanan untuk pemekaran Kabupaten Intan Jaya begitu panjang. Dimulai pada tahun 2002 lalu, pada masa kepemimpinan Bupati Kabupaten Paniai, Januarius Douw, SH dan Ketua DPRD Yakobus Muyapa. Ketika itu tuntutan untuk pemekaran Kabupaten Intan Jaya hadir dari kerinduan berbagai lapisan masyarakat.

Dan memang demikian, masyarakat yang berada di enam distrik (sugapa, agisiga, hitadipa, biandoga, wandai, homeo) mengharapkan demikian, dimana sebuah Kabupaten baru bisa berdiri sendiri, tujuannya membawah keluar masyarakat Intan Jaya dari berbagai ketertinggalan yang telah mereka rasakan.

Ketika masa kepemimpinan Bupati Januarius Douw, SH telah berakhir, nampaknya tuntutan masyarakat untuk pemekaran Intan Jaya sepertinya akan tertutup, hal ini karena tidak ada inisiatif yang pemda Paniai ambil dalam menjawab kerinduan masyarakat ini. Dan hal ini sudah tentu membuat masyarkat yang hadir di enam distrik sedikit kecewa.

Namun harapan untuk pemekaran Kabupaten Intan Jaya tidak sirna begitu saja, ada semangat yang muncul lagi. dengan terbentuknya team pemekaran pembentukan Kabupaten Intan Jaya di bawah pimpinan Julius Sani, SE dan Natalis Tabuni, M.Si. Kerja team dibawah pimpinan kedua beliau ini membuahkan hasil yang begitu menggembirakan, dimana ada kejelasan tentang akan adanya pemekaran Kabupaten Intan Jaya.

Selain kerja team pembentukan Kabupaten Intan Jaya yang begitu baik, kontribusi penting yang Bupati Kabupaten Paniai, Naftali Yogi, S.Sos berikan tidak kala pentingnya. Kerja sama yang baik antara pemimpin daerah Paniai dan team pembentukan Kabupaten Intan Jaya akhirnya membuahkan hasil, dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan Kabupaten Intan Jaya. Ini sebuah hasil gemilang yang sangat luar biasa.

Akhirnya semua keluh kesah masyarakat enam distrik untuk memilki sebuah Kabupaten baru menjadi kenyataan, ketika Kabupaten ini di resmikan oleh Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto di Jakarta, pada tanggal 28 Oktober 2009, sekaligus lahirnya UU NO 54 Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabupaten Intan Jaya. Sorak girang masyarkat enam distrik ketika mengetahui bahwa Kabupaten Intan Jaya telah betul-betul dimekarkan, hal ini memang telah menjawab kerinduan masyarakat.

Kabupaten Intan Jaya yang menjadi kerinduan masyarakat telah hadir, sekarang tinggal bagaimana langkah yang akan diambil untuk menjawab kerinduan masyarakat itu. Dimana membawah keluar masyarakat Intan Jaya dari berbagai “ketertinggalan” itu. Ini menjadi sebuah pekerjaan yang sangat besar. Oleh sebab itu, dari awal telah saya sampaikan, bahwa pemerintah daerah sebagai penyelenggara system pemerintahan perlu bekerja sama secara baik dengan kaum intelektual, atau mahasiswa yang memilki ilmu dan akhlak mulia demi kemajuan Kabupaten Intan Jaya.

Pemekaran Kabupaten Intan Jaya hadir untuk membuka keterisolasian daerah, memperpendek rentang kendali pelayan pemerintah serta membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang ada di daerah tersebut. Dan Kabupaten Intan Jaya di harapkan hadir untuk demikian.

Kaum Intelektual atau Mahasiswa?

Mahasiswa atau yang biasa disebut dengan kaum intelektual adalah golongan akademis yang telah betul-betul terdidik. Mereka terdidik karena berbagai proses pendidikan yang telah mereka dapatkan, mulai dari awal saat sekolah dasar hingga sampai pada perguruan tinggi. Kaum intelektual harus memberikan kontribusi yang begitu penting bagi perkembangan sebuah daeranya, dalam hal ini harus ada kontribusi yang intelektual dari Kabupaten Intan Jaya berikan untuk masyarakatnya.

Banyak peristiwa penting di dunia terjadi karena peran kekuatan intelektual, munculnya kesadaran atau kebangkitan nasional 1908 dan lahirnya bangsa Indonesia 1928 juga karena kekuatan intelektual, Indonesia merdeka pun karena sinergi antara kekuatan bersenjata dan Intelektual. Dengan demikian dapat dikatakan betapa dahsyat kekuatan intelektual dalam melakukan perubahan.

Dengan demikian, kaum intelektual yang berasal dari Kabupaten Intan Jaya, khususnya yang telah menmpuh pendidikan tinggi dapat membawah perubahan bagi daerah tercinta Kabupaten Intan Jaya. Karena apa dan bagaimana Kabupaten Intan Jaya dalam beberapa waktu mendatang di tentukan oleh kontribusi yang kaum intelektual berikan.

Ketika kaum intelektual memberikan kontribusi yang begitu penting bagi pembangunan Kabupaten Intan Jaya, penulis yakin pemerintah daerah akan bangga dengan putra-putri dareah yang bekerja dengan sinergik yang sangat luar biasa. Apalagi jika kontribusi besar itu diberikan oleh mahasiswa yang telah menempuh pendidikan di luar Papua. Karena mutu dan kualitas pendidikan di luar Papua lebih baik di bandingkan dengan pendidikan di Papua saat ini.

Kesadaran sebagai putra daerah Kabupaten Intan Jaya begitu penting. Hal ini juga akan melahirkan kepedulian dan tanggung jawab. Ketika kedua hal ini terbentuk, saat itu pula kaum intelektual sedang berpikir untuk sebuah perubahan dan kemajuan Kabupaten Intan Jaya, yang telah kita ketahui sendiri baru saja di mekarkan beberapa saat lalu.

Mari kita mulai menumbuhkan semangat kesadaran dan kepedulain terhadap kabupaten kita yang baru saja di mekarkan. Hal ini juga sudah bagian dari pengakuan dan tekad kita untuk membangun Kabupaten Intan Jaya, membawah keluar berbagai masyarakat dan saudara kita yang banyak orang klaim begitu tertinggal.

Faktor Pendorong Peningkatan Peran Mahasiswa

Menurut Arbi Sanit ada empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga harus menjadi perhatian bagi mahasiswa atau kaum intelektual yang berasal dari Kabupaten Intan Jaya dalam membangun daerahnya.

Pertama; sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horison yang luas diantara masyarakat. Seperti pergaulan, pembawaaan, serta kesiapm siagaan yang begitu luas terhadap masyarakat. Mahasiswa menjadi orang yang terpandang atau di hargai dalam tingkatan masyarakat.

Kedua; sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah, sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik yang terpanjang diantara angkatan muda. Mahasiswa memahami seluk beluk pengetahuan serta pergaulan di tingkatan masyarakat dan dunia pendidikan.

Ketiga; kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa. Di Universitas, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan agama terjalin dalam kegiatan kampus sehari-hari. Keberagaman menjadikan kaum intelektual atau mahasiswa lebih sigap.

Keempat; mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda. Sebuah penghargaan yang begitu besar, hal ini karena tingkat pemahamannya yang memang begitu baik di antara anak muda segenarasinya.

Ke-empat point yang telah di sebutkan diatas yang mendasari sehingga peran seorang mahasiswa atau intelektual memang sangat-sangat di perlukan. Selain meningkatkan peran, mahasiswa juga sangat di harapkan untuk memilki kepribadian yang baik, supaya dapat di percayai oleh masyarakat.

Peran Kaum Intelektual Kabupaten Intan Jaya

Banyak peran kerja yang kaum intelektual dapat berikan untuk pembangunan Kabupaten Intan Jaya. Dan semua peran kerja itu tentunya untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan golongan apalagi kepentingan pribadi semata. Oleh karena itu, dari awal pembahasan telah di jelaskan bahwa seorang mahasiswa harus memiliki integritas atau kepribadian yang baik agar dapat di percayai, baik oleh pemerintah daerah maupun oleh masyarakat.

Beberapa peran mahasiswa yang harus di tumbuhkan sejak dini untuk sebuah perubahan bagi keberlangsungan Kabupaten Intan Jaya adalah sebagai berikut;

- Melakukan Sebuah Kajian Ilmiah

Kajian yang ilmiah yang dilakukan oleh seorang intelektual sangat bermanfaat bagi keberlansungan pembangunan sebuah daerah, apalagi kalau kajian ilmiah ini dilakukan oleh kaum intelektual yang berasal dari daerah itu sendiri. Dalam hal ini, apalagi kajian ilmiah untuk pembangunan Kabupaten Intan Jaya di lakukan oleh putra daerah yang berasal dari Kabupaten Intan Jaya sendiri.

Penulis yakin, kajian ilmiah untuk sebuah pembangunan yang diajukan kepada pemerintah akan menjadi pijakan untuk sebuah pembangunan. Selain itu, kajian ilmiah ini menjadi sebuah prestasi yang luar biasa, karena putra dareah dari Kabupaten Intan Jaya memilki kesadaran yang luar biasa untuk sebuah kemajuan daerah itu.

Karena banyak pengalaman menunjukan bahwa segala kajian ilmiah untuk sebuah pembangungan di sebuah daerah yang baru mau berkembang di lakukan oleh para peneliti atau kaum intelektual yang berasal dari luar Papua. hal ini juga terkesan kita di anggap tidak memiliki intelek yang cukup. Hal ini tidak boleh terjadi, mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Intan Jaya harus sigap dengan hal ini.

- Mengontrol Kinerja Birokrasi

Banyak orang salah mengartikan hal ini, mengontrol kinerja birokrasi, bukan berarti mencampuri segala urusan yang di jalankan atau di lakukan oleh para wakil rakyat atau wakil pemerintah yang ada di birokrasi. Karena pengalaman menunjukan, bahwa tekad mereka yang di duduk di birokrasi juga sedang berusaha untuk membangun sebuah daerah.

Dan Kabupaten Intan Jaya juga demikian, bahwa tekad dari para wakil pemerintah dan wakil rakyat memang telah betul-betul membangun, apalagi Kabupaten kita baru saja di mekarkan. Tekad pemerintah untuk membangun Kabupaten Intan Jaya memang terbukti, padahal baru saja dimekarkan, dimana beberapa waktu lalu telah berhasil menyelenggarakan tes CPNS dengan baik, ini sebuah prestasi gemilang yang mereka torehkan, padahal baru beberapa waktu lalu dimekarkan.

Peran mahasiswa atau kaum intelektual dalam birokrasi, adalah memberikan masukan atau pendapat, jika saja kaum intelektual merasa apa yang menjadi kebijakan atau keputusan birokrasi tidak begitu berdampak buat pembangunan daerah Kabupaten Intan Jaya. Ini juga sudah tentu melalui hasil analisa yang baik dan cermat.

Mahasiswa sebagai kaum terpelajar juga harus jeli dan cermat dalam segala kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah Intan Jaya. Dan apa yang menjadi ketidakpuasan mahasiswa dengan kebijakan itu tentunya harus melalui mekanisme yang ada, bukan langsung melalui aksi demo, apalagi dengan cara-cara yang tidak mencerminkan kaum terpelajar.

Ketika mahasisa dengan sigap membantu pemerintah, memberikan masukan, serta melakukan fungsi control dalam pembangunan, penulis yakin pemerintah akan bangga dengan putra daerah mereka yang begitu kritis dan mengharapkan sebuah kemajuan. Hal ini juga bagian penting dari kepedulian kaum intelektual terhadap pembangunan Kabupaten Intan Jaya.

- Menjadi Mitra Masyarakat

Sebagai kaum terpelajar yang di percayai betul kualitasnya, mahasiswa juga berperan penting dalam merangkul masyarkat. Hal ini juga untuk kepentingan bersama. Dimana apa yang menjadi keluhan, dambaan, serta keinginan masyarakat untuk daerahnya bisa di sampaikan kepada pemerintah daerah yang akan melangsungkan pembangunan.

Karena dalam perjalanannya kadang pemerintah hanya percaya dan dengar pada mereka kaum intelektual yang memang paham dan mengerit sistem pemerintahan. Dalam hal ini, kaum intelektual harus menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarkat. Cara ini di anggap sangat berefisien, karena dapat menjaga konflik yang berkepanjangan antara masyarakat dan pemerintah.

Disini mahasiswa memang dituntut untuk mempraktekan aplikasi ilmu yang telah di embaninya. Oleh karena itu, tugas mahasisa juga untuk belajar sungguh-sungguh, menimbah ilmu sebanyak-banyaknya untuk sebuah kepentingan, dalam hal ini kepentingan bersama.

Penulis yakin, apabila mahasiwa betul-betul menunjukan kualitasnya masyarakat sudah tentu akan memberikan kepercayaan untuk menyampaikan apa yang menjadi keinginan mereka kepada pemerintah, tentunya sesuai dengan mekanisme yang ada dalam pemerintahan.

- Pelopori Kehadiran Lembaga Non-Pemerintahan

Lembaga non pemerintah sangat-sangat di butuhkan kehadirannya di Kabupaten Intan Jaya. Karena lembaga ini berfungsi untuk melakukan segala analisa tentang perkembangan sebuah daerah, dalam hal ini Kabupaten Intan Jaya sendiri. Kehadiran lembaga ini juga sudah turut akan membantu pemerintah dan masyarakat dalam melakukan pembangunan.

Tidak ada orang lain yang bisa pelapori kehadiran lembaga non pemerintahan ini, namun kaum intelektual atau mahasiswa yang harus berperan aktif untuk mengahadirkan lembaga ini ataupun sejenisnya di Kabupaten Intan Jaya. Agar apa yang menjadi kerinduan masyarakat, dimana terciptanya pemerintahan yang bersih, jujur dan sehat dapat tercipta untuk kepentingan bersama.

Pengalaman pada beberapa Kabupaten di Papua, tidak pernah mengalami kemajuan karena tidak pernah melibatkan lembaga non pemerintahan untuk bersatu padu membangun sebuah daerah. Dan Pemerintah Dareah Intan Jaya harus demikian, dimana merangkul lembaga non pemerintahan untuk sebuah kemajuan daerah ini.

Kemungkinan untuk melihat wajah Intan Jaya yang baik akan tercapai, jika saja lembaga ini betul-betul bekerja jujur, tulus dan ikhlas untuk membangun. Pemerintah daerah juga sama demikian, harus terbuka dan berbesar hati ketika ada sebuah lembaga non pemerintah yang hadir untuk sama-sama membangun Kabupaten Intan Jaya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Masih banyak peran kerja yang harus kaum intelektual berikan untuk pembangunan Kabupaten Intan Jaya. Keharusan itu sudah bagian dari kepedulian terhadap perkembangan sebuah daerah, dan kesadaran memilki sebuah darah, dalam hal ini kesadaran dan kepedulian terhadap Kabupaten Intan Jaya yang kita cintai bersama.

Sudah saatnya kita menumbuhkan semangat untuk menunjukan kepedulian kepada daerah kita Kabupaten Intan Jaya. Kita telah lama terombang-ambing, menumpang sana-sini, dan bahkan kadang kita dianggap sebagai anak tiri. Mungkin sudah berakhir semua kesediahan dan luka batin, sekarang kita menatap ke kabupaten kita yang telah hadir. Dia hadir untuk menjadikan kita manusia yang berguna bagi masyarakat kita yang kita cinta.

Penutup

Pemekaran Kabupaten Intan Jaya hadir menjawab segala tangisan kita bersama. Sudah tentu kita harus bersikap positif dalam menerima kehadiran kabupaten ini. Selain itu, harus ada ucapan terima kasih yang kita berikan kepada kabupaten induk yang dengan lapang dada telah melepaskan kita untuk beridiri sendiri.

Dan yang terpenting juga, kita harus berterimas kasih kepada mereka team pembentukan Kabupaten Intan Jaya yang mengorbankan segalanya untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat hingga sampai di pemerintah pusat. Ini sebuah prestasi yang menunjukan bahwa kita masyarakat Intan Jaya tidak kalah maju dengan beberapa saudara kita yang ada di luar intan jaya.

Mereka telah menjawab kerinduan dan tangisan kita dengan pemekaran, dan sudah saatnya kita berpikir untuk menjawab kerinduan itu, karena kepercayaan untuk mengolah dan memajukan Intan Jaya telah ada di pundak kita (pemerintah dan intelektual). Saat ini yang harus menjadi pemikiran bersama, adalah langkah apa yang akan kita ambil untuk menjawab segala tangisan dan kerinduan itu.

Mungkin langkah yang baik, akan menjadikan Kabupaten ini berdiri kokoh dibandingkan dengan beberapa kabupaten lainnya. Oleh karena itu, melalui tulisan singkat ini sangat diharapkan kerja sama yang baik antara pemerintah dan kaum intelektual dalam membangun atau menjawab sebuah kerinduan itu.

Lebih terutama lagi, peran kerja yang baik dan bertanggung jawab dari kaum intelektual sangat-sangat di harapkan. Kaum intelektual adalah motor penggerak pembangunan di Kabupaten Intan Jaya saat ini. Sekarang harus direnungkan, jika ingin menjadi motor penggerak yang baik dan bertanggung jawab, langkah atau persiapan apa yang harus di ambil untuk langkah itu.

Menjaga nama baik, serta menunjukan kepribadian mahasiswa Kabupaten Intan Jaya yang mulia adalah nilai terpenting dari segala nilai yang akan menjadi ukuran kita untuk bergerak membangun Kabupaten dan masyarakat kita. Sudah saatnya menunjukan kemampuan itu, agar kita menjadi golongan atau mahasiswa yang di perhitungkan pada tingkat kelompok yang lebih besar atau lebih luas. Saat itu tekad kita akan betul-betul teruji.

Akhir kata, apabila ada yang kurang berkenan dalam penulisan ini mohon di maafkan, karena tidak ada manusia yang sempurna. Kita sama-sama sedang berusah belajar untuk menjadi yang baik, agar kita juga bisa menjadi sempurna. Dan terima kasih juga untuk panitia penyelenggara yang telah memberikan kesempatan untuk penulis menyampaikan materi ini dalam natal dan seminar yang sangat berkesan ini. Tuhan Yesus Memberkati kita semua. (Penulis adalah Jurnalis lepas pada beberapa media di Papua, serta putra asli kelahiran Kabupaten Intan Jaya. Dapat di hubungi melalui E-mail: oktovianus_pogau@yahoo.co.id dan web blog http://pogauokto.blogspot.com )

Materi ini disampaikan dalam Natal dan Seminar Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Moni (IPMAMO) se-Jawa dan Bali, yang di berlangsungkan di Jogjakarta, pada tanggal 29 Desember hingga 01 Januari 2010.


Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire

Baca Selengkapnya......