Tuesday, September 29, 2009

Operasi Militer, Menjadi Salah Satu Penyebab Musnahnya Orang Asli Papua

OCTHO- Tidak banyak yang berpikir, namun kenyataan demikian, bahwa berbagai Operasi Militer (baca; pelanggaran HAM) yang tinggi di Papua membuat keberadaan penduduk asli Papua mulai tergeser, dan bahkan hampir punah. Ini sebuah dilema yang terjadi di tanah Papua, dan patut di selesaikan secara martabat, sembari tidak mengabaikan keinginan luhur orang asli Papua.

SEBUAH
kejutan yang sangat besar, ketika hasil penilitian yang di lakukan Dr. Jim Elmslie, seorang peneliti dari Universitas Sidney pada akhir tahun 2007 lalu, yang dimana menyimpulkan bahwa bahwa pertumbuhan penduduk Papua hingga tahun 2030 lebih didominasi oleh pertumbuhan penduduk non-Papua (pendatang).

Penelitian Dr. Jim Elmslie disampaikan dalam Indonesian Solidarity and the West Paper Project, 9-10 Agustus 2007 di Sidney, Australia. Yang lebih mengejutkan lagi, dalam hasil simpulan maupun analisanya, kisaran tahun 2030 sampai tahun 2050 mendatang orang asli Papua, ras Melanesia akan musnah dari tanah kelahirannya.


Perbandingan Penduduk Asli Papua dan Non-Papua

Ia memberikan perbandingan tentang penduduk asli Papua dan non-Papua sejak tahun 1971. Di tahun 1971 dari total 923.000 penduduk Papua, tercatat 887,000 jiwa penduduk asli Papua dan 36,000 penduduk non-Papua. Ini berarti 96 persen penduduk Papua adalah penduduk asli Papua.

Pada tahun 1990, tercatat 1.215.897 penduduk asli Papua dan 414,210 penduduk non-Papuan dari total 1,630,107 jiwa penduduk Papua. Persentase penduduk asli Papua sebesar 74.6% dan non-Papuan sebesar 25.4%. Jika dilihat pertumbuhan penduduk asli Papua dari tahun 1971 hingga tahun 1990, maka laju pertambahan penduduk asli Papua adalah 1,67%. Laju pertambahan penduduk yang sangat rendah ini disebabkan oleh berbagai hal seperti kematian ibu dan anak yang cukup tinggi atau akses terhadap saranan kesehatan yang sangat minim.

Analisa yang dilakukan oleh Dr. Jim ini menunjukkan penurunan proporsi populasi penduduk asli Papua dari 96% menjadi 59%, dari tahun 1971 hingga tahun 2005. Sedangkan populasi non-Papua mengalami peningkatan proporsi dari 4% menjadi 41% dalam rentang waktu yang sama.

Dengan demikian, dalam kurun waktu 34 tahun, penduduk asli Papua hanya bertambah sebanyak 75.7% dari jumlah penduduk asli Papua pada tahun 1971. Namun jumlah penduduk non-Papua meningkat sangat tajam dari 36.000 jiwa menjadi 1.087.694 jiwa atau 30 kali lipat jumlah penduduk non-Papua pada tahun 1971. Selama rentang waktu 34 tahun ini laju pertambahan penduduk non-Papua sebesar 10,5%.

Data BPS Papua

Sedangkan data BPS Papua hasil sensus penduduk tahun 2000 mencatat angka 56,65 bayi yang meninggal dari 1000 bayi yang lahir setiap tahun. Data dari Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM) Papua yang bahkan menyebutkan bahwa hingga tahun 2001, setidaknya 3.751 balita yang meninggal dari total 51.460 balita.

Dengan laju pertambahan penduduk yang hanya 1,67% ini, diprediksikan jumlah penduduk asli Papua pada tahun 2005 sebanyak 1.558.795 jiwa dari total 2.646.489 penduduk Papua. Data BPS sendiri menyebutkan bahwa pada tahun 2000, jumlah penduduk Papua adalah 2.233.530 jiwa.

Dengan menggunakan laju pertambahan penduduk berdasarkan pertumbuhan penduduk Papua dan Non-Papua selama 34 tahun tersebut (Papua 1,67% dan Non-Papua 10,5%) maka Dr. Jim memprediksikan bahwa pada tahun 2011, dari total 3,7 juta jiwa penduduk Papua, penduduk asli Papua akan menjadi minoritas dengan proporsi 1,7 juta jiwa (47,5%) penduduk asli Papua.

Sedangkan penduduk non-Papua akan menjadi Mayoritas dengan jumlah 1,98 juta jiwa (53%). dalam papernya yang disampaikan dalam Indonesian Solidarity and the West Paper Project, 9-10 Agustus 2007 di Sidney, Australia, Dr. Jim menyebutkan populasi penduduk non-Papua pada tahun 2020 akan meningkat tajam menjadi 70,8% dari total 6.7 juta jiwa penduduk Papua. Ini berarti penduduk asli Papua hanya berkisar 1.353.400 jiwa dari total 6,7 juta jiwa penduduk Papua pada tahun 2020.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, pada tahun 2030 Dr. Jim memprediksikan penduduk asli Papua hanya 15,2% dari total 15,6 juta jiwa penduduk Papua. Dengan kata lain, perbandingan antara penduduk asli Papua dan non-Papua pada tahun 2030 akan mencapai 1 : 6,5. Data BPS Papua pada tahun 2000 menunjukan jumlah penduduk asli Papua adalah sebanyak 1.460.846 jiwa (Kompas, 15/06/2002). Hanya mengalami pertambahan jiwa sebanyak 560.843 dalam kurun waktu 1970 - 2000 ( 30 tahun )

Dan yang anehnya lagi, di masa yang sama, penduduk Papua New Guinea bertambah dari 2.554.000 pada tahun 1969, menjadi 5.299.000 jiwa pada tahun 2000. Jadi ada pertambahan sebanyak 2.745.000 jiwa. Pertambahan penduduk asli Papua di Indonesia tidak sampai 50% sedangkan di PNG penduduknya bertambah lebih dari 100%.(Baca, Tabloidjubi,3 April 2008).


Pertanyaan Untuk Kita?

Dengan membaca hasil penilitian diatas, memberi sebuah pertanyaan kepada kita, harus berbuat apa untuk menyelamatkan generasi Papua, bangsa Melanesia dari kepunahan. Bukankah tanah Papua di ciptakan untuk menjadi tempat hidup dan berkembangnya orang asli Papua?

Walau dalam hasil analisa yang dipaparkan Dr. Jim, penduduk Papua berkurang karena kematian ibu yang cukup tinggi serta akses terhadap saranan kesehatan yang sangat minim, Dimana hasil Data BPS Papua hasil sensus penduduk tahun 2000 mencatat angka 56,65 bayi yang meninggal dari 1000 bayi yang lahir setiap tahun. Data dari Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM) Papua yang bahkan menyebutkan bahwa hingga tahun 2001, setidaknya 3.751 balita yang meninggal dari total 51.460 balita.

Namun yang ada ganjal dengan pemaparan Dr. Jim, apa benar orang asli Papua akan musnah hanya karena buruknya kesehatan dan kurangnya sarana prasaran penunjang? Ini yang menjadi sebuah pertanyaan penting yang harus di jawab secara adil, jujur serta bermartabat, karena hal ini bagian terpenting dari junjung demokrasi sebagai falsahah Negara Indonesia.


Operasi Militer, Penyebab Musnahnya Orang asli Papua


Namun dalam hemat penulis, pelanggaran HAM atau yang lebih tren dengan sebutan Operasi Militer yang semakin meluber terjadi di Papua adalah salah satu ancaman serius yang membuat orang asli Papua akan musnah dari tanah kelahirannya. Ini sebuah fakta yang tidak bisa kita mengelah.

Pemerintah Indonesia dan Militernya telah melakukan sejumlah operasi besar-besaran di tanah Papua, seperti Operasi Sadar (1965-1967), Operasi Brathayuda (1967-1969), Operasi Wibawa (1969), Operasi Militer di Kabupaten Jayawijaya (1977), Operasi Sapu Bersih I dan II (1981) Operasi Galang I dan II (1982), Operasi Tumpas (1983-1984) dan Operasi Sapu Bersih (1984)

Selain itu lebih tragis lagi, Operasi Militer yang di lancarkan di Mapenduma yang mana merenggut banyak korban penduduk sipil (1996) dan peristiwa pelanggaran HAM di Wasior (2001), Operasi Militer di Wamena (2003) dan Kabupaten Puncak Jaya (2004). Semua perlakuan pemerintah Indonesia dan Militernya sungguh sangat tragis. Dengan ini menimbulkan pertanyaan, ada apa di balik semua itu? Ingin memusnahkan bukan?

Menurut sumber resmi Amnesty Internasionl, hingga tahun 2006 jumlah rakyat Papua yang menjadi korban kekerasan (baca; operasi militer) berjumlah 100 ribu jiwa, sedangkan menurut sumber lain yang bisa di percayai kebenarannya bahwa jumlah orang asli Papua yang di bantai Militer Indonesia kurang lebih 1,5 juta jiwa penduduk.

Sampai saat ini masih banyak orang asli Papua yang trauma dengan peristiwa masa lalu, khususnya mereka yang hidup di kampung-kampung, lembah-lembah, gunung-gunung, bukit-bukit serta pesisir-pesisir. Dalam kesehariannya, jika kita duduk, berbicara, serta ngobrol dengan mereka, dengan lantang mereka akan mengukapkan bahwa mereka adalah korban semena-mena dimasa lalu yang pemerintah Indonesia dan Militernya lakukan.

“Ayah saya pernah diangkut dengan truck, kemudian dibawah pergi jauh dari rumah. Tidak tau persis, kemana ayah saya di bawah, tapi sampai saat ini belum pernah pulang. Saya tau, ayah saya telah dibunuh, dan mayatnya dibuang oleh Militer Indonesia”, ini kesaksian seorang anak asli dari Biak, salah satu dari sekian banyak korban Biak berdarah yang di publikasikan oleh Journeyman TV beberapa saat setelah peristiwa itu reda, seperti yang di kutip situs Youtbe.

Lain halnya dengan peristiwa Wamena berdarah yang terjadi pada tahun 2003 lalu. Dimana ratusan rumah warga sipil, kebun, kandang binatang, bahkan rumah ibadat-pun dihancurkan secara tidak manusiawi. Semua bermula dari kecurigaan pemerintah Indonesia dan Militernya terhadap Organisasi Papua Merdeka (baca; pejuang hak-hak dasar orang asli Papua) yang katanya sering meresahkan warga masyarakat disana, padahal kenyataan di lapangan tidak demikian.

Operasi Wamena sendiri merenggut korban nyawa yang tidak sedikit, semua berlangsung, terjadi dan berjalan tanpa kata-kata maupun teguran. Melecehkan, melenyapkan, bahkan mengkebiri ideologi (baca; pancasila), dimana Tuhan di lupakan begitu saja. Mungkin tepat yang dikatakan Pemimpin Besar Bangsa Papua Theys Hiyo Eluay sebelum wafat, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat Jahat dan biadab, seperti di kutip Journeymen TV dalam situs Yotube.


Penutup

Dengan melihat berbagai pelanggaran HAM yang semakin tumbuh subur di tanah Papua, memberi sebuah pertanyaan pada semua kita, terlebih khusus pemerintah Indonesia dan Militernya? Apakah masih tetap ingin menyelesaikan segala persoalan di Papua dengan berbagai Operasi dan penumpasan yang sudah tentu akan merenggut nyawa warga sipil, orang asli Papua yang tidak berdosa.

Ini sebuah persoalan yang perlu sekali diputuskan, Apabila masih menginginkan orang asli Papua dan tanahnya tetap dalam bingkai NKRI. Karena itu, jangan kaget bahkan marah ketika melihat banyak orang asli Papua yang tetap meneriakan merdeka (Independent) atau bebas (free) sebagai solusi akhir dalam menjawab segala luka batin di bumi Papua.

Aspirasi merdeka dan ingin pisah dari NKRI alias berdaulat sendiri memang terkuak karena orang asli Papua tidak pernah diakui sebagai bagian dari NKRI. Hal ini terbukti besar dengan segala bentuk pelanggaran HAM yang terus-menerus tumbuh subur di Papua. Serta hak-hak orang asli Papua dalam rana demokrasi, serta UU Otsus yang selalu diabaikan. Maka tidak heran, banyak yang menyimpulkan bahwa ini bagian dari pemusnahan (genocida) etnis Melanesia.

Mungkin sebuah perenungan panjang yang perlu sekali dijawab, apa memang masih tetap menginginkan orang asli Papua untuk tetap ikut dengan NKRI, atau membiarkan mereka membentuk negera sendiri (merdeka). Dimana menjadi sebuah Negara yang berdaulat, serta memunyai pemerintahan sendiri.

Hanya pemerintah Indonesia dan Militernya yang bisa memberi sebuah jawaban serta kepastian. Dimana hal ini dibuktikan dengan segala keputusan, tindakan serta keseriusan dalam menyelesaikan masalah Papua. Mungkin hanya waktu yang akan menjawab, apa dan bagaimana jadinya orang asli Papua dan tanahnya dalam beberapa waktu mendatang. Semoga berubah, dan lebih baik lagi. (Penulis Adalah Jurnalis Muda Papua, Tinggal di Pinggiran Kota Jayapura)


Artikel Yang Berhubungan



3 comments:

  1. this is stupid argue,,,, tak ada genocide di papua, tak ada perlakuan buruk orang2 Indonesia terhadap bangsa Papua, kita adalah sama dalam bingkai suku2 yang ada di Indonesia, penelitian orang2 australia berani saya bantah jika di ijinkan melihat data statistiknya yg sudah dibuat, semua itu tidak benar, hanya ingin mempengaruhi dan membodohi rakyat papua

    ReplyDelete
  2. Papua aka jadi bagian dari NKRI sampai kapanpun

    ReplyDelete
  3. Saya pernah ke merantau di tanah papua tepatnya di merauke dimana penduduk asli papua dan pendatang hidup berdampingan tidak ada rasa berbeda bahkan menurut pengamatan saya penduduk asli papua diajarkan cara bertani oleh transmigran dari jawa, dan dikota penduduk asli papua banyak juga bekerja pada orang buton dan bugis baik di kapal maupun pasar jadi janganlah membuat pernyataan yang berbau provokasi kalo diliat sebenarnya kita yang rasis atau mereka selama ini banyak mahasiswa asal papua di jawa dan banyak anak jawa menganggap mereka sahabat dari timur maen bola bareng kerjakan tugas bareng tanpa membedakan itu fakta lho...

    PADA SAAT INI KITA AKAN MENGHADAPI PERANG DUNIA KETIGA MEMANASNYA TIMUR TENGAH, KEMUDIAN AS - KORUT DAN CINA SERTA VENEZUELA DIMANA MATA UANG KERTAS SUDAH TIDAK ADA HARGANYA MAKA APA SELANJUTNYA SUMBERDAYA ALAM LAH YANG MEREKA CARI... APA TUJUAN AMERIKA MENGOBOK OBOK TIMUR TENGAH JELAS MINYAK LAH YANG MENJADI TUJUANYA BEGITUPUN PAPUA. MESKIPUN DI DETIK DETIK AKHIR DUNIA INI, ANGGAP SAJA PAPUA MENDAPATKAN APA YANG DICITA CITAKANYA MAKA KEMAKMURAN DAN KESEJAHTERAAN PUN TIDAK DAPAT DICAPAI SECARA INSTAN.... AMERIKA DAN SEKUTUNYA TERMASUK AUSTRALIA DAN UNI EROPA SEMAKIN PINTAR UNTUK MEMBODOHI DAN MEMBUAT TIPU DAYA DI TANAH PAPUA... MEMBERIKAN IMING2 SELANGIT NAMUN MENUSUK DARI BELAKANG...

    dan yang perlu diingat kekayaan sumber daya alam tidak menjamin penduduk itu sejahtera... liat cina dan jepang serta singapore korea selatan USA dan uni eropa SDA apa yang mereka miliki..??? tidak ada. namun SDM yang berkualitas membuat negara ini mampu mejadi kuda hitam dalam percaturan dagang dunia....

    SAYA SETUJU PAPUA MENJADI BAGIAN NKRI HINGGA KIAMAT, KAMI ORANG DILUAR PAPUA TIDAK MENGHARAP SDA ALAM KALIAN AMBILAH SEMUA UNTUK RAKYAT PAPUA UNTUK PEMERINTAH MAYORITAS HARUS WARGA ASLI PAPUA... PINTA KAMI JADILAH SAUDARA SEBANGSA YANG HIDUP BERDAMPINGAN DAN MENGHARGAI SATU DENGAN YANG LAIN.....

    ReplyDelete

Komentar anda...