Thursday, April 23, 2009

KEJUJURAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Kejujuran Kunci Utama MajunyaPendidikan di Indonesia

OCTHO- Kejujuran, sebuah kata yang sangat mudah di ucapkan oleh siapa saja dengan kata dasar “jujur”. Kalau dilihat pengucapan kata yang terdiri dari lima buah huruf ini sangat mudah sekali di lafalkan. Namun penerapan kata “jujur” tidak sesuai dengan gampangnya kita mengucapkan kata ini.

Jujur artinya keselarasan antara berita dengan kenyataan yang sedang terjadi. Dan kalau tidak sesuai dengan apa yang sedang terjadi, kemudian kita ungkapkan kepada umum berarti kita telah berdusta. Dusta sendiri adalah lawan kata dari Jujur. Dusta sendiri muncul karena seseorang egois terhadap fakta yang telah terjadi.

Kejujuran acap kali menjadi suatu sifat atau perbuatan yang paling sulit di lakukan oleh siapa saja dan seringkali terjadi berbagai ketiakbenaran karena sifat ini di “lacuri” oleh berbagai oknum yang tidak menginginkannya. Termasuk para penguasa dan pengambil kebijakan yang selalu mengelus-elus dadanya ketika suatu keputusan telah di ambil dan di tetapkannya.

Pada saat suatu penguasa telah menetapkan sebuah perintah, sang penguasa ini akan berlagak seperti sang “dewi” yang melindungi dan menyelamatkan suatu bangsa, padahal dirinya juga akan menjadi perusak yang tidak jauh beda dengan perampok, malahan bukan mustahil dirinya akan melebihi sifat perampok kelas kakap.

Lebih lanjut dalam pembahasan kali ini, saya akan membahas panjang lebar tentang penerapan sistem Ujian Nasional yang telah menodahi dan mengotori segala pola piker generas penerus bangsa di abad ke-21. Dan ini menjadi suatu keharusan untuk saya membicarakannya, karena hal ini tanggung jawab saya sebagai siswa yang tidak ingin moralitas generasi muda saat ini rusak.

Sejak Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional di berlakukan, dengan sendiri wajah pendidikan di Negeri ini telah berubah. UU No 20 Tahun 2003 sendiri adalah perubahan dari Undang-Undang No 2 Tahun 1989 lalu. Alasan utama pergantian Undang-Undang ini dikarenakan, pendapat beberapa pengamat pendidikan yang mengatakan dengan jelas bahwa Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tidak relevan dengan perkembangan pendidikan saat ini.

Buah dari perubahan undang-undang itu sendiri telah menciptakan berbagai kebijakan yang kadang kala membingungkan semua pihak. Bahkan telah sedikit menutup ruang tumbuh kembangnya pendidikan di Negeri ini, karena dimana orang miskin atau mereka yang tidak mampu telah di paksakan untuk berhenti menempuh pendidikan walaupun hal ini tidak tampak secara nyata. Inikan sudah termasuk pembodohan, bukannya mencerdaskan. Padahal cita-cita pendidikan kitakan harus mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan amanat UUD 1945.

Selain itu kebijakan undang-udang itu sendiri telah menciptakan generasi yang tidak terampil, mandiri, kreatif dan bermoral. Dimana anak-anak diajak untuk mandiri dengan penerapan beberapa kurikulum seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) selain itu sempat terjadi perubahan kurikulum yang masih di pakai sampai saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pengajar (KTSP), namun sangat disayangkan semua itu tidak sesuai dengan apa yang telah mereka cita-citakan dalam UUD 1945 karena mengajari siswa untuk malas dan serba instant.

Bahkan dengan penerapan beberapa kurikulum yang dikira akan menyelamatkan wajah pendidikan di negeri ini, malahan beberapa kurikulum itu telah merusak generas muda hingga saat ini. “Jangan salah lho, KTSP tidak membuat siswa-siswi zaman sekarang untuk bertambah semangat dalam belajar, malahan kurikulum ini semakin membunuh mereka, terang salah satu guru Sekolah Menengah Atas di Nabire beberapa saat lalu.

Terbukti sekali, kurikulum KTSP menciptakan generasi yang malas dan tidak jujur. Kegiatan menyontek, menjiplak, menyalin adalah hal yang lumrah bagi kalangan siswa di seantoro Indonesia. Mengapa demikian, karena kurikulum ini tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan dan butuhkan. Pendidikan haruslah menjawab kebutuhan genersi muda, bukan generasi muda yang menjawab kerinduan pendidikan.

Nah hal inilah yang sedang terjadi, dan telah merajalela di Seantoro Indonesia. Dimana semua siswa mampu maupun tidak mampu untuk menyesuaikan dengan segala kebijakan pemerintah yang kalau di pandang sangat tidak perikemanusian dan maaf kalau saya katakan ini telah membunuh semangat siswa-siswi saat ini.

Bukti pembunuhan yang pemerintah lakukan terhadap generasi muda saat ini, dimana angka penggaguran saat berlangsung Ujian Nasional meningkat tajam. Selain itu angka bunuh diri dikalangan siswa karena tidak mampu mengikuti Ujian Nasionalpun semakin meningkat. Dimana dalam Koran Kompas, edisi 27 April lalu yang mengukapkan dengan jelas nekatnya seorang siswi SMA menggantung diri karena tidak sanggup mengikuti Ujian Nasional.

Kejujuran berbicara mengenai suasana hati nurani, dimana hati nurani dapat membedakan mana yang benar, mana yang tidak benar dan mana yang tidak sesuai dan mana yang sesuai. Tapi yang mengherankan di Negeri ini sejak UU No 20 Tahun 2003 di canangkan, suara hati bukan menjadi ukuran untuk kita bertindak jujur, malah kebrutalan pendidikan tiap tahunnya meningkat. Inikan sebuah fenomena yang berbalik arah dengan suara Tuhan, bahkan tataan norma dan sekaligus pemberontakan terhadap hukum di Indonesia.

Nyontek, bukanlah hal lumrah saat Ujian Nasional diadakan. Ini suatu tindakan yang telah dilakukan diluar batas kemanusiaan. Dimana peraturan, hukum, tata tertib serta kebijkan hanya menjadi simbol untuk Ujian Nasional tetap diberlangsungkan. Padahal semua itu dilalui dengan meninggalkan banyak sekali luka batin yang pada ujung-ujungnya telah menimbulkan pembunuhan segala pola piker serta perkembangan seorang peserta didik. Kembali lagi saya bertanya? Inikah yang dinamakan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan amanat UU 1945. padahal faktnya tidak berbicara demikian.

Beberapa contoh pelanggaran HAM yang telah ikut membunuh dan menyeret generasi muda pada umumnya dilakukan oleh guru-guru dan kepala sekolah. Hampir diseluruh Indonesia terdengar lagu yang dinyanyikan secara serentak, dimana menyelamatkan wajah sekolah mereka dari ancaman masyarakat maupun maupun pemerintah setempat. Dengan iming-iming menjaga nama baik sekolah, inikah cara yang paling ampuh menyelamatkan wajah sekolah. Yah, mungkin bagi mereka para pelaku kecurangan di Negeri ini.

Misalnya di daerah Subang, dimana diberitakan oleh berbagai media masa bahwa kasus kecurangan Ujian Nasional dilakukan di seluruh daerah setempat, bahkan yang lebih sadis lagi Forum Guru Garut (Fogar) menyatakan dengan jelas bahwa Kepala Dinas Pendidikanpun ikut terlibat dalam tindakan memalukan ini. Dimana Jumlah siswa yang mengikuit Ujian Nasional pada saat itu berjumlah 26.386, tetapi yang menggembirakan bagi mereka jumlah siswa yang tidak lulus hanya 416 siswa. (Sumber: http// http://news.okezone.com)

Bagi segelintir orang yang tidak paham dengan permainan di Garut akan berpikir, bahwa dengan minimnya peserta UN tidak lulus berarti kualitas anak didik mereka telah begitu cakap. Bayangkan saja, jumlah siswa yang lulus dalam persen mencapai 99%, ini suatu angka yang bisa dikatakan sangat luar biasa. Tetapi yang perlu ditanyakan, apakah 99% itu merupakan hasil usaha, kerja keras dan kemampuan para guru yang memberikan pembinaan dan para murid yang menerima setiap pelajaran?

Selain di Garut, dilaporkan 14 guru beserta kepala sekolah di Riau kelabakan di tahan oleh aparat kepolisian, mereka dengan jelas menyebarkan Lembaran Ujian Nasioal dengan berbagai modus yang selama belakangan ini menjadi trik ampuh mereka. Diantarnya, menjadi joki bagi siswanya, selain itu melalui pesan singkat pada Handphone setiap siswa. (Sumber: http//sinarharapan.co.id)

Yang lebih sadis lagi, kecurangan Ujian Nasional yang terjadi di Deli Serdang. Dimana sekelompok orang berpakain sipil tetapi bersenjata memaksa masuk sebuah ruangan sekolah di SMAN 2 Lubuk Pakam, Deli Serdang. Nampaknya suasana didalam ruangan itu sangat mencekam, para guru dengan santainya sedang membetulkan 284 Lembar Jawaban Ujian Nasional. Suatu pemandangan yang tidak pernah Nampak bagi anggota kepolisian pada saat itu. Sekaligus hal memalukan, yang pernah mereka terjadi.
(Sumber: http//cetak.kompas.com)

Banyak alasan yang dikemukan pada saat penggrebekan itu, diantaranya mereka menuturkan karena kemampuan siswa mereka yang menurut merek masih jauh dari sempurna, selain itu juga alasan soal yang diberikan adalah soal standar anak-anak dari Jakarta. Memang kita pahami semua itu, tapi apa gunanya kita hidup kalau tidak pernah menghargai pimpinan kita. Betul bukan?

Melihat tiga dari puluhan contoh kecurangan Ujian Nasional menyadarkan kita, sekaligus memberikan suatu pertanyaan yang harus di jawab kemana arah pendidikan di negeri ini. Inikah wajah pendidikan di Indonesia yang sebenarnya, inikah Negara yang dalam kelima silanya khususnya pada sila pertama melibatkan melibatkan Tuhan.

Inikah praktek dari setiap teori pelajaran Agama dan PPKN yang selalu di tanamkan disekolah. Lantas yang menjadi pertanyaan bagaimana semua itu bisa terjadi, apakah pelajaran PPKN yang diajarkan disekolah hanyalah sebuat lelucon, pelajaran Agama yang diajarkan hanyalah sebuah tawa sutra, dan beberapa kegiatan ibadah yang dilakukan hanyalah sebuah simbol agar sebuat instut pendidikan bisa berdiiri kokoh.

Dalam pelajaran PPKN mengajarkan kepada kita agar saling hormat menghormat antara sesama umat manusia. Inikah bukti hormatnya seorang guru terhadap Pemerintah, dimana dengan cara melakukan kecurangan Ujian Nasional. Inikah bukti hormatnya siswa terhadap pemerintah yang menjadi wakil Allah dalam memimpin dan mengarahkan kita.

Selain itu dalam pelajaran Agama di ajarkan bagaimana seseorang harus patuh dan taat kepada seorang pemimpin yang telah Tuhan percayakan, dalam hal ini adalah Mentri Pendidikan Nasional. Kembali lagi saya bertanya, mana bukti penerapan semua itu. Sudahkah guru-guru taat dan patuh terhadap berbagai kebijakan pemerintah, yang memang kalau mau diamati sedikit melecehkan para guru. Tetapi bukankah kita masih memeluk sebuah agama, dan kita juga meyakini sebuah agama. Nah kalau demikian, tidak bisa ditawar lagi, dimana para guru dan kepala sekolah harus patuh terhadap seorang pemimpin yang telah di percayakan.

Kejujuran menjadi penentu utama saat Ujian Nasional di adakan. Kejujuran yang diharapkan disini adalah kejujuran semua elemen penyelenggara Ujian Nasional. Kepala Dinas Pendidikan di linkungan setempat harus jujur, jangan seperti peristiwa di Garut. Beberapa guru harus berkomitmen, jangan seperti ulah beberapa guru di Deli Serdang, dan semua unsur masyarakat harus mendukung terselenggarannya Ujian Nasional yang bersih.

Pada kesimpulannya, selama ini penyelenggaraan Ujian Nasional telah menjadi ajang kebobrokan setiap moral manusia. Yang paling menjadi korban adalah siswa sendiri. Walaupun kenyataannya guru yang harus berurusan dengan aparat keamanan. Pada intinya memang kebijakan yang di ambil oleh pemerintah pusat untuk menyelenggarakan Ujian Nasional ini telah dan sangat merugikan para guru.

Bagaiman tidak, masa usaha dan kerja keras yang telah mereka lakukan selama 3 Tahun masa ditentunkan hanya 3 Hari saja. Inikah tidak logis sekali. Selain itu guru yang tahu persisi kemampuan dan kelebihan yang dimiliki seorang siswa, kok masa pemerintah memberikan standar seakan-akan para guru hanya pembantu yang proaktif dalam menumbuhkembangkan siswa dalam tahap belajar mengajar. Kalau diamati memang banyak sekali persaolanya pendidikan yang tidak berpihak pada guru.

Tetapi kita harus sadari, kita hidup di suatu Negara yang ada landasan hukumnya, jadi mau tidak mau kita sebagai bawahan harus patuh terhadap setiap aturan main yang berlaku di Negeri ini. Bukan berarti para guru kasihan terhadap beberapa siswa yang dianggap tidak mampu, kemudian membantu dengan berbagai cara. Bagaimanapun kejujuran dalam dunia pendidikan harus ditanamkan sejak dini, agar kedepannya generasi penerus bangsa tidak bobrok moralnya.

Kejujuran sendiri adalah roh dari majunya pendidikan di Indonesia, bukan berarti ketika banyak siswa yang tidak lulus UN pendidikan di Indonesia telah sangat tercoreng. Tetapi kejujuran diterapkan dengan sejujur-jujurnya itulah wajah pendidikan yang sesungguhnya. Dimana dalam hal ini guru harus mengakui ketidakmampuannya dalam mengarahkan dan mendidik siswa, siswa juga harus mengakui ketidakmampuannya dalam mengikuti pelajaran yang guru berikan.

Contohilah pendidikan di Jerman. Dimana kejujuran menjadi salah satu roh yang menumbuhkembangkan pendidikan setempat. Dimana para siswa yang kedapatan nyontek, dengan tidak tanggung-tanggun akan segera di keluarkan. Ini merupakan sebuah resiko yang mereka harus tanggung, sama halnya dengan beberapa mahasiswa yang menempuh pendidikan di sana.

Bagi siswa-siswi di Jerman, kejujuran dalam pendidikan adalah salah satu pelajaran hidup yang harus mereka tanamkan dalam kehidupan mereka sejak dini. Secara tidak langsung mereka telah sadari, bahwa dengan ketidakjujuran bukan membuat mereka berprestasi tetapi malah meruntuhkan semangat mereka. Kalaupun berprestasi dengan hasil nyontek itupun hanya hasil yang semu.

Akhir kata dalam tulisan yang singkat ini, saya mengajak siapapun yang membacanya bahwa kunci utama majunya pendidiakn di Indonesia adalah menerapkan dan menanamkan nilai kejujuran. Saat nilai kejujuran ditanamkan sejak dini, alhasi bukan tidak mungkin peningkatan mutu pendidikan di Negeri ini akan terdongkrak naik dengan secepatnya. Walaupun mendongkrak pendidikan di Negeri ini bukan semuda kita membalik telapak tangan kita.

Jangan kita ribut soal realisasi APBN yang tidak konsisten, karena ketika kita meributkannya sama saja kita sedang membunuh semangat juang kita untuk menjadi generasi yang cerdas, kreatif dan mandiri. Jangan lagi kita meributkan berbagai kebijakan yang telah nyata merugikan kita, tetapi usahalah untuk keluar dari ketidakmampuan itu untuk menunjukan kualitas kita yang sebenarnya.

Kemudian untuk para guru, jangan alasan rasa kemanusiaan menjadi tolak ukur untuk kita membantu para siswa-siswi yang tidak mampu. Ketika kita membantu dengan berbagai kecurangan yang tidak siapapun ketahui, sama saja kita telah menjadi penjahat yang membunuh semangat, moral, kreatifitas dan kemampuan dari siswa tersebut.

Penulis Adalah Siswa SMA Kristen Anak Panah
Tinggal di Asrama Pesat Nabire
Blognya dapat di kunjungi di www.pogauokto.blogspot.com

*Tulisan ini pernah meraih juara 1 lomba Mengarang Tingkat Pelajar SMA/MA dan sederajat lainnya di Se-Kabupaten Nabire.





headerr

Artikel Yang Berhubungan



1 comment:

Komentar anda...