Wednesday, May 20, 2009

Mentalitas Bobrok, Banyak Yudas Bermunculan Menghambat Perjuangan PB

OCTHO- Papua Merdeka itu sudah harga mati. Tapi saat ini yang harus dipikirkan bagaimana cara yang orang Papua harus tempuh untuk sampai ke sana. Karena cara-cara inilah yang akan menentukan berhasil dan tidaknya orang Papua dalam mencapai sebuah kebebasan (freedom).

Banyak cara telah dilakukan orang Papua untuk mencapai hal itu. Yang di luar negeri berjuang untuk mendapat dukungan dengan cara berdiplomasi. Yang dalam negeri tetap menunjukan ketidakpuasaannya ikut dengan Negara Indonesia dengan berbagai tindakan nyata yang diambil, walau kadang kala berujung pada korban nyawa.

Yang semua itu kalau mau dikaji secara mendalam, nampaknya akan memberikan sebuah harapan untuk mencapai sebuah kebebasan. Kerja sama, komitmen yang solid, dan saling bahu membahu antara seluruh orang Papua, terutama aktivis Papua Barat adalah kunci utama untuk mencapinya. Ini awal dari pada sebuah kesusksesan yang sedang digapai.

Meminjam pepatah orang Indonesia yang mengatakan bahwa “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Yah, memang harus demikian. Harus ada persatuan dan kesatuan dari seluruh orang Papua, terutama aktivis yang sedang terlibat langsung untuk mewujudkan hal besar yang sedang digapai.

Nampaknya dalam proses ini ada banyak hal yang mengganjal. Satu diantaranya MENTALITAS yang bobrok alias belum terbangun. Mentalitas yang bobrok ini muncul saat pencatian jati diri yang berlebihan, emosioanal disertai tindakan yang tidak labil dan masih banyal lagi.

Banyak sejarah dunia mencatat, bahwa kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan persoalan. Malahan menimbulkan persoalan baru, yang kadang berujung pada perkelahian, bahkan bukan tidak mungkin sampai pada perpecahan.

Nelson Mandela membuktikan itu, walaupun prosesinya sangat lama. Bahkan dirinya harus mendekam di dalam bui puluhan tahun, hanya karena berjuang mendepankan jalan damai alis anti dengan kekerasan. Hal ini di lakukan oleh mereka, karena ada target yang ingin di capai.

Mahatma Gandhi juga membuktikan hal yang sama. Jalan suci, adalah istilah yang dipakai untuk berjuang. Aksi damai menantang rezim Inggris yang sungguh ganas bukanlah hal mudah. Tetapi Gandhi membuktikan dengan pengendalian emosional yang sungguh baik. Akhirnya India bebas, walau banyak polemic berkepanjangan yang muncul.

Bahwa pembentukan mental sesame pejuang yang baik, adalah jalan untuk mencapai sebuah kebebasan. Mental yang terbentuk dengan baik, akan berdampak pada tindakan dan kerja sama yang baik.

Dalam konteks ini, Papua Barat pun demikian. Terutama kekerasan yang tumbuh di antara sesame pejuang Papua Barat yang menimbulkan perpecahan. Kita mungkin telah tahu sendiri, kalau bangsa ini (red, Indonesia) adalah bangsa yang sungguh ganas.

Keganasan ini menimbulkan kita orang Papua dibuat bungkam dan tak berdaya. Philip Karma, Yusak Pakage, Buchtar Tabuni, Sabby Sambom dan beberapa pejuang lainnnya adalah bukti ganas dan jahatnya bangsa ini. Tetapi patut di syukuri, mereka ingin tetap menunjukan, ini adalah sebuah proses yang sedang kita orang Papua tempuh.

Ada beberapa orang yang mengklaim, kalau Tuan Nikolas Jouwe kecewa dengan perjuangan rakyat Papua Barat yang tidak kurun membuahkan hasil. Ada pula yang mengklaim, kalau beliau ingin menikmati masa tuanya dengan menikmati segala kemewaan, termasuk uang hasil kerja samanya untuk berdialog dengan Negara Indonesia tentang nasib bangsa Papua dalam bingkai Otonomi Khusus (Otsus).

Apa benar demikian? Padahal, beberapa saat lalu sebelum kedatangannya ke Indonesia beliau dianggap sebagai bapak orang Papua. Saya bisa klaim, kalau ini mentalitas yang tidak baik. Mentalitas ala jawa, mentalitas mementingkan perut. Yah, ini memang tindakan biadab. Tindakan tidak manusiawi. Entahlah, bubur tidak mungkin lagi di jadikan nasi!

Masih banyak lagi persoalan yang tercipta, gara-gara mentalitas orang Papua Barat, terlebih khusus aktivis Papua Barat yang tidak begitu baik. Kecewa dengan tindakan dan keputusan yang diambil dalam menentukan arah pergerakan, maka banyak pejuang akan berbalik arah alias putar setir.

Banyak aktivisi Papua Barat berkotek sana-sini, padahal dorang sedang kerja sama dengan BIN. Ini realitas yang sedang terjadi di tubuh perjuangan Papua Barat. Bisa di lihat orang-orang seperti ini. Hanya tahu bicara banyak, buat kosentrasi teman-teman pejuang yang lain buyar hanya gara-gara topic tidak terarah yang dibangunnya. Yang berjung pada menjadikan teman-teman lain korban.

Di Jayapura sendiri, telah banyak aktivis Papua Barat yang kerja sama dengan BIN. Sekali lagi ini sebuah realitas yang sedang terjadi di lapangan. Saat saya di Jayapura saya heran sekali. Benar atau tidak, tapi ada teman yang mengatakan kalau harus berhati-hati ketika berpergian ke asrama-asrama mahasiswa yang ada, terutama asrama Tuhar.

“kalau ke Asrama Tuhar, ko ingat jangan bicara macam-macam di sana. Karena saat ini, sudah ada hampir empat orang penghuni asrama disitu yang telah di beli oleh BIN untuk kerja sama dengan dorang” ujar teman saya. Jujur saya terkejut sekali dengan omongan teman ini. Itu sebuah realita.

Yang lebih sadis lagi, nyata-nyata telah ada mahasiswa Papua yang dulunya berteriak sana-sini untuk pembebasan Papua, namun telah berbalik arah dan bahkan dia ada dalam bagin penting dari pergerakan BIN. Saya kasih contoh di Nabire, saat aksi sambut ILWP tanggal 6 lalu, ada beberapa teman-teman yang ditangkap. Diantaranya ada seorang siswa SMA.

Karena berbagai pertimbangan, siswa ini di lepaskan oleh kepolisian dengan syarat harus melapor setiap minggu. Saya bertemu dengan siswa ini, kemudian saya bertanya banyak dengannya tentang suasana sahabat-sahabat serta keputusan polisi dorang di penjara.

Saya terkejut dengan penguraian singkatnya. Ini semua ulah mental yang bobrok. “sungguh mati, ternyata yang jadi intel itu kita pu orang-orang Papua banyak sekali, bahkan ada beberapa juga yang pernah bersekolah di luar Papua sana. Bahkan saya diancam oleh mereka untuk cerita dan melindungi teman-teman yang mereka kenal” saya sedikit bingung apa maksudnya.

Ternyata beberapa mahasiswa yang jadi intel ini telah tahu, siapa-siapa aktivisi Papua Barat yang selalu bersuara di Nabire. Trus siswa ini lanjut lagi ucapannya lagi, kalau di sempat diancam oleh mahasiswa ini dengan geramnya. Dan kata mahasiwa itu begini.

“bilang sama-sama anak-anak aktvis Papua Barat yang selalu berkotek sana-sini tentang kemerdekaan Papua Barat. Kalau tidak ingin masa depan suram, stop bicara banyak. Karena saat ini, yang kalian lawan adalah Negara, bukan lawan kami perseorang”. Ini kutipan kata mahasiswa yang jadi intel dan sedang ada di penjara yang di sampaikan ke siswa ini.

Karena penasaran, siswa ini ingin menanyakan namanya. “kalau boleh tau, kak nama siapa, biar saya kase tau teman-teman kalau kakak ada pesan begitu”. Namun hal ini di bantahnya, sambil berkata, “bilang saja ke mereka bentuk postur tubuh saya, dulu saya yang biasa pimpin demo di jawa sana, adik koe kase tau dorang, pasti dorang tau kok,”

Diskusi sama beberapa teman-teman, ternyata memang benar. Teman yang jadi orang penting dalam tubuh Intel ini kecewa dengan perjuangan rakyat Papua Barat. Kecewa diserta dengan kepentingan, telah membuahkan penghiantaan yang besar bagi rakyat Papua Barat .

Tuhan orang Papua adalah Tuhan yang berkuasa, Tuhan yang maha tahu, bahkan dia Tuhan yang maha adil, walau kadang kala keadilan tidak pernah berpihak pada semua kita. Hanya Tuhan yang akan membalas perbuatan hina dan keji para yudas-yudas dari perjuangan Papua Barat. Tidak tahu, mungkin Tuhan menciptkan dan menetapkan mereka untuk nanti suatu saat bersama-sama dengan iblis di neraka.

Apa yang di tabor, itu pula yang akan di tuai. Mereka mengorbankan sesame dengan iming-iming kekayaan dunia yang sifatnya semua, maka mereka juga telah mengorbankan dirinya untuk menjadi ahli waris neraka. Untuk segala sesuatu ada waktu. Kini saat mereka mengorbankan sesama mereka, suatu saat mereka juga akan menjadi korban dari sebuah permainan itu.

Kita tetap kompak, sehati, sepikir dan sekata untuk mewujudkan Papua Barat yang bebas dari segala penjajahan. Karena ini merupakan hak dan kodrta kita sebagai manusia Papua dan ber-ras Melanesia. Salam perjuangan, Kita harus mengakhir. Kalau bukan sekarang, kapan lagi, kalau bukan kita, siapa lagi. Maju dan maju, pantang nyerah.

Tulisan ini hanya sebuah catatan di tengah bisingnya dunia.

Sumber Gambar :www.fpcn-global.org




headerr

Artikel Yang Berhubungan



0 komentar:

Post a Comment

Komentar anda...