Sunday, August 09, 2009

Mempertanyakan Peran Tuhan Untuk Papua?


OCTHO- Dalam suatu waktu saya berpikir panjang mengenai kebesaran TUHAN sebagai sang pencipta tunggal, yang mana telah turut menciptakan manusia Papua dan tanahnya. Kata kebanyakan orang, hal ini tidak perlu untuk dibicarakan, apalagi memang betul bahwa Tuhan telah menunjukan kebesarannya melalui beberapa karya nyata untuk tanah Papua. Namun saya kira semua itu tidak cukup.

Muncul beberapa pertanyaan dalam benak, Apakah memang benar Tuhan adalah segalanya untuk orang Papua. Apa benar, Tuhan pencipta orang Papua dan tanahnya. Apakah Tuhan menciptakan manusia Papua untuk menikmati sebuah karya kebebasan ataukah semua itu hanya sebuah degungan semangat yang perpesan kosong, dan penyejuk dahaga sesaat untuk orang Papua dan tanahnya.

Mungkin semuanya tidak akan seperti begini, dimana setiap saat tumbuh sumbur konflik baru, yang ujung-ujungnya rakyat Papua pihak yang lemah jadi korban. Nyawa manusia yang tak berdosa melayang begitu saja. Hak untuk menyampaikan pendapat dalam renah berdemokrasi disumbat begitu saja, mungkin manusia Papua dianggap layaknya binatang yang tidak paut untuk bersuara, dan masih banyak persoalan lainnya yang turut melemahkan dan menghancurkan orang Papua..

Intergrasi masuknya tanah Papua ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1969 melalui PEPERA adalah salah satu problem yang menganjal dan menimbulkan sederatan konflik di bumi Papua. Dan mungkin banyak orang bertanya, sebenarnya TUHAN menginginkan dan menghendekai apa dari permulaan konflik seperti itu? Bukankah Tuhan harus mengambil bagian dalam proses seperti ini?

New York Agrement (1962) adalah sebuah produk perintah gombal yang tentu telah menghukum mati, bahkan membinasakan seluruh warga Papua dari amukan colonial (red, penjajah) di tanah Papua. Elsworth Bungker dan kaki tangannya menginginkan Papua masuk dalam NKRI, yang imbasnya membuat mati suri rakyat Papua sampai saat ini. Bahkan Resolusi PBB Nomor 2504 tanggal 19 Desember 1969 mungkin bagian dari pelecahan hak hidup dan hak merdeka rakyat Papua.

Awalnya Amerika Serikat, Indonesia serta Belanda telah berunding tentang kepemilikan status tanah Papua Barat, yang katanya melimpah dengan susu dan madu. Tidak mungkin belanda mempertahankan power di bumi Papua, sedangkan tuntutan dunia Internasional agar Papua di lepaskan semakin menggila. Dan tidak mungkin juga Amerika Serikat langsung megklaim Papua dari bagiannya, mungkin Indonesia di rasa sangat tepat untuk memilki tanah Papua, dengan sederatan alasan kepemilikan tanah Papua yang sangat-sangat tidak jelas.

Hal ini telah turut melemahkan “mimpi-mimpi” Belanda untuk melihat sebuah Negara yang merdeka dan berdaulat di tanah Papua, ras Melanesia. Semua kita telah paham, bahwa sebelum New York Agrement diluncurkan, Papua telah diberikan sebuah kemerdekaan oleh Belanda, yakni menjadi sebuah bangsa, Bangsa Papua. Dan kemerdekaan itu sendiri telah tumbuh beberapa waktu kedepan, walau kedaulatannya tidak diakui oleh Indonesia dan Amerika secara sah, dengan kepentingan kedua Negara ini di bumi Cenderawasi yang kaya raya.

Tanggal 1 Desembert, Tahun 1961 kemerdekaan Papua telah diberikan oleh Belanda. Hal ini ditandai dengan berkibarnya bendera Bintang Kejora bersamaan dengan bendera Belanda dalam beberapa wakt. Walau saat itu Indonesia dan Amerika memilki kecemburuan yang sangat mendalam dengan moment ini, akhirnya juga bendera bintang kejora tetap di kibarkan di bumi cenderawasih, Papua. Tak heran jika Bung Karno melalui Trikora, 19 Desember 1961, pada butir pertamanya menyebutkan, "Bubarkan Negara Boneka Papua bentukan Belanda colonial.

9 Tahun lamanya, dari tahun 1961 hingga tahun 1969 adalah waktu tidak sedikit panjang untuk melihat secercah harapan tentang sebuah kemerdekaan rakyat Papua yang telah di peroleh dari Belanda. Perlu dipertanyakan juga, konstitusi dari pada pembentukan Negara Papua telah tertata rapi, bahkan ideologinya-pun telah sedikut tumbuh sumbur, dimana membuat rakyat Papua pada saat itu sedikit bebas, Namun toh semua itu gagal mendewasakan rakyat Papua dan tanahnya sebagai basis sebuah kebebasan.

Ini yang jadi pertanyaan sampai pada saat ini, apa kehendak Tuhan dengan semua peristiwa ini. Apakah Tuhan menghendaki Papua dan tanahanya untuk menjadi milik bangsa lain, atau apakah Tuhan ingin orang Papua dan tanahnya diciptakan untuk mencukupi kepentingan Negara lain.

Mungkin jawaban ini yang tidak pernah orang Papua dapatkan. Ataukah ada rencana Tuhan dibalik semua peristiwa ini. Yang penting keraguan banyak orang Papua tentang kebenaran hadirnyua Tuhan patut untuk di tumbuh kembangkan. Dan saya yakin, bahwa banyak orang sepaham dengan paham ini, paham meyakini bahwa Tuhan tidak ada di bumi Papua.

Keadilan untuk orang Papua dan tanahnya sangat sukar untuk ditemukan. Melihat sebuah keadilan untuk tanah Papua dan masyarakatnya seperti mengharpkan jatuhnya bulan. Lihat saja, sederatan pelanggaran yang terjadi, dengan diseretnya rakyat Papua sampai di pengadilan, apakah ada angin segar untuk orang Papua. Keadilan untuk orang Papua di jawan dengan kekerasan, bui (penjara) bahkan yang lebih tragis lagi sampai pada tempat peristrahatan seumur hidup (kematian)

Mungkin terlalu banyak luka batin yang harus dibalut dari bumi Papua. Mungkin noda dari pada persoalan dan konflik yang tumbuh sumbur dan berkembang tidak sebanding dengan kepercayaan mereka pada Tuhan sebagai sang pencipta tunggal di bumi Papua. Bukan hal baru, dan juga bukan paham baru kalau orang Papua sangat turut ragukan kehadiran Tuhan di bumi Papua.

Buktinya, walau mayoritas agama di Papua nasrani, tho nasibnya tidak pernah berubah. Malahan nasib yang berubah hanya kegombalan dan kebobrokan rakyat Papua untuk tetap menuntut sebuah kebebasan. Gombalnya rakyat Papua dalam menuntut sebuah kebebasan, di landaksna pada ketidakadilan Tuhan sendiri untuk orang Papua dan tanahnya.

Yang terpenting dan patut untuk di awasi adalah jangan sampai ada generasi muda Papua yang bangun Papua dengan pemahaman barunya tentang ketidak hadiran Tuhan untuk masyarakat dan tanahnya Papua. Saya yakin, banyak orang akan sepaham dengan seorang revolusioner seperti ini, apabila paham yang di ajarkan memang sesuai dengan fakta tanah Papua di masa sekarang ini.

Adolof Hitler (1889-1945) pimpinan NAZI yang sangat kejam adalah salah seorang dari sederatan manusia bejat di muka bumi yang hadir dan menantang Tuhan karena kekecewaannya pada agama, Yahudi dan Tuhannya. Teori Charles Darwin telah masuk kedalam benaknya. Selain Hitler, banyak lagi orang berpengaruh, termasuk penganut paham komunisme Karl Marx (1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895) bahkan juga penganut paham atheisme Ludwig Feuerbach (1804-1872)

Kita tunggu, generasi muda Papua dan orang Papua akan bicara apa dengan semakin menggilanya konflik di Papua yang membuat orang Papua tetap menjadi mangsa kapitalis, dan membuat manusia Papua sedikit lagi akan punah. Patut untuk dibicarakan hal ini, karena menyangkut masa depan orang Papua.

Tuhan perlu berbicara, dalam kasus salah tangkap pasca kerusuhan di Polres Abepura 09 April lalu, dimana turut mengisahkan luka batin yang begitu mendalam. Bahkan sempat bertanya-tanya, betulkah kalau memang TUHAN hadir untuk membebaskan rakyat Papua dari penjajahan dan pembunuhan kaum penjajah yang sangat ganas.

Saya digiring pergi ke truck Brimob yang diparkir di Jalan Biak, saya disuruh naik ke atas truk, Di dalam truck itu saya melihat 3 orang kena tembakan masing-masing; 1 (satu) orang luka bagian tangan, satu orang luka di bagian lutut dan satu orang lagi di bagian perut, Tali perutnya keluar sehingga dia menekan perutnya dengan baju.

Tak lama kemudian satu anggota Brimob menodong dan memaksa saya untuk menjilat darah dari luka korban yang terkena tembakan di bagian tangan. Saya tidak mau, tapi Brimob bilang kalau kau tidak mau jilat darahnya, saya akan tembak kamu saat ini juga. Saya takut ditembak sehingga menjilat dan meminum darah korban berulangkali hingga darahnya mengalir dan menempel ditanggannya bersih. Setelah itu kami dibawa menuju Polsek Abepura dan dibawa lagi ke Polda Papua untuk diinterogasi tapi tidak didapati bukti kesalahan sehingga saya dan kawan-kawan dibebaskan pada 11 April dan dikenakan wajib lapor.

Ini kesaksian Lauren Kogoya korban salah tangkap POLDA Papua, 09 April di asrama Ninmi, Jayapura. Tuhan sebegitu jahat kha engkau, apa engkau hanya menutup mata dengan sederatan penderitaan ini. Hati saya menangis, ketika mendengar tuturan saudara Lauren Kogoya, sebegitu kejam dan jahatnya Negara Indonesia.

Bahkan secara tidak sadar, sampai-sampai saya mengklaim Tuhan telah bekerja sama dengan aparat MILITER Indonesia untuk membinasakan orang Papua secara tidak manusiawi. Mungkin hanya TUHAN yang mengetahu apa maksud dan tujuan dibalik segala penderitaan yang dibiarkan tumbuh sumbur di tanah Papua untuk masyarakat Papua hadapi**

Sumber Gambar: klik disini


*Sebuah Catatan Kusam yang Patut untuk di Jawab





headerr

Artikel Yang Berhubungan



0 komentar:

Post a Comment

Komentar anda...