OCTHO- Setiap manusia di muka bumi ini tidak ada yang sempurna, yang sempurna hanyalah kristus sebagai sang penyelemat tunggal. Nabi Elia dan Henock yang terangkat hidup-hidup ke surga-pun adalah dua orang manusia biasa yang banyak salahnya.
Beberapa saat lalu, saya melakukan suatu kesalahan besar, yang sebetulnya tidak layak atau pantas di lakukan. Sebetulnya ini rahasia pribadi, karena menyangkut harga diri saya juga. Tapi apa salahnya, saya membeberkannya, biar setiap orang bisa tau akan sedikit kekurangan dalam proses pemantapan saya sebagai seorang Jurnalis muda.
Begini ceritanya, siang hari saya mewawancari seorang Aktivis untuk pembelaan terhadap hak-hak dasar orang asli Papua di Jayapura, mengenai kineja MRP yang tidak kurun membaik dari waktu ke waktu.
Dan saya ingin, tanggapan itu senada dengan beberapa mahasiswa Papua yang menunjukan ketidakpuasan mereka terhadapa kineja MRP yang kalang kabut, alias kabur. Saat itu, media sedang ramai membicarakan kineja MRP yang tidak kurun membaik.
Melalui sambungan telepon seluluer, saya menghubungi narasumber ini. Setelah mendengar tanggapannya yang sangat singkat, namun sedikit memberikan arah bahwa dirinya menyetuji agar MRP-pun ikut di bubarkan. beberapa hari kemudia, tanggapannya menghiasi halaman koran tempat saya belajar, dengan judul “******* MRP Harus di Bubarkan”.
Setelah konsultasi dengannya, dirinya ingin agar Berita yang telah di muat dikirim balik via Emailnya. Siang itu terasa sangat panas, saya mengunjungi beberapa warnet di tempat kami, seraya mengirim berita itu.
Keesok harinya, tanpa ada mimpi maupun tanda-tanda buruk dalam diri saya, saya mengunjungi lagi warung internet di tempat kami, ingin mengecek beberapa e-mail dari teman-teman. Wah…… ternyata email tersebut telah di balas.
Apa tanggapan dan jawabannya, hari itu bagi saya hari yang sangat kelam. “ade, tolong kalau beritanya di muat, sesuai dengan apa yang saya komentari, karena saya juga tau ade telah paham betul dengan etika Jurnalistik, dimana apa yang tidak di katakan nara sumber, jangan di masukan,” intinya jangan tambah-tambah berita, dan jangan juga kurang-kurangi berita. Tuliskan seadanya, sesuai dengan apa yang nara sumber tanggapai.
Itu kesalahan terbesar saya katakau, pahamilah saya. Balasan email yang bisa saya kirimkan. Saya juga masih dalam proses pembelajaran, dan itu kesalahan dan dosa saya. Apabila ada yang kurang berkenana di hati nara sumber.
Dengan peristiwa ini, lebih mengajari saya untuk bertindak secara propesional dalam pemuatan berita. Dan saya merenungin nasib ini, ini memang kesalahan terbesar yang tidak boleh saya ulangi lagi. Karena siapa diri kita, di tunjukan ketika apa yang kita tunjukan di lapangan sesuai dengan realita yang terjadi.
Dan ini juga mungkin sebuah pengalaman penting untuk para jurnalis di berbagai media masa, khususnya yang berada di Papua.
Keabsahan pemuatan suatu berita itu sangat penting. Dimana tidak mengada-ada apabila tidak terjadi, dimana tidak melebih-lebihkan apabila tidak di tanggapai demikian. Tidak mengurangi juga, apabila ada yang sedang di tanggapi.
Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih buat “narasumber” yang telah mengkritik keras ketidakkonsistenan saya dalam pemuatan berita tersebut. Dan saya tahu, itu kesalahan saya. Sekalig lagi, terima kasih buat pelajaran berharga itu. Saya senang sekali, sekarang saya lebih dewasa lagi.
Dewasa dan tidak seseorang, tergantung dari beberapa banyak kritikan pedas yang di terimanya. Tetapi kedewasaan yang sesungguhnya, di tunjukan ketika mampu menyikpai kritikan itu, dan berusaha memperbaikinya.
Semoga saya lebih baik dan lebih bisa memahami dunia tulis menulis yang baru ini. Dan saya rasa ini bukti kedewasaan saya untuk menyikapi arti hidup yang sebenarnya.
Monday, March 02, 2009
Ketika Saya Bersalah, Maafkan Saya
Label:
RENUNGAN
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Komentar anda...