OCTHO- Konflik di Papua ada sejak tahun 1963, dan sejak itupula banyak orang Papua yang menjadi korban dari kepentingan penguasa. Otsus bukan akar konflik di Papua, melainkan salah satu akar konflik "yang sengaja di ciptakan." Jika ada orang yang berjuang seperti pahlawan dalam membela Otsus, patut di pertanyakan, punya kepentingan apa di Papua, dan punya kepentingan apa dengan Jakarta. Nick Messet salah satu orang Papua yang perlu di awasi, argumentasinya di berbagai media masa mengarah pada konflik internal sesama orang Papua.
Tidak begitu penting memberikan argumentasi di ruang yang begitu terbuka dan bebas begini, tapi saya rasa sangat-sangat penting, agar kita tidak memercayai, meyakini bahkan ikut termakan isu oleh salah satu manusia serakah (Nick Messet) yang menyamar jadi “malaikat” dengan argumentasinya terkait Otsus dan Papua.
Beberapa hari belakangan ini saya amati terus komentar-komentar singkat yang di lontarkan oleh Nickolas Meset, salah satu orang Papua yang selalu klaim diri sebagai mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Organisasi Papua Merdeka (OPM). Tanggapan dan komentarnya selalu menghiasi media local maupun media nasional. Seharusnya pers berimbang, tidak memberitakan tanggapannya secara sepihak, tapi entahlah, itu tugas dan peran pengabdian mereka.
Dalam beberapa penjelasan singkat yng diberikan secara resmi oleh TPN/OPM baca http://finance.groups.yahoo.com/group/media-intim/message/704 maupun PDP (dulu nick gabung disini) baca http://papua.startpagina.nl/prikbord/read.php?1432,5865782 mengatakan dengan jelas bahwa beliau bukanlah Menlu, hanyalah "simpatisan" biasa. posisinya sama dengan masyarakat awam dalam perjuangan Papua merdeka.
Sebutan atau klaim menlu OPM bagi Nick adalah daya tawar yang beliau "pajangkan" untuk "dibeli" dan "dilahap" oleh pemerintah Pusat (bahkan wakil Presiden kala itu, JK menjadi korban dari pengakuan nick yang sangat-sangat tidak berdasar). Memang terbukti menjadi lahapan mereka, untuk menjawab kepentingan mereka dan kepentingan pribadi nick sendiri, bukan masyarakat Papua seperti yang Nick selalu klaim.
Sudah sangat-sangat jelas, Jakarta saat ini memasang dua orang Papua, yaitu Nick Messet dan Albert Joku untuk menimbulkan konflik baru di tanah Papua. Konflik ini di munculkan dan akan terjadi sesama orang asli Papua, konflik antara pejabat Papua dan masyarakat Papua, konflik antara pemuda Papua dan pejabat Papua. Dan mereka juga memang “dipasang” untuk mengacaukan segala bentuk perjuangan rakyat Papua untuk melihat Papua yang bermartabat dan damai. contoh kongkrit, mereka sangat-sangat tidak sepaham jika menjadikan dialog sebagai proses untuk mencapai solusi.
Mereka dengan jelas mengatakan dalam berbagai media masa, bahwa rakyat Papua tidak pernah menginginkan dialog, namun hanya musyarawah biasa saja antara orang Papua sendiri. Rakyat Papua mana yang pernah sampaikan argumentasi ini pada mereka? Ini yang di sebut dengan “penjilat” yang selalu mengaku diri mempunyai masa dan rakyat. Apa ada rakyat yang percaya dan taat pada omongannya, patut di selidiki jika memang ada.
Dalam seminar buku "Integrasi Telah Selesai, tanggapan kritis atas buku Papua Road Map (PR)" yang di selenggarakan beberapa bulan lalu di Jogja memang menjadi saksi bisu. Bahwa Nick betul-betul menjadi kaki tangan pemerintah Indonesia, dan aparat di Indonesia untuk menimbulkan konflik baru, yang terstruktur, dan lebih jahat lagi di bumi Papua.
Dalam seminar tersebut Nick selalu mengatakan bahwa "Bodohlah rakyat, penjabat, hingga orang asli Papua yang tidak mau berusaha untuk hidup damai, tentram, bahkan aman" pernyataan yang sungguh sangat bodoh, dan pernyataaan yang memang bermotif kepentingan perut pribadi semata. Nick tidak menyadari, jika konflik di Papua, karena kepentingan yang sedang dia jalankan juga.
Tolol juga orang ini pikirku saat itu, menyalahkan orang Papua, rakyat Papua dan tanah Papua seakan-akan beranggapan bahwa Papua adalah sebuah negara kecil (walau suatu saat keinginan ini pasti akan tercapai). Beliau saat tidak menyadari, bahwa Jakarta, Militer, dan pengusaha memilki KEPENTINGAN yang sangat amat besar di bumi Papua, hingga terus menerus konflik bisa ada. Orang Papua tidak pernah menginginkan konflik, namun pengusa sengaja menghadirkannya, agar kepentingan mereka tetap terus terjawab. Ini yang nick (seorang doktor tolol dari Swedia) tidak pahami. Dan Nick juga harus paham, bahwa keputusan dan kebijakan tertinggi ada pada pemerintah pusat, Jakarta. Papua dan pemerintahannya hanyalah perpajangan tangan yang menjalankan kebijakan mereka semata.
Saya tidak tahu, sengaja di buat tidak paham atau memang tidak paham betul. yang pasti pilihan pertama, dimana sengaja di buat tidak paham, semua untuk kepentingan pribadi (perut, ketenaran, dan nama baik, mungkin juga jabatan). Ironis, membunuh sesamanya untuk kepentingan pribadi semata. Jahat bukan????
Selain itu, nick selalu mengatakan bahwa “saya datang dari Swedia ke Papua untuk membuat rakyat sejahtera di era Otsus” pikirku saat itu lebih tolol lagi orang ini. Jakarta sengaja menghambur-hamburkan uang di Papua, agar konflik terus menerus terjadi. Jakarta ingin orang Papua tidak maju, tidak berkembang, berharap ke mereka saja, tidak bisa bekerja, dan tidak bisa bekerja.
Ingat, Firman Tuhan dengan jelas-jelas mengatakan bahwa “UANG ADALAH AKAR DARI SEGALA KEJAHATAN” berarti Jakarta sengaja kasi orang Papua uang banyak, berarti sama saja dengan mereka kasih KEJAHATAN terus ada di Papua. sekali lagi sa mau katakan, tolol benar, nick messet seorang dokter kanak-kanak dari Swedia, tidak bisa analisa persoalan secara baik dan mendalam. Ini memang betul-betul di buat “bodoh dan tolol” oleh Jakarta untuk kepentingan semua mereka.
Dan yang lebih aneh lagi, Nick mengatakan dengan jelas bahwa soal Integrasi telah selesai, dan tidak perlu di bicarakan lagi, bahkan katanya PEPERA 69 sah secara hukum. Saya bingung, harus memberi label apa lagi pada orang ini, ketika kebenaran di putarbalikan menjadi kesalahan. Awalanya beranggapan bahwa Indonesia setan sekarang menyatakan Indonesia adalah TUHAN. Menjual harga diri juga tidak sekejam dan sekeji orang ini. Jahat, terkutuk, dan memalukan kata batinku.
Persoalan integrasi adalah persoalan paling urgent yang belum di selesaikan sampai saat ini. PEPERA 69 sudah jelas-jelas melanggar hukum, baik hukum intenasional maupun nasional sendiri. Dan karena soal integrasi yang “di kebiri” itupula yang bisa membuat konflik ada di Papua, bukan persoalan Otsus, Uang, Korupsi dan lain sebagainya. Semua kita harus memahami itu.
Mengakhiri tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan sebuah pesan pendek, bahwa jangan pernah percaya dengan Nicholas Messet, Alberth Jocku dan mendiang Nicolas Jouwe, mereka hanya perpanjangan tangan dari Jakarta untuk mengamankan kepentingan Jakarta dan kepentinga mereka di tanah Papua.
Selain itu, buat teman-teman media yang sering meliput atau sering menuliskan komentar-komentar mereka terkait Otsus dan Papua, agar berlaku imbang, layaknya seorang wartawan yang memang betul-betul memahami kode etik jurnalistik. Konfrimasi dengan beberapa pihak yang bisa menjawab argumentasi yang mengarah kepada perpecahan rakyat Papua dan tanah Papua adalah hal yang paling penting. Tulisan ini tidak ada maksud lain, selain menjawab "tuntutan batin" untuk bicara yang benar bagi rakyat Papua. Salam.
Oktovianus Pogau adalah seorang Jurnalis Muda, saat ini tinggal dan menetap di pinggiran Kota Nabire. Dapat di hubungi melalui E-mail: oktovianus_pogau@yahoo.co.id
Tuesday, March 02, 2010
Nicholas Messet Menghadirkan Konflik Baru di Papua
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
ae wa, hancurkan!
ReplyDeleteYudas menjual Yesus,, Orang dekat bisa jual kita.. Jangan torang baku jual, mari bangun kekuatan sebesra kita...
ReplyDeletekawan sa baru dengar Pace Nic bicara di TV. Menurut saya apa yang dia sampaikan tidak salah juga. Kita boleh berbeda pendapat yang paling penting tujuannya sama kesejahteraan Papua.
ReplyDeletePersoalannya saat ini adalah apa yg sudah masing2 kita berikan buat Papua tercinta? Daripada mengutuk kegelapan, lebih baik menyalakan sebatang lilin..
Shalom kak... slm knal... tulisan2x Luar Biasa... Bp Yesus brkati
ReplyDeletePolemik dan kisruh yangterjadi di TANAH Tercinta tidak terlepas dari kesalahan pendahulu.
ReplyDeleteWaktu tidak bisa di putar kembali tapi kebenaran dan pembenahan bisa di mulai dari sekarang.
Pertannyaannya, Apakah dengam Kita Merdeka lantas menyelesaikan permasalahan Keadilan bagi seluruh RAKYAT PAPUA?
Jawabannya ada dia anda masing-masing.
Mari kita mulai Memerdekakan diri Dalam IMAN dan Pengharapan. Biarkan campur tangan Tuhan dalam Tujuan yang kita anggap benar, satukan Hati,Jiwa dan Doa.
Agar Jangan kita malah jadi NEGARA BONEKA Negara Luar (USA,Belanda,Australia dan Inggris)....
Mewujudkan impian membutuhkan Kesabaran.....
Kami dari ternate dengan segala bentuk keindentikannya dengan Papua......Lihatlah, bahwa penjajahan dibawah oleh orang diluar nusantara ini. dulu orang papua dan orang ternate saling berdagang dan budaya hampir sama...ayolah ade, kaka denga mama, papa deng sodara dorang samua di papua. jangan dengar orang lain. jangan liat manis didepanya tapi lihat apa yang ada ditangan mereka yang mereka bawa....
ReplyDeleteSaya tidak mengerti dengan jalan pikir anda, mengapa anda katakan "Memberikan Uang = mengasih kejahatan"?? Uang dari pusat seharusnya digunakan untuk pembangunan oleh Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat.
ReplyDeleteIni era otonomi bung, dearah punya kewenangan luas untuk mengatur daerahnya. Bahkan, karena otsus gurbenur di Papua & Papua Barat hanya bisa dijabat oleh ORANG PAPUA ASLI (non pendatang). Kebijakan yg bersandar pada ras tersebut cuma ada di Papua...
Harus objektif bung, petinggi-petinggi OPM juga punya kepentingan soal Papua!