OCTHO- Saya mencintai Indonesia, seperti mencintai negara saya Amerika Serikat (AS). Indonesia adalah bagian dari diri saya, tentunya kampung halaman saya juga.
Karena kampung halaman, bukan berarti saya mengunjungi Indonesia dengan semaunya. Saat ini saya adalah presiden, sekaligus orang nomor satu di negara Adidaya. Saya perjuangkan kepentingan hampir 300-an juta masyarakat AS.
Banyak orang pasti bertanya, mengapa saya tidak berlama-lama di negara Indonesia? Wajar jika ada yang bertanya seperti itu.
Saya tahu, banyak materi, tenaga, bahkan pikiran pemerintah Indonesia telah di korbankan untuk menyambut kedatangan saya.
Menurut sebuah berita di Koran Tempo, bahwa hampir 10 ribu aparat militer Indonesia telah di kerahkan jauh-jauh hari untuk mengamankan kedatangan saya. Kemudian, beberapa ruas jalan utama di Jakarta di tutup agar tak menggangu ketika saya melintas. Ini penghormatan yang sangat luar biasa.
Robert Gibbs, Juru bicara Gedung Putih, telah memberikan keterangan resmi, karena alasan erupsi gunung merapi yang di khawatirkan berdampak buruk pada penerbangan pesawat milik kepresidenan, Air Force One, sehingga saya buru-buru tinggalkan Indonesia.
Sebenarnya ada alasan yang sulit di kemukakan. Ini pula yang yang seharusnya di ketahui masyarakat Indonesia, mengapa saya tidak berlama-lama disini.
Tidak Penting
AS beranggapan Indonesia tidak penting. Buktinya, saya diberi waktu hanya 18 jam di negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia ini. Mungkin ini kunjungan saya yang paling singkat setelah di lantik menjadi Presiden ke-44 AS sejak tahun 2008 lalu.
Saking tidak pentingnya, kunjungan saya ke taman Makam Pahlawan, Kalibata, yang telah di jadwalkan oleh Gedung Putih juga di batalkan. Sudah singkat, dipersingkat lagi.
Memang, ukuran menilai penting dan tidaknya Indonesia, bukan karena lamanya waktu saya berkunjung, tetapi kesepaktan, dan pembicaraan penting apa yang saya lakukan dengan para petinggi di Indonesia, untuk kepentingan kita bersama.
Saya kira masyarakat Indonesia perlu ketahui, kemitraan kompherensif yang seharunya menjadi agenda utama pembicaraan saya di Indonesia juga tak terlaksana dengan baik. Yang ada hanya bagaimana saya disambut dengan makanan ala Indonesia, seperti; nasi goreng, bakso, sate, dan makanan lainnya.
Saya tahu, Indonesia punya pengaruh yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara. Apalagi, di tahun 2011 mendatang, Indonesia di percayakan menjadi tuan rumah, sekaligus ketua penyelenggara KTT ASEAN. Namun, hal itu tentu tidak bisa meyakinkan masyarakat AS, bahwa Indonesia adalah negara yang penting untuk di kunjungi.
Kepentingan AS
Kepentingan kami di masa kini adalah mencari “sahabat” yang bisa membantu mengatasi krisis keuangan global yang terjadi pada musim gugur tahun 2008 lalu. Indonesia tentu tak bisa membantu apa-apa dalam mengatasi krisis ini. Bahkan, saya kuatir Indonesia hanya akan jadi beban bagi negara kami.
Kenapa saya mengunjungi China pertama kali untuk negara-negara di kawasan Asia, padahal saya tak ada hubungan apa-apa, termasuk hubungan sejarah seperti dengan Indonesia? Yah, karena hanya China yang bisa membantu perbaiki krisis keuangan global yang terjadi di negara kami.
Saat Dollar anjlok, malahan Yuan tetap stabil. Perusahaan-perusahaan kami hampir saja bangkrut besar. Namun perusahaan China tetap kokoh. Malahan ekspor mereka ke beberapa negara, termasuk di negara kami adalah yang paling besar. Tentu saya sebagai kepala negara sangat kuatir, dimana China mendominasi ekonomi di dunia.
Karena itupula saya kunjungi China. Mengajak mereka bekerja sama. Meminta mereka untuk menaikan Yuan, agar Dollar bisa stabil. Saya tahu, hanya mereka yang bisa membantu kami.
Setelah China, India merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk paling banyak di dunia. Kami membutuhkan pasar. Dan India adalah tempatnya. India sukar diajak bicara. Namun dengan pembicaraan yang cukup alot dan lama, sehingga kami bisa diterima baik. Kami membicarakan kepentingan ekonomi yang tentu menguntungkan kedua belah pihak.
Indonesia juga memiliki jumlah penduduk yang paling banyak, dan berada pada urutan keempat setelah negara kami. Namun, negara Indonesia berbeda dengan China dan India. Negara Indonesia sangat taat pada kami. Indonesia juga sangat mudah di ajak bicara. Ini salah satu alasan utama, kenapa kami tak perlu berlama-lama dan bicara panjang lebar dengan pemerintah Indonesia.
Menyoal Pidato
Banyak masyarakat Indonesia tercengang ketika mendengar saya berpidato di Universitas Indonesia, Depok. Saya berbicara tentang demokrasi, Hak Azasi Manusia (HAM), dan Agama di Indonesia.
Saya tahu, pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) di Indonesia masih sering terjadi. Kasus Trisakti dan Semanggi yang terjadi pada tahun 1998 sampai sekarang belum juga di tuntaskan. Siapa dalang pembunuh Munir, aktivis HAM senior di Indonesia juga belum terungkap .
Dua hari sebelum saya datang, media masa di Indonesia maupun dunia internasional heboh dengan penyiksaan dua warga sipil yang di duga sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Puncak Jaya, Papua. Menko Polhukam, Djoko Suyanto, sempat memberikan kebenaran, bahwa anak buahnya melakukan penyiksaan terhadap warga sipil. Hingga saat ini, siapa oknum anggota TNI yang melakukan penyiksaan terhadap kedua warga sipil tersebut juga belum di adili.
Menyoal agama. Indonesia dengan hampir 85% penduduk mayoritas muslim masih sering berlaku tidak adil pada warga agama minoritas. Sejak tahun 1996 hingga tahun 2010, ratusan gereja telah di rusak dan dibakar, banyak warga gereja yang di bunuh. Pelakunya hingga kini belum tertangkap.
Saya juga tahu, bagaimana Indonesia dalam melangsungkan pemilihan umum. Masih banyak pejabat yang melakukan praktek money laundering dan money politic. Negara saya masih yang paling baik dalam hal demokrasi. Indonesia perlu belajar banyak dari kami. Dan juga, banyak peristiwa di negara ini menunjukan bahwa hukum di Indonesia bisa dibeli dengan uang.
Saya cukup menyesal, membawakan pidato ini, seakan-akan Indonesia adalah negara yang tak ada cacat maupun nodanya. Saya yakin, banyak pemuka agama, tokoh politik, bahkan presiden Indonesia sekalipun tersenyum lebar mendengar saya berpidato. Ini mungkin pidato saya yang paling berkesan menurut mereka.
Ada yang harus kalian tahu, bahwa pidato saya sebenarnya adalah sebuah teguran bagi para pemimpin di negeri ini. Juga untuk para pemuka Agama, dan terlebih khusus bagi masyarakat seantoro Indonesia. Bahwa, masih banyak ketimpangan yang perlu di benahi dari negeri ini.
Intinya, pemerintah Indonesia jangan dibuat lupa diri dengan ucapan manis, seorang Obama. Masih banyak persoalaan di negeri ini yang harus di tuntaskan. Segeralah selesaikan, sebelum semuanya terlambat.
*Oktovianus Pogau adalah aktivis Aliansi Mahasiswa Papua, tinggal di Jakarta.
Saturday, December 11, 2010
Andai Saya Jadi Obama
Subscribe to:
Posts (Atom)