OCTHO- Sangat menarik, tulisan saya yang berjudul "Menyelesaikan Konflik di Papua Dengan Model Dialog Yang Bagaimana?" mendapat tanggapan dari pembaca kompas. Pada intinya mereka menyikapi tulisan ini dengan konteks, bahwa Papua haruslah tetap berada dalam bingkai NKRI.
Mungkin bisa di pahami, karena mereka sendiri tidak pernah paham dan mengerti persoalan Papua yang sebenarnya. Mungkin ratusan nyawa orang Papua yang melayang tiap bulannya tidak pernah menjadi mimpi buruk untuk tidur mereka. Bisa di baca kedua tanggapan pembaca kompas di bahwa ini.
Tanggapan rosiy,
Secara pribadi saya mempunyai persepsi bahwa inti permasalahan di Papua adalah kekayaan alam Papua. Ada 3 pihak yang secara langsung mempunyai kepentingan pribadi di sini yaitu rakyat Papua, pemerintah Indonesia dan PT Freeport. Pihak yang tidak langsung juga banyak karena kekayaan alam Papua sangat menggiurkan sehingga banyak yang 'musang berbulu domba'.
Banyak rakyat papua yang menginginkan kemerdekaan karena mereka ingin mengelola SDA mereka sendiri dan menjadi decision maker tanpa harus berhubungan dengan Jakarta. Ada hal yang harus dipikirkan oleh rakyat Papua yaitu conflict of interests di antara suku-suku di Papua yang bisa menyebabkan perang saudara. Masih banyak suku bangsa Papua yang tinggal di pedalaman dan belum terpolusi pola pikir dan hidupnya. Lihatlah East Timor, kalau tidak ada pasukan perdamaian PBB apakah rakyat East Timor akan tetap bisa menjaga perdamaian? Lihat betapa dominannya unsur asing mengendalikan kehidupan rakyat East Timor. Kalau saya salah ya tolong dikoreksi.
Pemerintah Indonesia ada di posisi yang sulit. Ada unsur perebutan pembagian kue SDA Papua, ada unsur menjaga perdamaian dan kesatuan NKRI, ada unsur perjanjian -kontrak- dengan PT Freeport yg notabene adalah income untuk Amerika. Papua mengingatkan saya dengan kasus Aceh walaupun berbeda masalahnya karena Papua mungkin lebih kompleks. Saya berharap SBY bisa menawarkan alternatif dialog yang disesuaikan dengan kultur Papua.
PT Freeport juga harus transparan dengan isi kontrak yang ditanda tangani dengan pemerintah zaman Soeharto dulu. Tapi apakah mungkin isi kontrak itu dibuka untuk umum? Ini masalah memaksimalkan keuntungan pemegang saham so wajar saja rakyat Papua berontak.
Mohon maaf jika persepsi saya salah dan tolong dikoreksi. Saya berharap rakyat Papua tetap bersatu dengan Indonesia karena kita bersaudara sudah lama. Ayo SBY berikan keadilan untuk rakyat Papua.
Rosiy
Tanggapan tukul rewangsa,
Saudara Madibapogau yang terhormat. Uraian Anda rasional, menyuarakan nurani terdalam, isinya beragam kekecewaan. Supaya Anda tahu, bukan hanya masyarakat Papua yang berpikir begitu, banyak daerah lain berpikir serupa. Aceh, Riau, Maluku, telah lama menyuarakan hal demikian itu.
Sebabnya adalah, Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke tidak benar-benar merasakan manfaatnya berada dalam Ikatan Negara Kesatuan RI itu! Mengapa tidak terasa manfaatnya, karena pemerintah pusat dan daerah tidak serius menanganinya. Seandainya seluruh Bangsa Indonesia merasakan manfaat itu, maka persoalan disintegrasi sudah bisa kita lupakan, sama halnya di 50 negara bagian Amerika Serikat.
Inilah persoalan kita. Memberi manfaat bagi seluruh elemen bangsa akan nikmatnya dalam satu ikatan NKRI. Bukan hanya pemerintah pusat, tokoh-tokoh Papua juga harus ikut berusaha. Jangan merasa harus disantuni, kuga harus menyantuni!
Artinya, lupakan anggapan bahwa Anda bergabung dengan Indonesia, tapi Papua-lah yang membentuk sehingga ada Indonesia. Tanpa Papua, Indonesia ini tak pernah ada…….!
Untuk itulah sebenarnya kita butuh pemimpin yang memiliki jiwa melingkupi seluruh Indonesia. Kita pilih pemimpinnya bersama-sama. Supaya pemimpin itu adalah milik kita bersama.
Jadi saya sangat kecewa, pada Pilpres kemarin warga Papua telah menjatuhkan pilihannya, tapi baru saja pilpres usai Anda telah membuat tulisan seperti ini.
Lupakan pengkotak-kotakan. Kita beradsa dalam satu bingkai, itu lebih baik. Anda menolak Otsus, lalu ingin merdeka, itu sangat beresiko. Anda harus sadar bahwa ide ini akan mengundang pertumpahan darah, bahkan di antara masyarakat Papua sendiri. Tak semua seide dengan Anda. Percayalah, tidak semua! Kalau Anda sekarang merasa banyak pendukung, itu karena Anda bergerak de tengah kelompok Anda. Jika sudah mencuat, Anda harus siap menghadapi perang saudara yang keji dan kejam!
Saya tidak menolak pembicaraan terbuka seperti ini. Silahkan saja, dan masyarakat Papua harus tahu untuk apa dan apa keperluan mereka ikut membentuk NKRI. Masyarakat Papu bukanlah anak tiri, melainkan anak kandung, saudara kandung, tak ada bedanya dengan Sumatera, Sulawesi dan lain-lain.
Sebelum Anda bertindak lebih jauh, saya sarankan, terimalah rahmat karunia NKRI. Wadah kita bersama, pahit atau manis kehidupan ini. Putera Papua mesti bisa memimpin Indonesia, menjadi menteri-menteri atau bahkan menjadi Panglima TNI atau Kapolri, dengan tugas yang jauh melebihi batas-batas wilayah Papua.
Salam manis saudaraku. Kami di ujung Sumatera ada juga bicara begitu. Tapi semudah itukah kita patah semangat mengisi kemerdekaan ini? Melayani hasrat pahlawan negara kita? Bukankah itu kelemahan? Ingatlah, tak ada yang bisa kita capai kecuali dengan bekerja keras. Dengan bekerja keras!!!!
Baca disini
Sumber Gambar: Klik disini
Friday, July 31, 2009
Tanggapan Tulisan Tentang Dialog
Label:
PAPUA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Dorang tra tau persoalan jadi komentar begitu, kase biar saja..............
ReplyDelete