Friday, May 28, 2010

Ketidaksiapan Pejabat Membangun Kabupaten Intan Jaya (1)

OCTHO- Saat ini masyarakat Intan Jaya terlihat hidup terlantar, sudah tentu “sengaja” di biarkan terlantar agar tidak menikmati manfaat dari pemekaran. Pejabat yang nyata-nyata terlihat begitu menikmati manfaat dari pemekaran, yakni dengan kehadiran begitu banyak uang pemekaran, termasuk uang Otsus.

Bisa di simpulkan para pejabat tidak siap membangun Kabupaten Intan Jaya, karena di buat lupa dengan kehadiran banyaknya uang Otsus itu. Masyarakat yang menjadi objek dari pada pembangunan semakin di biarkan terlantar. Ini sungguh Ironis, ternyata pemekaran membawah dampak yang sangat buruk bagi masyarakat Intan Jaya!

Semua orang telah mengatahui bahwa Intan Jaya adalah sebuah daerah (gabungan beberapa distrik) yang telah di mekarkan menjadi sebuah Kabupaten. Posisinya sudah sama dengan beberapa Kabupaten di tanah Papua, termasuk Kabupaten Induk, yakni Kabupaten Paniai sendiri. Intan Jaya telah di percaya punya kemampuan untuk mengurus, mengarahkan serta mengatur dirinya sendiri, termasuk mengurus masyarakatnya.

Intan Jaya telah memiliki seorang kepala daerah atau kepala pemerintahaan yang di sebut dengan Bupati (baca; penjabat bupati). Seorang kepala daerah di damping oleh Asisten I dan Asisten II, yang keduanya menjadi perpanjangan tangan seorang Bupati, di tambah lagi dengan Sekda sebagai penanggung jawab segala administrasi di daerah tersebut.

Selain unsur pimpinan tertinggi di atas, ada juga yang membantu mereka dalam menjalankan roda pemerintahaan, yakni kepala-kepala dinas (Eselon II), Kabag-kabag (Eselon III), dan Kabid (Eselon III). Fungsi dari setiap kepala dinas, kabag dan Kabid sendiri menangani segala bidang pekerjaan yang berkaitan dengan kedinasan yang di bebankan oleh pemerintah melalui UU No 32 Tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah.

Contoh, kepala dinas kesehatan, bertugas memperhatikan segala urusan yang berkaitan dengan kesehatan di Kabupaten Intan Jaya, kepala dinas pendidikan juga demikian, dan dinas-dinas terkait lainnya sama halnya.

Setiap pimpinan di atas memilki setiap staf yang sudah tentu di harapkan dapat bekerja sama dengan baik, agar manfaat dari pada kehadiran mereka di rasakan oleh masyarakat setempat. setiap pejabat yang telah di pilih dan memilih di harapkan dapat membawah sebuah perubahan bagi masyarakat Intan Jaya. Kenyataan saat ini tidak demikian, pejabat saat ini lebih mengabdi kepada “uang” dari pada masyarakat intan jaya.

Mungkin perlu contoh, seorang pejabat tidak akan berangkat ke Intan Jaya dari Kabupaten Nabire jika tidak ada uang SPPD. Aneh bukan, padahal Kabupaten Nabire bukanlah ibukota Kabupaten Intan Jaya. Dan memang kenyataan ini yang sering terjadi. Banyak pejabat lebih senang bahkan sangat senang tinggal di Nabire dari pada ke Kabupaten Intan Jaya yang katanya tak ada lampu penerang. Ini sungguh ironis!

Saat ini para pejabat di Kabupaten Intan Jaya sedang menikmati apa yang di namakan dengan “manfaat pemekaran”. Karena memang benar, bahwa pemekaran sudah tentu menghadirkan banyak uang. Padahal manfaat pemekaran itu harus di rasakan oleh masyarakat. Dan sebenarnya uang itu adalah uang pembangunan. Tidak ada seseorang-pun yang bisa membantah pernyataan ini, karena kenyataan memang demikian.

Pemekaran hadir di Kabupaten Intan Jaya dengan dua alasan, pertama; mempersempit rentang kendali, artinya agar masyarakat terjangkau oleh pembangunan. Kedua; memberdayakan mereka, agar menjadi tuan di atas tanah kelahiran mereka sendiri sesuai amanat UU Otsus. Nyatanya apa benar, tidak! Masyarakat sungguh-sungguh tidak pernah di berdayakan.

Pemekaran bukanlah sebuah solusi, jika yang menikmati uang-uang pembangunanan dan manfaat pemakaran adalah pejabat-pejabat local yang ada di Kabupaten Intan Jaya. Dan pemekaran juga bukanlah sebuah solusi, jika pejabat Intan Jaya lebih senang mengabdi kepada masyarkat yang bukan dari tempat asalnya.

Kita belum siap menerima pemekaran, jika pejabat Intan Jaya lebih sering berfoya-foya di atas penderitaan rakyat. Dan jangan marah juga, jika ada yang mengatakan bahwa pejabat Intan Jaya belum dewasa dalam menerima kehadiran pemekaran.

Para pejabat Intan Jaya yang terpilih dan memilih adalah figur yang di harapkan dapat membawah perubahan, perubahan bagi masyrakat Intan Jaya yang memang telah lama ingin menikmati sebuah pembangunan. Kiranya kehadiran para pejabat Intan Jaya tidak mengorbankan rakyat kecil yang ada di Intan Jaya.

Beberapa perkantoran telah di bangun Kabupaten Intan Jaya, namun sering juga tak banyak yang menghuninya (datang bekerja). Alasannya mulai beragam ketika di tanya, sedang urusan dinas keluar, sedang pertemuan luar kota, dan segala macamnya. Jika di amati, semua itu lebih menguntungkan pejabat bersangkutan.

Pejabat terpilih yang ingin mengabdi kepada masyarakat harus memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan mereka, bukan justru memperhatikan kepentingan pribadi semata. Seorang pejabat bisa hadir karena adanya masyarkat. Pemekaran juga bisa hadir karena adanya tuntutan masyrakat. Pemekaran tidak pernah hadirk karena tuntutan pejabat, kalaupun ada, hanya beberapa saja.

Masyarakat sering kali di korbankan oleh para pejabat untuk mencapai apa yang di namakan dengan pemekaran. Lihat saja, mana ada sebuah daerah yang bisa di mekarkan jika tidak ada tuntutan murni dari masyarakat setempat. Disini masyarakat perlu kritis, terutama masyrakat Intan Jaya sendiri. Jangan sampai kehadiran sebuah pemekaran justru mengorbankan masyarakat yang memang dari awal menginginkan sebuah perubahan.

Tulisan ini bentuk kritik membangun bagi para pejabat Intan Jaya yang telah lalai dengan tugas utama, yakni; mengabdi untuk masyarakat intan jaya, bukan untuk uang. Saya akan tetap menulis, biar pejabat Intan Jaya insaf dengan perbuataan tak terpuji yang mereka lakukan selama ini. Amakane!

Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire

Artikel Yang Berhubungan



0 komentar:

Post a Comment

Komentar anda...