OCTHO- Beberapa dilema Pemilihan Umum di tahun ini sungguh sangat tragis. Rakyat jelata yang tidak tahu menahu soal politik jadi korban. Hal ini di sebabkan perputaran uang yang di mainkan oleh mereka yang mempunyai banyak uang. Ironisnya, jika di rasa tidak lolos maka beberapa bantuan untuk kemanusian yang pernah di sumbangkan, akan di tarik. Sungguh, aneh di luar dugaan nurani kita.
Selain itu, beberapa peristiwa yang menimbulkan pertikaianpun akan terjadi. Seperti perang suku, dan membedakan suku jenis. Sebenarnya hal ini tidak akan pernah terjadi, kalau saja label sukuisme dan Nepotisme di singkirkan dari bumi Papua.
Lagi-lagi saya katakana aneh, karena porsi, kerja dan tugas yang akan mereka kerjakan sedikit menjadi bayangan yang tidak pernah di pikirkan. Rusaknya Negara dan khususnya rakyat di papua, di karena satu hal. Rendahnya sumber daya manusia dari para wakil rakyat. Sungguh aneh, mereka yang pendidikan tingginya tamat Sekolah Dasar saja bisa duduk di kursi empuk itu.
Datang, duduk, diam, dengar, dan duit adalah istilah tepat yang di berikan pada mereka. Ketika mereka hanya bekerja untuk uang, mereka sudah menjadi bagian dari kaum kapitalis. Uang rakyat yang di gunakan untuk membayar tidur, duduk, bahkan omongan mereka sudah tidak tahu persis berapa banyak.
Ironisinya, dengan segala fasilitas yang menjamin, tidak pernah mengakat kinerja mereka. Malahan dengan segala kemewahan itu tambah membuat mereka semakin “tolol”. Padahal tidak seharusnya seperti itu, kesadaran diri akan tanggung jawab yang besar tentu harus di tingkatkan.
Bagi mereka, 3 tahun adalah masa tenang. Masa untuk menikmati, masa untuk mengambil, masa untuk menupuk, masa untuk berdiam dan beberapa masa terselubung. Ketika masa itu telah di lewati, mereka akan ke fase berikutnya, yaitu masa pencarian jati diri. Masa ini disebut masa “jual muka”.
Pada fase yang berikutnya ini, mereka akan berubah jadi malaikat. Malaikat nakal yang punya maksud dan tujuan. Malaikat nakal yang di polesi dengan tipu daya. Masa di mana berjanji, masa membual, masa hambur madu, masa pahlawan akan terlihat. Masa yang sungguh tidak manusiawi, kalau di katakana secara jujur.
Saat bayangan dan angan-angan itu tidak tercapai, malahan kekecewaan yang akan timbul. Bahkan pada tingkat yang lebih serius mereka akan jadi gila. Tekanan batin yang begitu berhasrat, disertai rakus yang berlebihan.
Dalam diskusi dua arah dalam TV Metro Papua, Rabu 27/04 terungkap bahwa mereka yang jadi gila saat tidak lolos dalam perwakilan legislative di karenakan ambisi yang berlebihan. Ambisi yang berlebihan itu menimbulkan egoisme yang sangat tinggi. Ketika semua harapan itu sirna, menjadi gila adalah dampak gangguan tertinggi.
Yang di pertanyakan, saat ini mereka duduk sebagai wakil siapa? Karena apa yang mereka lakukan dalam beberapa tahun belakangan, tidak pernah memihak kepada rakyat. SDM yang rendah, disertai ketidakmampuan menganalisa suatu hal adalah hal lumrah. Karena itu, mereka pantas di sebut wakil siapa?
Lebih ironis lagi, saat ini banyak hambat Tuhan dengan gelar S.Th, dan M.Th duduk di kursi legislative. Sebenarnya mereka di bentuk untuk menggembalakan jemaat dalam suatu badan, yang di namakan gereja. Lagi-lagi mereka mencari sensi dengan berbelok arah. Apa murka Tuhan terhadap mereka ini.
Dalam Tulisan Pdt. Yakobus Bonsapia yang berjudul “Pendeta vs Politik” yang di muat di Tabloid Jubi beberapa saat lalu, mengatakan dengan jelas bahwa “mereka yang berbalik arah ke politik, adalah mereka yang tidak pernah menghargai anugerah dan kasih karunia Tuhan dalam membentuk serta mengarahkan mereka”
Sudah tentu ini sebuah cambuk yang sukar di terima. Ketika kita (baca: pdt) di sebut sebagai penghianat. Yang jadi persoalan saat ini, diri pribadi jadi penghianat untuk siapa, diri sendiri atau sesaama manusia. Kerja nyata, dan praktek yang akan di perhatikan, bukan teori “doang”.
Kembali ke awal, apa fungsi Pemilu. Kalau tidak pernah mencetak seorang pemimpin yang pro terhadap rakyat jelata. Apa fungsi pemilu, kalau mereka tidak mempunya SDM yang bermutu. Apakah daerah tempat di pimpin mau di bawah dengan kekuatan, tenaga, atau postur tubuh yang menjanjikan.
Alangkah baiknya SDM dan rohani seorang caleg di ukur dulu sebelum di patenkan menjadi wakil rakyat. Karena banyak wakil rakyat yang sering mabuk-mabukan, sehingga rakyat yang di pimpinnya ikut mabuk-mabuk. Banyak anggota dewan yang sering ke tempat para PSK, intinya rakyat yang di pimpinnya akan ke tempat PSK juga.
Proteksi dan Open Mind dalam kepemimpinan sangat perlu. Saya ada untuk siapa? dan apa yang akan saya lakukan untuk mereka? Kedua pertanyaan yang harus di jawab secara jujur. Ketika kedua itu terjawab, dengan sendiri telah mengarahkan hati dan berkorban untuk mereka. Yang mana sealigus akan menumbuhkan tingkat kepercayaan masyarakat, bahwa wakil rakyat bekerja dengan kesungghan hati.
Semoga ini jadi komitmen kita bersama, dalam menuju dan mencipatkan seorang pemimpin yang sungguh berkualitas. Dan menjadi wakil rakyat yang sungguh berwibawa dan berguna bagi banyak orang, terutama rakyat di daerah yang dipimpinnya. Tak ada yang seseorang-pun yang sempurna, yang sempurna hanya Kristus sendiri. Tidak sempurna, bukan berarti sukar untuk mengubah segala pola piker yang buruk itu.
Monday, May 04, 2009
Wakil Rakyat Harus Memiliki SDM yang Handal
Label:
PAPUA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Komentar anda...