OCTHO- Beberapa hari belakangan ini, sepertinya kemurniaan idealisme sa betul-betul diuji oleh berbagai peristiwa besar. Idealisme meminta agar sa tetap berada pada pendirian sa, dengan mengabaikan segala rayuan gombal. Bahkan dengan paksa mengajak sa untuk tidak berkompromi dengan mereka para penjilat.
Banyak telepon, SMS bahkan teguran yang berdatangan, semua menguji kebenaran idealisme sa. Hingga tidak heran, setiap minggu sa selalu ganti nomor Handphone trus. Jadi teman-teman yang merasa kecewa dengan ulah sa (ganti-ganti nomor) tolong di maafkaan yah, ini persoalan utamanya. Sa bukan takut mereka, namun sa tidak ingin tergiur dengan segala “bisikan” jahat mereka, itu saja alasannya.
Sa memang klaim idealisme sa sebagai suara hati nurani rakyat kecil. Sa selalu katakan, sa bersuara untuk kebutuhan mereka, sa bersuara sampaikan tangisan mereka, sa juga berteriak menyambung teriakan mereka. Sa selalu katakan itu, karena memang itu yang sa liat, sa dengar, serta sa juga rasakan sendiri, dan hal itu pula yang menjadi suka duka, serta tawa canda sa selama perjalanan ini.
Dan sa selalu katakan, bahwa sa berdosa sekali, ketika melihat semua itu, sa menutup mata, seraya bersenang-senang diatas penderitaan mereka, dan bersuka ria diatas kekurangan sa sendiri. Tidak, hal ini tidak boleh sa biarkan. Kalau sa biarkan ini, bukankah sa lebih dari serigala yang telah siap menerkam mereka. Sa benci dengan komprador, sehingga keputusan batin saya mengatakan, bahwa mereka harus di lawan. Yah, saya akan siap melawan mereka, melawan untuk kebebasan, melawan untuk jawab tangisan, serta melawan untuk juangkan kesetaraan hidup yang lebih baik lagi bagi rakyat Papua.
Idealisme mengajarkan sa untuk tetap nyatakan benar jika benar, nyatakan salah jika salah. Dan sa tau, apa yang sedang sa bicarakan, sedang sa sampaikan, serta sa usahakan itu bukan kepentingan sa semata, bukan untuk kesenangan semata sa, bahkan bukan menambah pendapatan sa, malahan semu itu membuat sa was-was, membuat sa ragu-ragu, semua itu membuat sa harus ekstra curiga, dan membuat sa keluarkan banyak hal, termasuk pikiran yang “gila” untuk pembebasan sekali-pun.
Dalam setiap waktu, ketika bertemu dengan orang-orang yang bisa sa percaya, sa selalu katakan kepada mereka, berdoalah untuk sa, kalau sekali waktu sa tra dha sama-sama dengan kalian dalam waktu yang lama tanpa kabar, mungkin kalian bisa tanyakan kepada “mama Papua” kemana sa di bawah, mungkin dia akan menjawab, sa telah di makan seriga yang ganas dengan kerja sa.
Dan satu yang sa harap dari kalian (teman-temanku) jika memang betul sa telah tiada, bicara serta tuntutlah pertanggung jawaban dari “mama Papua” dan tanyakan kepadanya “mengapa kau biarkan dia di makan serigala yang menggangu ketenangan kami? Apakah kau tidak ingin sebuah kebebasan? ataukah kau bermain mata dengan serigala? Setelah kalian tanyakan padanya, bukan berarti kalian menyerah dan seraya berbalik arah untuk tidak juangkan hak-hak “mama Papua” lagi, tetapi tetap tegar juangkan hak-hak mereka.
Tawaran dan tuntutan kalian kepada “mama Papua” hanya beri gertakan kepadanya, agar lebih bertanggung jawab kepada generasi muda Papua lainnya yang sedang berjalan gantungkan hidup untuk sebuah kebebasan yang bersifat kekal untuk seluruh rakyat Papua. sa yakin, saat itu “mama Papua” akan lebih giat dan serius lagi melindungi anak-anaknya.
Sa memang berjalan untuk menjadi mangsa mereka. Sa bukan sengaja menyerahkan diri, bukan sengaja cari gara-gara, bahkan bukan tidak senang dengan umur panjang, namun itulah takdir, dan sa di lahirkan untuk mengubah takdir itu. Dan sa juga di lahirkan untuk mengubah takdir itu, takdir yang kiranya akan memberikan harapan terbesar untuk sebuah kehidupan yang lebih menjanjikan lagi.
Sa juga selalu katakan, dorang mau “santap” sa nih tinggal tunggu waktu saja. Karena sa pu HP, Laptop, beberapa surat, serta tas barang milik sa yang tidak berdosa saja selalu hilang, mereka ambil dengan cara-cara biadab. Coba bayangkan, Laptop milik pribadi saya, sudah dua kali hilang, dalam selang waktu yang tidak begitu lama, biadab dan jahat bukan? Tidak ada kecurgian saya pada siapapun, selain curiga pada serigala yang beberapa waktu lalu telah membangun pangkalan ojek persis di tempat saya tinggal. Saya selalu katakana ini sebuah keanehan. Dan memang mereka demikian, sangat-sangat aneh.
Semua itu terjadi bukan karena sa tidak bisa jaga barang, bukan karena sa tukang lupa, bukan juga karena sa orang yang hidup sembrono, tapi semua itu untuk memenuhi kebutuhan para serigala lapar. Dorang butuh kepastian tentang saya, dorang butuh data tentang sa, dan dorang butuh strategi jitu untuk ambil sa. Sa tau, mungkin tinggal tunggu waktu, yang tau hidup sa, yang tau jalan sa, serta yang akan tolong saya hanya TUHAN dan “mama Papua” yang sedang sa gantungkan diri. Ini menjadi dorongan terkuat dalam hati saya. pedang yang bisa buat sa jalan trus serta obat yang bisa tenangkan “sakit hati” sa, hanya kuasa TUHAN, dan pertolongan “mama Papua”.
Satu hal yang selalu buat sa benci, karena sa pu sobat-sobat kadang muda di pakai oleh serigala. Ajakan, pemberiaan, serta jaminan yang mungkin serigala berikan pada mereka sudah cukup untuk kadang dorang “jual” teman sendiri, dalam hal ini sa sendiri. Sa kecewa, marah, bahkan sedikit reseh dengan keberadaan mereka, namun apa guna, semua itu yang di sebut dengan kehidupan. TUHAN Yesus, yang punya kuasa penuh untuk melakukan apa saja di jual oleh murid terdekatnya, apalagi kita manusia yang belum sempurna, bahkan tidak mungkin sempurna ini?
Idealisme juga mendidik sa untuk mendidik orang lain yang nasib tidak menentu seperti sa. Dan sa tau, itu tugas utama sa, dan sekaligus tugas ringan yang sa dapat tempuh, walau kenyataan tidak seringan seperti yang sa sedang pikirkan. Sa didik mereka, sa ajar mereka, sa beri pemahaman kepada mereka, karena sa juga ingin mereka dapat tampil di depan umum (bukan di lapangan saja) untuk juangkan hak-hak “mama Papua”.
“mama Papua” butuh sekian banyak orang Papua, terutama generasi muda untuk bersuara juangkan hak-hak mereka. “mama Papua” akan senang, bangga, bahkan tertawa menangsi terharu jika melihat banyak pemuda Papua berdiri tampil, duduk berpikir, serta bertindak sesuai peran kerja dengan satu tujuan utama, juangkan hak-hak yang telah lama di rampas penguasa.
Walau “mama Papua” tak beri salam, tak beri ucapan bahagia, walau tak beri dukungan berupa materi, namun kiranya dukungan moril, termasuk dukungan yang mereka berikan, sudah bisa menjawab kekosongan dan kehampaan pemuda Papua yang sedang juangkan hak-hak itu. Sa mungkin ingin sampaikan pesan mereka, tetap maju, karena yang sedang kita juangkan adalah kebenaran. Dan kebenaran itu mutlak benar. Kebenaran bisa di salahkan, bisa di sepelehkan, tetapi tidak bisa di kalahkan.
Sa salah satu orang yang sangat gembira dan bahagia dengan pekerjaan saya saat ini. Dimana juangkan hak-hak “mama Papua” dengan tulisan. Tulisan yang bersifat penyadaran, membangun pemahaman, membangnn persepsi, serta menanamkan benih semangat nasionalisme untuk sebuah bentuk perlawanan yang lebih besar, dan lebih kompleks secara menyeluruh. Sa tau, ini bukan kerjaan yang mudah, apalagi sa sendiri cukup belia.
Dan secara jujur sa mau katakan, bahwa sa lakuakan semua itu. Sa lakukan karna sa cinta rakyat kecil, sa cinta rakyat jelata, serta sa cinta sebuah kehidupan yang membebaskan. Sa tidak berbicara lebih-lebih, karena hanya “mama Papua” yang mengetahui apa yang sedang sa juangkan, walau perjuangan itu tidak ada yang mencatat, tidak ada yang mempromosi, bahkan tidak ada yang buka mata besar-besar untuk melihatnya.
Sa menulis ini, bukan berarti sa minta supaya dorang hitungkan sa, bukan supaya dorang catat sa pu nama, dan bukan dorang buat sa terkenal. Sa menulis ini, supaya orang lain bisa tau, ini jeritan terdalam dari hati kecil. Dan sa tidak mau disebut pahlawan ketika mereka (penduduk asli Papua) sedikit gembira, sedikit tertawa, bahkan sedikit bernapas lega. Sa ingin orang lain beri julukan mereka pahlawan, karena mereka memang pahlawan Papua, sekali lagi sa mau katakan, mereka adalah pahlawan PAPUA.
Kenapa sa bilang mereka pahlawan, karena walau mereka dalam lembah kekelaman, ancaman pemusnahan, ancaman singa-singa lapar, serta intaian seringa lapar, namun mereka masih tegar hidup, mereka masih tegar bersuara walau suara itu bentuk bisikan, sa tau mereka mau bersuara keras, tapi takut di makan singa lapar yang sedang membuka mulut besar. Ini sebabnya, sa bilang mereka adalah pahlawan, mereka adalah pusara tak bernama, mereka adalah pahlawan, PAHLAWAN, PAHLAWAN, PAHLAWAN………
Sa saat ini berjalan dengan sebuah idealisme yang membenci komprador, walau rakyat Papua sekalipun. Tapi kebencian sa tidak pernah surutkan semangat sa untuk tetap memberikan pemaham kepada mereka, dan nyatakan benar jika benar, dan nyatakan salah jika itu memang salah. Tidak ada yang menunggangi saya, tidak ada yang setir saya, tidak ada yang membentuk sa untuk benci dengan mereka, tetapi sa memang lahir untuk bersatu dengan “mama Papua” yang telah terlanjur di lecehkan. Dan sedang juangkan hak itu, untuk membalik pelecahan itu, sekaligus mengubah berbagai imits buruk terhadap rakyat Papua.
Goresan ini merupakan teriakan terdalam batin saya untuk sa sampaikan kepada siapapun yang peduli dengan persoalan Papua, peduli dengan pemuda Papua, serta peduli dengan peribadi sa sendiri. Tidak ada yang sa harapkan dengan goresan singkat ini, yang sa harapakan, adalah pembaca bisa mengerti posisi Papua, posisi pemuda dan posisi sa sendiri saat ini.
Sa tidak bermaksud menulis untuk membanggakan diri, tapi sa harap dari teman-teman sekalian adalah kita sama-sama bangun dari tidur, berjalan, melihat, mengamati, ikut merasakan, serta seraya bertindak untuk sebuah perubahan. Tidak perlu bermimpi melakukan hal-hal besar, namun pikirlah dari apa yang bisa kita buat untuk sebuah perubahan, seperti yang sedang sa lakukan saat-saat ini. Dimana memulai dari menulis, walau hal ini juga kadang sa rasakan sangat-sangat sukar. Akhir kata, terima kasih eehhh, su mau baca sa pu “teriakan hati” ini. Sa bangga miliki teman-teman seperti kalian.
Ket*
• Penjilat= Indonesi dan antek-anteknya
• Mama Papua=- Tanah Papua
• Pahlwan= Pejuang kebebasan rakyat Papua yang masih tabah bersuara
• Seriga= Intaian BIN/BAIS dan sejenisnya
• Komprador= Kaki tangan Pemerintah Indonesia
Tulisan ini hanya sebuah gambaran perjalanan hati sa, hati yang berjalan di bawah tekanan, ancaman, intimidasi bahkan berbagai teror sekalipun. sa tetap akan bilang, sa juga akan katakan, dan sa juga akan menyuarakan dengan suara lantang, bahwa kebenaran harus di perjuangkan.
Sumber Foto Koleksi Pribadi.
Wednesday, October 14, 2009
Idealisme dan Sa Pu Jalan Untuk “mama Papua”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
berjalanlah, jgn pernah tersangkut oleh kepentingan.....
ReplyDelete