OCTHO- Musa Nawipa, berpangkat Letnan Kolonel TPN/OPM di Dev II Makodam, Pemka IV Paniai, Minggu, 28 Maret 2009, Pukul 24.00 Malam meninggal di Paniai, West Papua.
Menurut informasi yang di peroleh dari Tempat Kejadian Perkara (TKP), bahwa Musa Nawipa meninggal karena penyakit yang telah di deritanya sejak lama. Lebih lanjut informan ini mengatakan bahwa, Musa Nawipa meninggal bukan karena persoalan politik dan lain sebagainya.
Selain itu, Musa (47 Tahun) meninggal dan di makamkan secara resmi dan secara Militer di Markas Besar Hati Jantung, Pegunungan Papua. Upacara militer ini di pimpiun langsung oleh Tadius Yogi, Jenderal TPN/OPM yang berdomosil di Pania. Tadius dalam arahannya lanjut sumber ini mengatakan, bahwa Musa Nawipa adalah pahlawan Papua yang namanya akan di abdikan secara turun-temurun menjadi pahlawan Papua walaupun telah meninggal.
Musa Nawipa yang di kenal sebagai seorang Nasionalme bangsa Papua barat, selama masa hidupnya selalu berjuang dan mengabdikan diri untuk kebebasan dan kemerdekaan Bangsa Papua yang selalau di perlakukan tidak adil oleh NRI, terang sumber ini.
Lebih lanjut, sumber yang namanya tidak mau di publikasikan ini mengatakan, bahwa Musa Nawipa meninggal bukan berarti perjuangan dan pengabdian masyarakat di Paniai berkurang, tetapi hal ini lebih menyadarkan kita agar perjuangan tetap di abdikan untuk kebebasan Bangsa Papua.
Sumber gambar: www.freewestpapua.org
Monday, March 30, 2009
Letkol TPN/OPM Musa Nawipa, Meninggal Dunia
Team KNPB Wilayah Nabire, Tiba di Jayapura
OCTHO- Rombongan pertama Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Nabire, kemarin Malam, Senin 30 Maret, Jam 20-30 Wit, tiba di Jayapura, menggunakan Kapal Motor (KM) Dorolonda.
Menurut Wilem Tagi, Ketua team rombongan yang di temui, mengatakan bahwa rombongan pertama yang baru tiba di Jayapura berjumlah 12 orang dan sisanya akan tiba tanggal 3 April. “kami baru 12 orang yang tiba, nanti pasukan yang lain akan tiba tanggal 3 April besok” terangnya.
Di singgung tujuan kedatangan rombongan ini, Tagi mengatakan bahwa Tujuan utamanya adalah untuk mendukung peluncuran ILWP yang akan berlangsung tanggal 3-5 April 2009 di Amerika. “tujuan utama kedatangan kami, adalah untuk mendukung aksi sambut peluncuran International Lawyer For West Papua (ILWP) di Amerika.
“Selain itu kami ada disini untuk memberikan dukungan moril kepada teman-teman yang sedang berjuang untuk mengakhiri segala penderitaan di tanah Papua, terangnya lebih lanjut.
ILWP sendiri adalah suatu media hukum (advokasi) yang menghimpun pengacara-pengacara Internasional yang bertujuan dalam mengakat status hukum Papua Barat dalam NKRI yang tidak sah. ILPW sendiri akan mendorong terjadi referendum bagi Papua Barat
Team yang berjumlah 12 orang ini, setelah tiba di Jayapura langsung bergabung dengan teman-teman perjuangan lainya di Posko, Sentani.
Friday, March 27, 2009
Ujian Nasional di Nilai Gagal
OCTHO- Ujian Nasional sendiri telah berlangsung kurang lebih selama 5 Tahun (2003-2008). Berhasil dan tidaknya Ujian Nasional, bisa kita lihat dengan pengalaman beberapa tahun lalu. Disisi lain Ujian Nasional telah berhasil, karena telah “sedikit” mendongkrak mutu pendidikan di negeri ini. Disisi lain juga, UN telah sangat gagal karena telah “membunuh” kemampuan siswa-siswi.
Dengan pemaksaan penyelenggaraan Ujian Nasional, Banyak pertanyaan yang akan timbul, ketika pemerintah Pusat melalui menteri pendidikan Nasional menetapkan UN sebagai bahan evaluasi yang pokok. Dimana pertanyaan ini harus di jawab, agar ada jalan keluar yang harus di capai.
Dapatkah tes tersebut memperhatikan proses belajar mengajar dalam keseharian? Dapatkah tes tertulis melihat aspek sikap, semangat dan motivasi belajar anak? Dapatkah tes di ujung tahun ajaran menyajikan keterampilan siswa yang sesungguhnya? Bagaimana kalau terjadi anak sakit pada saat mengikuti tes? Apakah hasil tes dapat menggambarkan kemampuan dan keterampilan anak selama mengikuti pelajaran?
Wakil Presiden Jusuf kala pernah mengatakan dengan nada yang agak kasar seperti dikutip kompas “Sejak Ujian Nasional diterapkan tahun 2003 dengan standar kualitas dinaikkan 0,5 persen per tahun, dalam empat tahun ini banyak anak-anak lebih semangat belajar karena takut tidak lulus. Anak-anak juga stres. Tetapi buat saya, 100 anak stres lebih baik dari pada sejuta anak bodoh, Selamatkan bangsa ini dari kebodohan. Jadikan bangsa ini pintar,” (Kompas, 7 Juli 2007).
Sebuah pernyataan yang sedikit menusuk batin generasi muda di Indonesia, dimana anggapan wakil presiden melewai tahapan Ujian Nasional sebuah hal muda. Selain tanggapan Wakil Presiden, hal yang senadah juga pernah di lontarkan oleh Burhanuddin Tola, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional dalam Koran Kompas.
“Dengan menggelar ujian nasional mulai dari SD bisa mendorong terjadinya perubahan perilaku siswa, guru, dan masyarakat. Semua jadi bersemangat untuk belajar karena harus mempersiapkan diri agar bisa lulus. Ini yang terjadi saat UN SMP dan SMA dilaksanakan,” pungkas beliau (Kompas, 9 November 2007).
“Anjing menggonggong, kapilah tetap berlalu”. Itulah peribahasa yang paling pas untuk menggambarkan kontroversi penyelenggaraan ujian nasional (UN) di negeri ini. Masyarakat luas dari berbagai kalangan, mulai dari para siswa, orang tua siswa, praktisi pendidikan, pengamat pendidikan, akademisi (ahli pendidikan), sampai pada anggota legislatif (DPR), memrotes, dan tidak setuju dengan penyelenggaraan UN.
Namun apa boleh kata, para pengambil kebijakan tetap memaksakan kehendaknya. Apa maksud yang ingin di sampaikan melalui kebijakan itu.
Selain itu, penyelenggaraan Ujian Nasional telah sedikit mencoreng wajah pendidikan di Negeri ini dengan perlakuan tidak semena-mena yang di lakukan para guru untuk tetap meluluskan anak didiknya.
Berbagai cara yang di lakukan para guru, mulai dari menjadi “joki” sampai memberitahukan secara terang-terangan. Yang mana semua ini, membuat generasi muda rusak dengan akhlak yang buruk.
Di Provinsi Riau, dilaporkan 14 guru beserta kepala sekolah kelabakan di tahan oleh aparat kepolisian, mereka dengan jelas menyebarkan Lembaran Ujian Nasioal dengan berbagai modus yang selama belakangan ini menjadi trik ampuh mereka. Diantarnya, menjadi joki bagi siswanya, selain itu melalui pesan singkat pada Handphone setiap siswa. (Sumber: http//sinarharapan.co.id)
Mau dibawah kemana wajah pendidikan di Negeri ini. Para pengambil kebijakan tetap dengan pendiriaanya untuk tetap menyelenggarakan Ujian Nasional. Kemudia para guru juga tetap dengan pendiriaanya untuk meluluskan para siswa-siswinya yang di nilai tidak mampu.
Buruknya aklhak, moral dan karakter generasi muda di masa depan nanti adalah kesalahan dan dosa yang pemerintah pusat lakukan melalui penyelenggaraan ujian nasional. Semoga bangsa ini sadar dengan dosanya yang tidak berkenan dihadapan sang pencipta.(oktovianus pogau)
Fenomena Hadirnya Ujian Nasional
OCTHO- Pengambilan kebijakan penyelenggaraan Ujian Nasional di Negara ini, bisa dikatakan sebagai suatu “barang baru” yang terlalu di paksakan. “Memalukan” hal ini yang bisa kita gambarkan ketika banyak pihak, terutama dari orang tua murid yang tidak terima dengan kebijakan pemerintah pusat yang selalu “mengkebiri” peran dan kerja keras para guru di sekolah sehingga mengorbankan siswa-siswi yang tidak pernah bersalah.
Guru yang bekerja keras dalam mendidik, membina dan mengarahkan siswa hanya di jadikan tameng, dengan dalih mendongkrak mutu pendidikan di negeri ini. Yang mana, dalam penyelenggaraan Ujian Nasional, kelulusan seseorang siswa hanya di tentukan dalam hitungan tiga hari. Hak penuh dari para guru di cabut. Salah satu bukti pelanggaran HAM telah terlihat disini, ketika guru di pasungkan secara tidak berdaya.
Tujuan utama di selenggarakan Ujian Nasional sendiri sesuai dengan amanat Undang-Undang No 23 Tahun 2003, tetang Sistem Pendidikan Nasional bahwa untuk turut mendongkak mutu, kualitas dan kuantitas dari pendidikan di bumi Indonesia, yang mana jauh tertinggal di bandingkan dengan beberapa Negara lain yang ada di luar negeri.
Pemahaman dan pemikiran orang awam, apabila berpikir sesuai dengan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia dengan menaikan standar kelulusan dengan cara penyelenggaraan Ujian Nasional. Karena, beberapa pengalaman, Ujian Nasional bukan jalan untuk mendongkrak pendidikan di negari ini. Malahan menambah luka batin, bagi sekian banyak orang terutama mereka yang hidupnya serta kekurangan.
“Ujian Nasioanal dari sisi kemampuan, memang sangat tidak memihak kepada kita para penyelanggara pendidikan yang ada di daerah Kabupaten, tetapi apa boleh buat, kita hanya penyelenggara, bukan pengambil kebijakan,” terang Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Nabire A.Sihombing, beberapa saat lalu saat di temui jurnalis media ini di ruang kerjanya.
Ujian Nasional terlalu di paksakan, ketika melihat banyak korba berjatuhan dengan ketidakmampun mereka. Cita-cita pendidikan Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa dalam hal ini, adalah generasi muda yang sedang di siapkan untuk membangun nusa dan bangsa. Namun sampai saat ini, kebijkan penyelenggaran pendidikan yang ada, tidak pernah menunjukan peningkatan kecerdasan setiap siswa-siswa. Lagi-lagi siswa jadi korban dengan kebodohan kebijakan gombal ini.
Majalah Tempo, Edisi 24-05-2008, mengkukapkan dengan jelas kegagalan Ujian Nasional mendongkrak pendidikan di Negeri ini. Malahan dengan hadirnya, UN anak-anak semakin di kucilkan dari pergaulan karena sedikit ketidaktauhan mereka. Selain itu, Ujian Nasional turut mengajarkan, bahwa militerlah penguasa tunggal, ketika anggota berbadan tegap, dengan senjata melingkar di dadanya menjaga sudut-sudut ruangan.
Tidak tahu persis, makna dan arti apa yang pemerintah berikan dengan menghadirkan para anggota di ruangan kelas. Bahkan di harian Seputar Indonesia pernah memberitakan, Densus 88 Antiteror yang bertuga menumpas teroris di libatkan untuk mengamankan Ujian Nasional. Pertanyaaannya, apakah anak-anak generasi muda yang tidak kenal apa termasuk teroris-teroris masa depan. Entahlah, pesan apa yang ingin disampaikan melalui hal itu.
Aneh, kebijkan dan keputusan memihak yang di tetapkan oleh Negara ini. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasioanl yang seharusnya berpihak dan membantu mereka, kaum terlantara yang memunyai hak hidup. Sri, salah satu siswa sekolah menengah atas yang harus mengakhiri hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menuntaskan Ujian Nasional.
Sri tidak pernah bersalah, pemerintahlah yang bersalah dengan mengakhiri hidup. Ketika tidak ada kebijakan pemerintah terhadapa pendidikan seperti ini, sri tidak akan setega mengakhiri hidupnya. Selain sri, Robert, siswa SMA Taruan Bahkit yang mana sebelum berjuang sudah menyerah. Dengan alasan, malu juga sih, kalau siswa sudah ikut UN yang kata orang siswa lagi.
Saturday, March 14, 2009
Untuk Kau Yang Sedang Berduka
OCTHO- Kalah ataupun menang dalam suatu perlombaan itu sudah hal biasa, yang tidak biasa ketika kita kalah kemudian berkelahi dengan mereka yang telah menang, kataku menghibur “sahabat” terbaiku yang sedang berduka karena kekalahan mereka dalam Final pertandingan basket antara pelajar Se-Kabupaten Nabire yang berlangsung, Sabtu (15/03) kemarin.
Walaupun kekalahannya sudah berlangsung, tho tetap diwajahnya tetap terlihat kesedihan yang begitu mendalam. Seakan-akan dirinya beranggapan, bahwa dia telah berdosa pada semua pendukung dari sekolahnya yang telah datang menyaksikan pertandingan tersebut. Baik para guru, pendamping serta sahabat-sahabatnya, termasuk kakak-kakak kelasnya.
“saya sangat berhutang pada semua mereka yang datang menyakiskan pertandingan sore ini, terlebih khusus buat keluarga besar SMA Adhi Luhur yang telah mendukung dan mensuport kami dalam segala hal,” terangnya lebih jauh.
Menyeselai perbuatan mereka yang sedikit mencoreng wajah sekolah mereka, beberapa temannya telah meninggalkan lapangan basket untuk pulang lebih dulu, padahal pertandingan berikutnya akan berhadapan Final kategori Putra, antara SMA Negeri 1 dan SMK Negeri 1.
Tidak ingin kejadian seperti itu terulang, saranku hanya saat akan bertanding berpikirlah untuk menjadi juara. Mental juara dalam bertanding, akan mematahkan segala kesedihan, keraguan, kebimbangan dan lain sebagainya. Saat Michael Jordan membawa timnya unggul dalam segala ajang basket NBA di Amerika, dipikirannya dan teman-temannya tidak ada kata kalah.
Hal ini juga perlu di contoh oleh semua kita. Selain itu, team sepakbola dari Liga Inggris, Liverpool FC. Adalah salah team mapan yang tidak pernah berpikir kalah, yang mereka pikirkan adalah akan menjadi juarawan sejati. Di klub tersebut tidak di huni pemain-pemain kelas mapan, atas kelas dunia yang sangat top. Tapi tho, mereka selalu menjadi yang terhebat dengan mengalahkan berbagai team yang unggul.
Sekali lagi, untuk kau yang sedang berduka. Lupakan semua itu, karena kalah itu sudah hal biasa. Ketika kalah, pikirkan baik-baik apa yang menyebabkan semua itu bisa terjadi. Dan usahakan untuk pertandingan berikutnya menjadi yang lebih baik, dengan sarat mental juara yang ada pada seluruh pikiran para juarawan.
Selamat untuk semua pemain basket SMA Adhi Luhur, khususnya team Putri, kalian orang-orang hebat yang bisa mencapai titik akhir di Final ini, walaupun hasilnya kurang memuaskan. Tetapi sekali lagi, saya mau katakan bahwa kalian orang hebat, team basket yang perlu di contohi. Terimalah semua kekalahan ini dengan ikhlas. Karena untuk segala sesuatu ada waktunya. Salam………..!
Kau Harus Paham Dengan Dunia Ini
OCTHO- Beberapa hari belakangan ini saya disibukan dengan kegiatan sekolah yang sangat padat, mulai dari mengelolah bulletin sekolah yang harus terbit tepat waktu, meliput kegiatan olahragah yang sedang berlangsung di salah satu SMA, dan selain itu hasil tulisan yang harus di serahkan ke Media masa untuk dimuat.
Tetapi dari semua kesibukan itu, saya selalu mengutamakan bulletin sekolah yang harus terbit tepat waktu, karena beberapa pengalaman saya dan teman-teman kurang konsisten dalam hal ini. Sehingga satu tekad, tidak boleh hal ini terulang lagi.
Tetapi di balik semua kesibukan itu, ada saja yang selalu minta di perhatikan. Dia selalu ingin agar saya selalu mendampinginya, dia ingin agar selalu melihat wajah saya, dia ingin selalu bersamanya kemanapun. Sayapun sudah jelaskan padanya secara panjang lebar, tentang kesibukanku, sehingga nggak bisa menemaninya kemanapun.
Mungkin bagi dia, penjelasan yang saya berikan sangat kurang. Sehingga ocehan dan omelan selalu dan selalu di keluarkan dari mulutnya. “serius nggak, kamu mau bersahabat (red, pacaran) denganku. Dah beberapa hari kok nggak pernah telp, bahkan sampai datang kerumahku,” kata sahabat terbaik beberapa saat lalu.
Kesibukan sekolah (olah bulletin) telah sedikit menggangu hubungan saya dengan teman saya. Sudah ku jelaskan semua kesibukan saya padannya, namun dirinya tetap berisekeras untuk tidak mendegarku. Dirinya beranggapan bahwa saya hanyalah lelaki yang suka berbual, atau omong kosong.
Sekali waktu saya pernah merenung, antara media dengan pergaulan mana yang lebih penting. Karena jujur, hampir setengah waktu saya habiskan di depan internet, dari pada pergi bergaul, berolahraga, bermain dan beberapa kegiatan lainnya sama teman-temanku.
Tetapi bagiku, yang dirasa terbaik itu pula yang harus di berikan. Antara cewek dan media, keduanya sama-sama penting. Tetapi kadang adanya cewek, selalu menggangu segala kosentrasi saya pada dunia media yang saya baru kenal ini. Semoga dia (red, r3G1) paham akan semua ini. Dan satu yang sebenarnya ingin saya katakan, segala cintaku hanya untukmu. Dan jangan pernah ragu, bimbang, gelisah, dengan cintaku. Karena aku sangat tulus mencintaimu.
Semoga kau bisa membaca ocehan hati ini. Sehingga kaupun bisa paham melihat dunia yang sedang berkembang ini. Dunia ini bukan milik kita berdua aja, tetapi dunia ini milik semua orang. Sehingga kitapun harus paham akan semua mereka. Senang ketika kau bisa paham dengan semua ini, dan tidak menyalahkanku lagi suatu waktu.
Tuesday, March 10, 2009
Ketika Papa dan Mama Meninggalkan Aku
OCTHO- Saya mungkin salah satu dari sekian banyak anak di dunia ini yang harus merenung nasib buruk, karena kedua orang tua meninggalkan saya dan dunia yang fana ini begitu cepat.
Saya selalu bertanya dan bertanya, dalam tragedy ini, apakah saya yang bersalah? Apakah Tuhan yang bersalah? Ataukah kedua orang tuaku yang bersalah?
Tapi yang mengherankan, di jawaban akhir, saya selalu menemukan bahwa TUHAN yang selalu bersalah dan bersalah. Karena semua rencana, keputusan, dan jawaban ada pada-Nya. Karena kedua orang Tua, saya, dunia ini di ciptakan juga oleh-Nya.
Saya selalu berpikir dan berfantasi yang konyol, “Kalau Tuhan ingin memanggil kedua orang tuaku begitu cepat, kenapa Tuhan menciptakan mereka berdua yah?, kalau Tuhan ingin memanggil kedua orang Tuaku begitu cepat, kenapa Tuhan menitipkan saya pada mereka?, Kalau Tuhan ingin memanggil mereka begitu cepat, Kenapa Tuhan memisahkan saya dan mereka sejak usiaku 4 Taon.
Beberapa pertanyaan di atas selalu muncul, seakan kata-kata di atas telah menjadi kata mutiara dalam pikiran saya. Dalam keadaan yang sedikit menjempit, pertanyaan diatas selalu saya lontarkan pada Tuhan dan alam semester, agar mereka bersedia menjawabnya.
Sungguh, saya sangat mencintai kedua orang tuaku. Walau mereka tidak pernah menjadi contoh dan panutan dalam kehidupan-ku, karena saya bersama-sama dengan mereka tidak lama (umur 4 taon saya masuk asrama)
Waktu untuk mereka tidak pernah ada. Jarak, tempat dan kemampuan tentu jawaban yang memisahkan saya dan mereka. Tetapi hati yang paling dalam selalu berteriak, dimana selalu merindukan kasih sayang, pelukan dan ciuman mereka. Namun apa boleh buat, semua harapan itu hanya khayalan belaka.
Saat saya kelas 2 SD, ayahku meninggal dunia. beliau, orang yang saya cintai, saya banggakan, saya kagumi harus meninggalkan saya tanpa pamitan dan tanpa mengucapkan sedikit-pun kata perpisahan. Saya benci dengan alam, dan Tuhan pada saat itu, kenapa mereka tidak pernah memberituhakn tentang gejala dan tanda-tanda ini.
Saat saya kelas 5 SD, baru tau tragedy ini. Dimana ayah saya meninggal karena menderita sakit penyakti. Saya pada saat itu benci dengan ayah saya yang agak “bloon” karena tidak pernah mengirim surat, maupun mengirim berita tanda-tanda akan kepergiaanya.
“ayah, kau sangat tegah meninggalkan anakmu yang sedang berjuang untuk membanggakanmu. Kau sangat tega, meninggalkan anakmu yang sedang berjuang di negeri yang jauh, untuk merubah nasib kita semua di kampong halaman. Entahlah….saya tidak tau apa maksud semua ini.
Seiirng berjalannya waktu, sayapun bertumbuh dengan kekosongan. Dimana tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang sangat saya cintai dan banggakan. Agak risih, aneh bahkan marah ketika melihat beberapa sahabat terbaik saya selalu bercanda ria, berpelukan sama papa mereka. Mungkin ini nasib-ku, piker saya lagi-lagi.
Setelah pulangnnya ayah saya, tentu menambah sedikit kerisauhan dalam hatiku, karena beberapa kakak saya tidak pernah mengunjungi bahkan menghubungi saya. Kekecewaan, kegelisaan, dan kerisahauan tentu menjadi teman sepermainanku. Yang ujung-ujungnya air mata adalah jalan keluar.
Setelah meninggalnya ayah saya, tidak lama kemudian ibu saya-pun harus meninggal. Entah apa gerangan, yang setahu-ku lagi-lagi Tuhan tidak pernah adil pada diriku.
Ibu meninggal saat saya kelas 5 SD. Dimana ibu meninggal saat saya sedang tumbuh kembang dengan segala kekurangan saya yang selalu dan selalu saya maksimalkan. Ibu tidak pernah berpesan juga, tentang tanda-tanda akan kepergiannya. Malahan kabar-kabar gembira, seolah-olah dirinya akan temani saya sampai melihat keberhasilan saya.
Ketika ibu pergi, lagi-lagi tidak ada seseorang-pun yang tidak pernah datang memberitahukan tentang kabar ini. Semua keluarga, kakak, adik dan saudara saya bagai seseorang yang bisu. Mereka melupakan diriku, mereka melupakan darah daging mereka yang sedang menempuh pendidikan di negeri jauh. Mereka agak “risih” mungkin ketika aku akan tahu tentang semua ini.
Kepastian kepulangan ibuku, saya tahu saat saya kelas 3 SMP. Menyakitkan, hal itu yang bisa saya gambarkan, ketika saya baru tentang hal ini. Saat itu kebencian saya sangat memuncak, siapapun keluarga, saya benci pada semua mereka. Saya selalu bertanya-tanya kok tega bangat mereka tidak pernah memberitahukan kepada saya tentang semua ini.
Harusnya mereka berterus terang dan memberitahukan saya tentang semua ini. Biar saya-pun bisa sedikit merenung dengan semua nasib yang telah Tuhan berikan. Entahlah……… mungkin mereka berpikir lain di balik semua ini. Saya selalu dan selalu merenung, kok tega juga yah tuhan melakukan semua ini
Hancur dan lebur hatiku, setiap saat mengingat mereka. Hatiku piluh, ketika tahu kalau mereka tidak akan mungkin bisa kembali untuk menemuiku lagi, dan saya tahu semua ini adalah rencana yang diatas.
Ketika Saya Berani Memulai Menulis
OCTHO- Saya tidak tahu, apa jadinya diri saya saat ini, kalau saja saya tidak pernah memberanikan diri untuk memulai sesuatu hal baru, terutama menulis. Karena bukan mudah, seseorang bisa berkembang dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya.
Kala itu saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kebiasaan saya yang sering membaca beberapa Koran local, dan artikel di Internet membuat saya “terhipnotis” dengan dunia tulis menulis. Walaupun bayangan, cara dan beberapa petunjuk untuk cara menulis yang baik tidak pernah saya temui dari buku-buku penunjang, maupun melalui pengajaran yang para guru berikan.
Saya hidup di Papua, wilayah yang sedikit terisolasi dengan dunia luar. Tentu ini akan memberatkan diri saya untuk maju dan berkembang. Bayangkan saja, kota tempat saya tinggal tidak akan ditemukan satu-pun perpustakaan buku tempat kita membaca. Tetapi semua itu, tidak pernah memudarkan semangat saya untuk tetap berkembang.
Saya ingat satu pesan guru bahasa Indonesia, dimana kalimat ini mengubah segala pola pikir saya untuk tidak menjadi yang terbelakang. “banyak pengetahuan karena sering membaca, mendengar radio dan menonton TV, bukan ukuran kita dinilai sebagai orang hebat, tetapi semua itu akan menjadi hebat, ketika kita mampu menggagaskannya melalui sebuah tulisan”, urai ibu guru yang di ikuti dengan beberapa kata nasihat.
Saya termenung, dengan beberapa kata emas yang ibuguru saya lontarkan. Bagi saya pribadi, mungkin malaikat telah berpesan kepada beliau untuk menyampaikan ini kepada saya. Dan saya sendiri memahami betul, bahwa kadang saya tidak berani untuk tuangkan gagasan maupun ide saya melalui sebuah tulisan pendek, yang bisa di baca oleh orang lain.
Dengan tekad yang kuat, saat itu saya berpikir bahwa tidak ada jalan lain untuk menjadi orang hebat, selain berani memulai, dalam hal ini berani memulai untuk menulis. Dengan balpoint di tangan, saya-pun menggoreskan beberapa gagasan pokok, di sertai penguraian yang sangat-sangat singkat. Alangkah senangnya, saat saya berani memutar otak untuk berani memulai menulis dan menuangkan ide.
Kebiasaan membaca disertai dengan penguraian pendek melalui selembar kertas buku, terus-menerus saya lakukan, walaupun tidak sesempurna tulisan orang dewasa. Kebiasaan ini terus-menerus terpupuk di keseharian saya, sehingga sayapun memiliki banyak buku catatan harian. Tidak lain, fungsi buku catatan harian sendiri, sebagai cerminanan kehidupan saya di keseharian saya.
Sampai pada puncak sedikit kemapanan saya dalam dunia tulisa menulis, saya berpikir jauh untuk “berani memulai” mengirim tulisan saya untuk di muat di Koran local tempat saya tinggal. Memuat sebuah tulisan atau opini di sebuah Koran bukanlah hal muda. Karena berkaitan dengan prinsip jurnalisme yang harus ekstra ketat.
Saat itu saya masih duduk di bangku SMP, beberapa kali saya mengirim tulisan ke beberapa media local di tempat saya untuk di muat. Namun seiring berjalannya waktu, tidak ada satu-pun tulisan yang di muat. Jujur, saya sangat kecewa karena perlakuan redaktur media cetak dimana tidak pernah menghargai saya sebagai seorang “anak-anak” yang baru berani memulai menulis.
Namun kekecewaan itu, lagi-lagi tidak pernah memudarkan semangat saya untuk tetap menulis dan menulis. Beberapa opini maupun tanggapan saya tentang lingkungan sekolah, bahkan sampai pada kebiasaan anak-anak muda selalu di pampang di Mading (majalah sekolah).
Hari awal lahirnya semangat saya muncul, ketika tulisan saya mengenai pro dan kontra Ujian Nasional berhasil menghiasai salah satu Koran ternama di tempat kami. Dan saya berpikir, itulah awal di mana saya melangkah untuk menjadi yang terbaik. Sangat gembira suasana hati saya pada saat itu. Dan awal tulisan saya di muat di media cetak saat itu, ketika saya duduk di kelas 3 SMP di semester awal.
Dua kata “berani memulai” hal ini bisa saya sebut ketika tulisan saya berhasil di muat di Koran local tempat saya tinggal. Sejak saat itu, karena beberapa redaktur media masa telah mengenal saya, sebagai penulis “anak-anak” yang rajin mengirim tulisan, maka sampai saat ini telah banyak sekali tulisan saya yang di muat di media tempat saya tinggal. Selain Koran, beberapa tabloid juga sempat memuat tulisan saya.
Ketika saya berkumpul bersama-sama dengan teman-teman yang ingin belajar akan dunia tulis menulis, saya selalu tekankan untuk mereka berani memulai. Dimana dalam hal ini berani memulai untuk menulis. Karena sedikit kelebihan saya tentang tulis menulis, saya sangat senang. Karena bisa di kenal oleh siapapun, termasuk beberapa orang besar di tempat saya.
Dan saat ini juga, saya jadi Pemred di Buletin sekolah yang terbit setiap bulan. Selain itu, sering memberikan ceramah tentang menulis pada beberapa teman-teman sekolah saya yang masih sedikit lemah dan kurang akan dunia tulis menulis.
Satu motto hidup yang selalu saya pegang, “kekurangan dan kelemahan, bukanlah hambatan dan halangan untuk saya tidak berkembang, melainkan itu adalah cambukan yang mendorong saya untuk lebih bersemangat dan menunjukan kualitas diri saya”.
Senang bisa menjadi seorang penulis muda, walaupun berbagai kekurangan dan ketidaktahuan selalu dan selalu menghantui diri saya. Kehidupan adalah pilihan, pilihan hidup kita akan baik ketika berani memulai dengan berbagai hal-hal yang positif dan kehidupan kita akan buruk, ketika berani memulai hal-hal yang negatif dan tidak bermanfaat.
Semua tulisan saya bisa di lihat di web blog pribadi saya www.pogauokto.blogspot.com yang semuanya terpampang “murni” buah karya saya. Saya juga sangat senang dengan dunia teknologi saat ini, bisa menjadikan saya pandai dengan beberapa tanggapan yang selalu para pembaca layangkan ke blog pribadi saya. Senang juga, kalau teman-teman dari Pelatihan Menulis HOKI bisa mengunjungi dan memberikan tanggapan tentang segala kekurangan dan kelebihan yang saya miliki.
Menulis itu tidak ada sulit, menulis itu tidak ada yang sukar, menulis itu tidak ada yang memberatkan. Kesulitan, kesukaran dan keberatan itu dirasakan oleh kita, ketika kita tidak pernah memberanikan diri kita untuk berani memulai, dalam hal ini berani memulai untuk menulis.
Sumber Gambar : www.fldom.org/images/Hand%20Writing.jpg
Thursday, March 05, 2009
Kau Jadi Malaikat di Malam itu
OCTHO- Entah kenapa, saya memilih judul diatas. Tapi yang pasti, ada seseorang yang telah menjadi malaikan terang di malam itu, Rabu (4/02) kemarin. Ketika saya sedang merenung semua nasib, baik nasib buruk maupun baik yang telah berlalu di hari itu.
Setelah menonton pertandingan basket antara sekolah Se-Kabupaten Nabire yang di adakan oleh salah satu sekolah di tempat kami, saya-pun bergegas pulang di antar oleh seorang sahabat yang sangat baik. Dimana selalu setia mengantar jemput saya kemanapun.
Malam itu, saya tidak ikut doa malam di asrama saya. Karena jengkel dengan semua keadaan yang baru saja terjadid. Setelah makan malam, sayapun bergegas naik ke tempat tidur saya untuk membaringkan tubuh saya yang sangat capek dan lelah.
Ketika akan tertidur, HP saya berbunyi. Ternyata ada SMS dari seorang adik saya. Dimana sejak dua hari lalu saya kenal padanya, adik ini sangat akrab dengan saya. Dan saya tahu, dia telah menjadikan saya seorang kakak yang akan berguna dan bermanfaat positif baginya.
Zin-mooN namanya, dia seorang pelajar di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di tempat kami. Kebetulan di ambil jurusan Teknik Jaringan dan Komputer, jadi agak mahir utak-atik computer.
Ketika saya kenal padanya, dari gerak-geriknya sangat terlihat. Bahwa dia orang yang sangat ingin maju, terutama kemauannya di bidang penguasaan TI.
Bagi saya SMS yang di kirimkan oleh adik ini, telah menjadi malaikan dan kekuatan untuk mengerti, memahmi dan memaknai arti seorang sahabat yang sebenarnya. Dan saya tahu, SMS seperti ini datang ketika saya sedang membutuhkna dorongan dan masukan. Karena beberpa hari belakangan, saya kadang mengabaikan ,teman-teman saya.
Begini bunyi SMS itu” jika suatu saat hari entah sekarang, besok, atau kapan saja aku tak bernafas lagi, ketahuilah sahabatQ, hadiah terindah yang pernah kudapat, adalah “MENGENALMU”. Di luar dugaan saya, seorang adik yang baru saja saya kenal beberapa hari bisa mengirimkan sebuah kata seperti ini.
Dalam hati kecil saya berkata, “mungkin malaikan telah berbisik padanya untuk mengirimkan kata ini kepada saya” dan saat itu juga saya berjanji akan mengutamakan seorang sahabat dalam segala situasi dan keadaan. Karena saya baru mengeti, sahabat adalah kehidupan.
Tanpa seorang sahabat, hidup akan terasa hampa. Tanpa seorang sahabat, hidup akan terasa sepi, bahkan seorang sahabat adalah malaikan kedua yang Tuhan selalu utus kepada setiap manusia untuk memilih dan memilahnya.
Sekali lagi makasih buat adik zin-moon (siska monim) yang telah berjasa padaku dengan mengubah suasana hatiku yang sedang berduka di malam itu. Saya senang, mengenalmu. Karena tentu kita di ciptkan untuk saling melengkapi segala kekurangan dan segala keterbatasan kita.
Bisa saya gambarkan, bahwa kau telah menjadi malikan untuk saya di malam itu. Dan saya berjanji, apapun yang adik ingin pelajari tentang dunia TI, kakak akan siap membantumu. Karena semua yang kakak punya, adalah titipan sementara yang Tuhan taru. Tuhan ingin titipan itu di bagi-bagikan kepada orang lain. Dan saya tahu, salah satunya kau.
Persahabatan kita akan tetap kekal adik. Persahabatan kita akan tetap abadi. Kecuali, ketika kita tidak bernafas lagi di dunia yang fana ini. Semoga kau membaca tulisan ini. Dan semoga kaupun tau, kalau saya sangat senang bisa kenal dengan kamu.
Tuesday, March 03, 2009
Tangisan dan Kehidupan
Tangisan adalah jawaban, ketika aku kangen papa
Tangisan adalah obat, ketika aku sakit karena ingat papa
Tangisan adalah jalan keluar, ketika ingin memberontak
Air mata adalah teman sepermainanku
Air mata adalah sahabat karibku
Air mata adalah bantal guling-ku
Papa, Q Kangen pada-mu
Papa, Q rindu padamau
Papa, Q haus pelukanmu
Papa, kau tidak sebanding
dengan segala pemanis di dunia ini
Papa……….papa……….okto nggak pernah salahkanmu
Okto nggak pernah marah dengan semua ini
Semua ini adalah rencana
Bahwa Pencipta tidak adil dengan okto.
Asrama Angerah, Nabire 28 Januari 2009.
Monday, March 02, 2009
Ketika Saya Bersalah, Maafkan Saya
OCTHO- Setiap manusia di muka bumi ini tidak ada yang sempurna, yang sempurna hanyalah kristus sebagai sang penyelemat tunggal. Nabi Elia dan Henock yang terangkat hidup-hidup ke surga-pun adalah dua orang manusia biasa yang banyak salahnya.
Beberapa saat lalu, saya melakukan suatu kesalahan besar, yang sebetulnya tidak layak atau pantas di lakukan. Sebetulnya ini rahasia pribadi, karena menyangkut harga diri saya juga. Tapi apa salahnya, saya membeberkannya, biar setiap orang bisa tau akan sedikit kekurangan dalam proses pemantapan saya sebagai seorang Jurnalis muda.
Begini ceritanya, siang hari saya mewawancari seorang Aktivis untuk pembelaan terhadap hak-hak dasar orang asli Papua di Jayapura, mengenai kineja MRP yang tidak kurun membaik dari waktu ke waktu.
Dan saya ingin, tanggapan itu senada dengan beberapa mahasiswa Papua yang menunjukan ketidakpuasan mereka terhadapa kineja MRP yang kalang kabut, alias kabur. Saat itu, media sedang ramai membicarakan kineja MRP yang tidak kurun membaik.
Melalui sambungan telepon seluluer, saya menghubungi narasumber ini. Setelah mendengar tanggapannya yang sangat singkat, namun sedikit memberikan arah bahwa dirinya menyetuji agar MRP-pun ikut di bubarkan. beberapa hari kemudia, tanggapannya menghiasi halaman koran tempat saya belajar, dengan judul “******* MRP Harus di Bubarkan”.
Setelah konsultasi dengannya, dirinya ingin agar Berita yang telah di muat dikirim balik via Emailnya. Siang itu terasa sangat panas, saya mengunjungi beberapa warnet di tempat kami, seraya mengirim berita itu.
Keesok harinya, tanpa ada mimpi maupun tanda-tanda buruk dalam diri saya, saya mengunjungi lagi warung internet di tempat kami, ingin mengecek beberapa e-mail dari teman-teman. Wah…… ternyata email tersebut telah di balas.
Apa tanggapan dan jawabannya, hari itu bagi saya hari yang sangat kelam. “ade, tolong kalau beritanya di muat, sesuai dengan apa yang saya komentari, karena saya juga tau ade telah paham betul dengan etika Jurnalistik, dimana apa yang tidak di katakan nara sumber, jangan di masukan,” intinya jangan tambah-tambah berita, dan jangan juga kurang-kurangi berita. Tuliskan seadanya, sesuai dengan apa yang nara sumber tanggapai.
Itu kesalahan terbesar saya katakau, pahamilah saya. Balasan email yang bisa saya kirimkan. Saya juga masih dalam proses pembelajaran, dan itu kesalahan dan dosa saya. Apabila ada yang kurang berkenana di hati nara sumber.
Dengan peristiwa ini, lebih mengajari saya untuk bertindak secara propesional dalam pemuatan berita. Dan saya merenungin nasib ini, ini memang kesalahan terbesar yang tidak boleh saya ulangi lagi. Karena siapa diri kita, di tunjukan ketika apa yang kita tunjukan di lapangan sesuai dengan realita yang terjadi.
Dan ini juga mungkin sebuah pengalaman penting untuk para jurnalis di berbagai media masa, khususnya yang berada di Papua.
Keabsahan pemuatan suatu berita itu sangat penting. Dimana tidak mengada-ada apabila tidak terjadi, dimana tidak melebih-lebihkan apabila tidak di tanggapai demikian. Tidak mengurangi juga, apabila ada yang sedang di tanggapi.
Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih buat “narasumber” yang telah mengkritik keras ketidakkonsistenan saya dalam pemuatan berita tersebut. Dan saya tahu, itu kesalahan saya. Sekalig lagi, terima kasih buat pelajaran berharga itu. Saya senang sekali, sekarang saya lebih dewasa lagi.
Dewasa dan tidak seseorang, tergantung dari beberapa banyak kritikan pedas yang di terimanya. Tetapi kedewasaan yang sesungguhnya, di tunjukan ketika mampu menyikpai kritikan itu, dan berusaha memperbaikinya.
Semoga saya lebih baik dan lebih bisa memahami dunia tulis menulis yang baru ini. Dan saya rasa ini bukti kedewasaan saya untuk menyikapi arti hidup yang sebenarnya.