Tuesday, September 29, 2009

Operasi Militer, Menjadi Salah Satu Penyebab Musnahnya Orang Asli Papua

OCTHO- Tidak banyak yang berpikir, namun kenyataan demikian, bahwa berbagai Operasi Militer (baca; pelanggaran HAM) yang tinggi di Papua membuat keberadaan penduduk asli Papua mulai tergeser, dan bahkan hampir punah. Ini sebuah dilema yang terjadi di tanah Papua, dan patut di selesaikan secara martabat, sembari tidak mengabaikan keinginan luhur orang asli Papua.

SEBUAH
kejutan yang sangat besar, ketika hasil penilitian yang di lakukan Dr. Jim Elmslie, seorang peneliti dari Universitas Sidney pada akhir tahun 2007 lalu, yang dimana menyimpulkan bahwa bahwa pertumbuhan penduduk Papua hingga tahun 2030 lebih didominasi oleh pertumbuhan penduduk non-Papua (pendatang).

Penelitian Dr. Jim Elmslie disampaikan dalam Indonesian Solidarity and the West Paper Project, 9-10 Agustus 2007 di Sidney, Australia. Yang lebih mengejutkan lagi, dalam hasil simpulan maupun analisanya, kisaran tahun 2030 sampai tahun 2050 mendatang orang asli Papua, ras Melanesia akan musnah dari tanah kelahirannya.


Perbandingan Penduduk Asli Papua dan Non-Papua

Ia memberikan perbandingan tentang penduduk asli Papua dan non-Papua sejak tahun 1971. Di tahun 1971 dari total 923.000 penduduk Papua, tercatat 887,000 jiwa penduduk asli Papua dan 36,000 penduduk non-Papua. Ini berarti 96 persen penduduk Papua adalah penduduk asli Papua.

Pada tahun 1990, tercatat 1.215.897 penduduk asli Papua dan 414,210 penduduk non-Papuan dari total 1,630,107 jiwa penduduk Papua. Persentase penduduk asli Papua sebesar 74.6% dan non-Papuan sebesar 25.4%. Jika dilihat pertumbuhan penduduk asli Papua dari tahun 1971 hingga tahun 1990, maka laju pertambahan penduduk asli Papua adalah 1,67%. Laju pertambahan penduduk yang sangat rendah ini disebabkan oleh berbagai hal seperti kematian ibu dan anak yang cukup tinggi atau akses terhadap saranan kesehatan yang sangat minim.

Analisa yang dilakukan oleh Dr. Jim ini menunjukkan penurunan proporsi populasi penduduk asli Papua dari 96% menjadi 59%, dari tahun 1971 hingga tahun 2005. Sedangkan populasi non-Papua mengalami peningkatan proporsi dari 4% menjadi 41% dalam rentang waktu yang sama.

Dengan demikian, dalam kurun waktu 34 tahun, penduduk asli Papua hanya bertambah sebanyak 75.7% dari jumlah penduduk asli Papua pada tahun 1971. Namun jumlah penduduk non-Papua meningkat sangat tajam dari 36.000 jiwa menjadi 1.087.694 jiwa atau 30 kali lipat jumlah penduduk non-Papua pada tahun 1971. Selama rentang waktu 34 tahun ini laju pertambahan penduduk non-Papua sebesar 10,5%.

Data BPS Papua

Sedangkan data BPS Papua hasil sensus penduduk tahun 2000 mencatat angka 56,65 bayi yang meninggal dari 1000 bayi yang lahir setiap tahun. Data dari Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM) Papua yang bahkan menyebutkan bahwa hingga tahun 2001, setidaknya 3.751 balita yang meninggal dari total 51.460 balita.

Dengan laju pertambahan penduduk yang hanya 1,67% ini, diprediksikan jumlah penduduk asli Papua pada tahun 2005 sebanyak 1.558.795 jiwa dari total 2.646.489 penduduk Papua. Data BPS sendiri menyebutkan bahwa pada tahun 2000, jumlah penduduk Papua adalah 2.233.530 jiwa.

Dengan menggunakan laju pertambahan penduduk berdasarkan pertumbuhan penduduk Papua dan Non-Papua selama 34 tahun tersebut (Papua 1,67% dan Non-Papua 10,5%) maka Dr. Jim memprediksikan bahwa pada tahun 2011, dari total 3,7 juta jiwa penduduk Papua, penduduk asli Papua akan menjadi minoritas dengan proporsi 1,7 juta jiwa (47,5%) penduduk asli Papua.

Sedangkan penduduk non-Papua akan menjadi Mayoritas dengan jumlah 1,98 juta jiwa (53%). dalam papernya yang disampaikan dalam Indonesian Solidarity and the West Paper Project, 9-10 Agustus 2007 di Sidney, Australia, Dr. Jim menyebutkan populasi penduduk non-Papua pada tahun 2020 akan meningkat tajam menjadi 70,8% dari total 6.7 juta jiwa penduduk Papua. Ini berarti penduduk asli Papua hanya berkisar 1.353.400 jiwa dari total 6,7 juta jiwa penduduk Papua pada tahun 2020.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, pada tahun 2030 Dr. Jim memprediksikan penduduk asli Papua hanya 15,2% dari total 15,6 juta jiwa penduduk Papua. Dengan kata lain, perbandingan antara penduduk asli Papua dan non-Papua pada tahun 2030 akan mencapai 1 : 6,5. Data BPS Papua pada tahun 2000 menunjukan jumlah penduduk asli Papua adalah sebanyak 1.460.846 jiwa (Kompas, 15/06/2002). Hanya mengalami pertambahan jiwa sebanyak 560.843 dalam kurun waktu 1970 - 2000 ( 30 tahun )

Dan yang anehnya lagi, di masa yang sama, penduduk Papua New Guinea bertambah dari 2.554.000 pada tahun 1969, menjadi 5.299.000 jiwa pada tahun 2000. Jadi ada pertambahan sebanyak 2.745.000 jiwa. Pertambahan penduduk asli Papua di Indonesia tidak sampai 50% sedangkan di PNG penduduknya bertambah lebih dari 100%.(Baca, Tabloidjubi,3 April 2008).


Pertanyaan Untuk Kita?

Dengan membaca hasil penilitian diatas, memberi sebuah pertanyaan kepada kita, harus berbuat apa untuk menyelamatkan generasi Papua, bangsa Melanesia dari kepunahan. Bukankah tanah Papua di ciptakan untuk menjadi tempat hidup dan berkembangnya orang asli Papua?

Walau dalam hasil analisa yang dipaparkan Dr. Jim, penduduk Papua berkurang karena kematian ibu yang cukup tinggi serta akses terhadap saranan kesehatan yang sangat minim, Dimana hasil Data BPS Papua hasil sensus penduduk tahun 2000 mencatat angka 56,65 bayi yang meninggal dari 1000 bayi yang lahir setiap tahun. Data dari Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM) Papua yang bahkan menyebutkan bahwa hingga tahun 2001, setidaknya 3.751 balita yang meninggal dari total 51.460 balita.

Namun yang ada ganjal dengan pemaparan Dr. Jim, apa benar orang asli Papua akan musnah hanya karena buruknya kesehatan dan kurangnya sarana prasaran penunjang? Ini yang menjadi sebuah pertanyaan penting yang harus di jawab secara adil, jujur serta bermartabat, karena hal ini bagian terpenting dari junjung demokrasi sebagai falsahah Negara Indonesia.


Operasi Militer, Penyebab Musnahnya Orang asli Papua


Namun dalam hemat penulis, pelanggaran HAM atau yang lebih tren dengan sebutan Operasi Militer yang semakin meluber terjadi di Papua adalah salah satu ancaman serius yang membuat orang asli Papua akan musnah dari tanah kelahirannya. Ini sebuah fakta yang tidak bisa kita mengelah.

Pemerintah Indonesia dan Militernya telah melakukan sejumlah operasi besar-besaran di tanah Papua, seperti Operasi Sadar (1965-1967), Operasi Brathayuda (1967-1969), Operasi Wibawa (1969), Operasi Militer di Kabupaten Jayawijaya (1977), Operasi Sapu Bersih I dan II (1981) Operasi Galang I dan II (1982), Operasi Tumpas (1983-1984) dan Operasi Sapu Bersih (1984)

Selain itu lebih tragis lagi, Operasi Militer yang di lancarkan di Mapenduma yang mana merenggut banyak korban penduduk sipil (1996) dan peristiwa pelanggaran HAM di Wasior (2001), Operasi Militer di Wamena (2003) dan Kabupaten Puncak Jaya (2004). Semua perlakuan pemerintah Indonesia dan Militernya sungguh sangat tragis. Dengan ini menimbulkan pertanyaan, ada apa di balik semua itu? Ingin memusnahkan bukan?

Menurut sumber resmi Amnesty Internasionl, hingga tahun 2006 jumlah rakyat Papua yang menjadi korban kekerasan (baca; operasi militer) berjumlah 100 ribu jiwa, sedangkan menurut sumber lain yang bisa di percayai kebenarannya bahwa jumlah orang asli Papua yang di bantai Militer Indonesia kurang lebih 1,5 juta jiwa penduduk.

Sampai saat ini masih banyak orang asli Papua yang trauma dengan peristiwa masa lalu, khususnya mereka yang hidup di kampung-kampung, lembah-lembah, gunung-gunung, bukit-bukit serta pesisir-pesisir. Dalam kesehariannya, jika kita duduk, berbicara, serta ngobrol dengan mereka, dengan lantang mereka akan mengukapkan bahwa mereka adalah korban semena-mena dimasa lalu yang pemerintah Indonesia dan Militernya lakukan.

“Ayah saya pernah diangkut dengan truck, kemudian dibawah pergi jauh dari rumah. Tidak tau persis, kemana ayah saya di bawah, tapi sampai saat ini belum pernah pulang. Saya tau, ayah saya telah dibunuh, dan mayatnya dibuang oleh Militer Indonesia”, ini kesaksian seorang anak asli dari Biak, salah satu dari sekian banyak korban Biak berdarah yang di publikasikan oleh Journeyman TV beberapa saat setelah peristiwa itu reda, seperti yang di kutip situs Youtbe.

Lain halnya dengan peristiwa Wamena berdarah yang terjadi pada tahun 2003 lalu. Dimana ratusan rumah warga sipil, kebun, kandang binatang, bahkan rumah ibadat-pun dihancurkan secara tidak manusiawi. Semua bermula dari kecurigaan pemerintah Indonesia dan Militernya terhadap Organisasi Papua Merdeka (baca; pejuang hak-hak dasar orang asli Papua) yang katanya sering meresahkan warga masyarakat disana, padahal kenyataan di lapangan tidak demikian.

Operasi Wamena sendiri merenggut korban nyawa yang tidak sedikit, semua berlangsung, terjadi dan berjalan tanpa kata-kata maupun teguran. Melecehkan, melenyapkan, bahkan mengkebiri ideologi (baca; pancasila), dimana Tuhan di lupakan begitu saja. Mungkin tepat yang dikatakan Pemimpin Besar Bangsa Papua Theys Hiyo Eluay sebelum wafat, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat Jahat dan biadab, seperti di kutip Journeymen TV dalam situs Yotube.


Penutup

Dengan melihat berbagai pelanggaran HAM yang semakin tumbuh subur di tanah Papua, memberi sebuah pertanyaan pada semua kita, terlebih khusus pemerintah Indonesia dan Militernya? Apakah masih tetap ingin menyelesaikan segala persoalan di Papua dengan berbagai Operasi dan penumpasan yang sudah tentu akan merenggut nyawa warga sipil, orang asli Papua yang tidak berdosa.

Ini sebuah persoalan yang perlu sekali diputuskan, Apabila masih menginginkan orang asli Papua dan tanahnya tetap dalam bingkai NKRI. Karena itu, jangan kaget bahkan marah ketika melihat banyak orang asli Papua yang tetap meneriakan merdeka (Independent) atau bebas (free) sebagai solusi akhir dalam menjawab segala luka batin di bumi Papua.

Aspirasi merdeka dan ingin pisah dari NKRI alias berdaulat sendiri memang terkuak karena orang asli Papua tidak pernah diakui sebagai bagian dari NKRI. Hal ini terbukti besar dengan segala bentuk pelanggaran HAM yang terus-menerus tumbuh subur di Papua. Serta hak-hak orang asli Papua dalam rana demokrasi, serta UU Otsus yang selalu diabaikan. Maka tidak heran, banyak yang menyimpulkan bahwa ini bagian dari pemusnahan (genocida) etnis Melanesia.

Mungkin sebuah perenungan panjang yang perlu sekali dijawab, apa memang masih tetap menginginkan orang asli Papua untuk tetap ikut dengan NKRI, atau membiarkan mereka membentuk negera sendiri (merdeka). Dimana menjadi sebuah Negara yang berdaulat, serta memunyai pemerintahan sendiri.

Hanya pemerintah Indonesia dan Militernya yang bisa memberi sebuah jawaban serta kepastian. Dimana hal ini dibuktikan dengan segala keputusan, tindakan serta keseriusan dalam menyelesaikan masalah Papua. Mungkin hanya waktu yang akan menjawab, apa dan bagaimana jadinya orang asli Papua dan tanahnya dalam beberapa waktu mendatang. Semoga berubah, dan lebih baik lagi. (Penulis Adalah Jurnalis Muda Papua, Tinggal di Pinggiran Kota Jayapura)


Baca Selengkapnya......

Sunday, September 27, 2009

Renungan Minggu ini; Tuhan Muak Dengan Orang Kristen Yang Munafik

OCTHO- Dalam sebuah tempat ibadah, yang dipenuhi oleh sekian banyak anak muda, Tuhan berbicara betul melalui seorang hamba-Nya, bahwa Tuhan muak dengan setiap orang Kristen yang kadang berteriak Tuhan, namun hatinya tidak seperti yang diteriakan. Dengan pasti hal ini membuat Tuhan kecewa dan sakit hati.

Gambaran kekecewaan Tuhan terhadap umat manusia (khususnya orang Kristen) ditunjukan dalam beberapa ayat dikitab Matius 7:21-23. Memang betul, dari bacaan dalam kitab Matius bisa disimpulkan bahwa, Tuhan betul-betul muak dengan orang Kristen yang bersikap munafik, bahkan kadang egois membanggakan, bahkan mementingkan dirinya. Bisa baca kutipan ayat di bawah ini.

Bukan setiap orang yang berseru kepadaku Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak bapak-Ku yang di Sorga. (Ayat 21)

Pada hari terakhir, banyak orang akan berseru kepada-Ku, Tuhan, Tuhan bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak muzijat demi nama-Mu juga?(Ayat 22)

Pada waktu itulah, Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata; aku tidak pernah mengenal kamu! Enyalah dari pada-Ku kamu sekalian pembuat kejahatan.(Ayat 23)

Teguran yang Tuhan sampaikan melalui hamba-Nya ini betul-betul membuka mata rohani seluruh anak muda yang hadir dalam rumah ibadah tersebut, bahwa memang betul, selama ini banyak orang Kristen yang bersikap munfaik, bahkan menggap dirinya yang paling benar dari sekian banyak agama yang ada.

Dalam keseharian, yang selalu mengusir setan demi nama Tuhan, membuat muzijat demi nama Tuhan, bahkan bernubuat demi nama Tuhan hanyalah orang Kristen. Tidak ada agama lain yang bernubuat, membuat muzijat, bahkan mengusir setan menggunakan nama Tuhan.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa ini memang betul-betul, bahwa beberapa ayat ini ditujukan untuk orang Kristen, yang selalu beranggapan bahwa dirinya yang paling benar dan akan diselematkan.

Ini sebuah kenyataan hidup yang tidak bisa kita mengelak. Mengetahui hal ini, bukan seraya diam saja, tetapi berbalik seraya mengubah diri kita untuk hidup lebih baik lagi. Karena percuma menjadi seorang pengikut kristus alias orang kristen, namun hati dan perbuatannya tidak seperti yang kristus kehendaki.

Dalam Alkitab tidak pernah di tunjukan bahwa agama Kristen dapat menyelamatkan umat manusia, dengan kata lain label agama Kristen membuat kita bisa masuk surga, tidak ada yang mengatakan demikian. Pemahaman yang salah tentang agama dan kepercayaan, membuat banyak orang Kristen yang berbesar hati, sudah tentu membuat dirinya acuh tak acuh dengan segala ajaran Tuhan yang memang betul-betul harus di laksanakan.

Yang ada dalam alkitab, hanya orang-orang (bukan orang Kristen saja) yang betul-betul percaya sama Tuhan, dan memegang teguh titah-titahnya yang dapat di selamatkan. Ini sebuah perintah yang mewakili semua perintah Tuhan.

Mungkin diantara kita tidak banyak yang sedang ingat perumpaan yang Tuhan berikan tentang orang Samaria yang murah hati (Luk 10;25). Ini sebuah gambaran tentang ego dan tinggi hatinya para imam atau orang lewi (berbicara tentang orang Kristen) yang selalu mementingkan dirinya sendiri.

Dengan ini menimbulkan pertanyaan untuk kita, apakah tetap menjadi pengikut kristus (orang Kristen) dengan perbuatan dan pribadinya yang tidak seperti kristus, atau berpura-pura tidak mengenalnya, dengan tetap mengikuti keingingan daging?

Sungguh, ini sebuah keputusan dan pilihan hidup yang akan menentukan, apa dan bagaimana jadinya diri kita di masa depan. Segala karya penting, kelebihan, bakat, talenta serta nafas hanya karena Dia kita mampu menggapai bintang (menjadi orang berhasil). Mungkin keputusan yang kita ambil, akan menentukan sikap Tuhan untuk menjadikan apa dan bagaimana diri kita di masa yang akan datang, termasuk berbicara mengenai sebuah keselamatan. Syallom, damai sejahtera.

Sumber Gambar: http://jpminiestry.files.wordpress.com/2008/04/picture11.jpg


headerr

Baca Selengkapnya......

Friday, September 25, 2009

"STAND UP FOR YOUR DREAMS"

OCTHO- Saya sungguh tertarik dengan beberapa penggalan kalimat yang pernah di sampaikan pak King, Jr semasa beliau masih hidup. Mungkin kata-katanya sukar sekali diterima oleh setiap kita. Mungkin juga kita akan mengelak, seraya mengatakan bahwa konteks dulu dan konteks sekarang berbeda.

Tapi saya hanya ingin mengingatkan dengan penyampaiannya dibawah ini, bahwa tujuan hidup, serta akhir hidup ditentukan bukan oleh orang lain, tetapi oleh setiap keputusan-keputusan yang kita ambil saat ini. Mari simak penggalan kata-kata yang di sampaikan oleh beliau di bawah ini.

- Dr. Martin Luther King, Jr.
Pejuang kesetaraan bagi warga kulit hitam


“I say to you, this morning, that if you have never found something so dear and precious to you that you will die for it, then you aren’t fit to live.
"You may be 38 years old, as I happen to be, and one day, some great opportunity stands before you and calls upon you to stand for some great principle, some great issue, some great cause.

"And you refuse to do it because you are afraid.
"You refuse to do it because you want to live longer. You’re afraid that you will lose your job, or you are afraid that you will be criticized or that you will lose your popularity, or you’re afraid that somebody will stab or shoot or bomb your house. So you refuse to take a stand.

"Well, you may go on and live until you are ninety, but you are just as dead at 38 as you would be at ninety.
"And the cessation of breathing in your life is but the belated announcement of an earlier death of the spirit.

"You died when you refused to stand up for right.
"You died when you refused to stand up for truth.
"You died when you refused to stand up for justice."

Sumber Foto: http://entrylevelliving.files.wordpress.com/2009/01/martin_luther_king3.jpg


headerr

Baca Selengkapnya......

Wednesday, September 23, 2009

Otsus.....

OCTHO- Kata mereka,
Dia adalah malaikat terang,
Ratu adil
Serta
Bulan purnama

Kata mereka,
Dia adalah obat tidur,
Pelepas dahaga,
Serta
Pelita di kegelapan

Dan kata mereka lagi,
Dia adalah emas permata,
Berlian bernilai tinggi,
Serta
Mutiara hitam yang berkilau


Tetapi,

Tidak!! Kataku,
Dia adalah racun,
Duri dalam daging,
Serta peluru dalam sum-sum

Tidak!! Kataku,
Dia ingin mencuri,
Membunuh,
Memusnahkan,
Bahkan melenyapkan,

Dan memang itu terbukti,
Berlangsung,
Berjalan,
Serta bergerilya tanpa kata-kata

Ahhh, OTSUS sehhh… …


Nabire, 24 September 2009

Villa Pemikiran Sebuah Perubahan





headerr

Baca Selengkapnya......

Friday, September 18, 2009

Siapa Yang Bersalah?

OCTHO-Kadang aku bertanya,
Siapa yang bersalah,
Siapa yang berdosa,
Serta,
Siapa yang biadab

Ketika
Melihat penduduk asli Papua
Terkapar menggenaskan,
tak berdaya, penuh
penuh lumuran darah,
Tidur di alam tak sadar
Bangkainya tak terurus
Menjadi santapan "binantang buas"


Semua
Ulah bedil, ulah perluru,
Ulah gegabah sepatu laras MILITER,
Serta ulah kaum migrant

Yang membiarkan,
Terlantarkan
Serta menyingkirkan penduduk asli Papua

Tujuan tidak lain,
Menjajah, menguasai, membunuh serta
Memusnahkan penduduk asli Papua

Semua berlalu tanpa kata-kata,
Teguran, Jawaban,
bahkan menjelaskan bahwa itu
Sebuah Hukuman

Salahkan Tuhan?
Salahkan aku?
Salahkan generasiku?
Ataukah
Salahkan kaum tak berdosa?

Kudapatkan jawaban
Kudapatkan bisikan
Serta kudapatkan sebuah kepastian
PENCIPTALAH yang salah

Membiarkan,
Menciptkan
Serta menjadikan
Papua sebagai negeri emas
Sarang imprealisme dan kapitalisme

ahhh, pencipta seh, tega juga ehhh......!!!
sampai kapan semua ini akan berakhir,
mungkin sebuah misteri,
yang bisa di jawab oleh
PENCIPTA sendiri....

Villa Perenungan, Nabire 20 Oktober 2009


headerr

Baca Selengkapnya......

Thursday, September 17, 2009

Mubazirnya Cinta…......

OCTHO- Hanya kau dan aku di malam itu
Tawa candamu sedikit meyakinkanku
Omongan gombalmu sedikiit berbisik,
Bahwa memang kau tercipta untuku

Tiupan angin malan
Pancaran rembulan, serta
Hajatan bulan bintang semakin
Menjadi-jadi, seraya
Lebih memastikan lagi,
Bahwa memang kau dan aku
Akan menjadi Satu


Namun kadang
Hatiku tidak sepaham dengan
Segala arah pikiran,
Dan omongan gombalmu
Karena hati kecil selalu mengatakan
Bahwa kau, cinta, serta hazratmu
Sungguh sangat MUBAZIR…..


Tembok Berlin, Kabupaten Sorong 27 Juli 2009



headerr

Baca Selengkapnya......

Thursday, September 10, 2009

Genocida Semakin Mengancam, Poligami Jawaban Untuk Papua

OCTHO- Bangsa rumpun Melanesia, orang asli Papua (kulit hitam dan rambut keriting) sedikit lagi akan punah dari tanahnya. Kepunahan ini bukan salah orang Papua, generasi terdahulu, bahkan bukan salah Tuhan sebagai pencipta, tetapi iming-iming kepentingan dari penjajah.

Memusnahkan etnis Melanesia (orang asli Papua) merupakan program utama dari kapitalisme (Jakarta, dkk) dimana menjajah dan menguasai rakyat dan kekayaannya. Dengan misi ini, tidak heran, sisa-sisa orang asli Papua yang hidup di tanahnya bisa dihitung dengan jari saat ini.

Tempat dimana saya tinggal, selalu menyaksikan mulusnya misi itu, dalam sehari saja bisa 12-15 orang asli Papua meninggal dunia. Itu yang di ketahui oleh saya dan teman-teman, bagaimana dengan orang asli Papua lainnya, di tempat saya maupun di tempat lain wilayah Papua yang pergi tanpa pamit, atau pergi tanpa sepengetahun semua kita. Entahlah, itu ulah pencipta sendiri yang menciptkan tanah Papua sebagai daerah yang banyak susu dan madunya .

Banyak penyebab yang bisa memberikan kepastian bahwa orang asli Papua akan musnah dari tanah airnya, mulai bejatnya mengkonsumsi minuman keras (ada cap khusus wilayah Papua), bertebaran penyakit HIV/AIDS (lebih sering pengiriman WTS yang telah teridap AIDS) serta penyebaran bahan makanan (yang di dalamnya terkandung zat-zat tertentu). Semua proses keberlangsungan misi ini mendapat perlindungan yang super ketat dari Negara dan anjing-anjing penjaganya.

Pengalaman yang pernah terjadi di Vietnam demikian halnya dengan yang sedang, akan, dan telah berlangsung di bumi Papua. Banyak pengamat mengatakan demikian, bahwa peristiwa menyakiktan yang oposisi Vietnam pernah buat untuk salah satu suku pemilik Negara ini, dan trik itulah yang kapitalisme (Jakarta, dkk) sedang tumbuh kembangkan di bumi Papua untuk orang asli Papua, suku ras melanesia hadapi.

Misi genocida (pemusnahan etnis) tetap di berlangsungkan, namunya gaungnya sengaja di redupkan dari intaian masyarakat umum, khususnya masyarakat orang asli Papua yang menjadi objek kepentingan mereka. Dan yang herannya lagi, mereka (Jakarta, dkk) menggunakan tameng pembangunan, peningkatan taraf hidup, serta perbaikan ekonomi rakyat asli Papua untuk tetap mematenkan semua misi mereka.

Kalau begini terus, kira-kira apa dan bagaimana jadinya orang asli Papua, dalam beberapa waktu (5-10 Tahun ) mendatang. Apakah orang asli Papua menikmati sebuah kehidupan sebagai anugerah pencipta? Bagaimana dengan tanah Papua yang kaya raya ini? Apakah kita harus salahkan Tuhan sebagai pencipta tunggal?


Poligami Mungkin Sebuah Jawaban?


Dalam tulisan ini, saya ingin agar kita tidak terlalu menjadi sok pendeta, ulama, nabi bahkan menjadi Tuhan. Tetapi bukan berarti melupakan TUHAN sebagai pencipta tunggal, karena hanya DIA, perintah-Nya, serta kasih anugerah-Nya kita, tanah dan bangsa Papua bisa ada di bumi cenderawasih.

Namun dalam tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan, memberitahkan, bahkan menggenapkan amanat agung-Nya, bahwa “beranak cuculah dan penuhilah bumi”. Ini sebuah himbauan, seruan, serta “paksaan” dari Tuhan kepada bangsa-bangsa di dunia, salah satunya bangsa Melanesia, orang asli Papua sendiri.

Mulai saat ini, orang asli Papua harus berumah tangga (baca seterusnya; kawin) secepatnya. Karena hanya dengan jalan ini (beranak cucu) orang Papua dan tanahnya akan terselamtkan dari ancanam genocida. Karena perlu diketahui, tanda-tanda akan punahnya orang asli Papua dari tanahnya telah begitu nampak dalam berbagai segi.

Seorang suami (kepala rumah tangga) boleh “kawin” dengan banyak wanita, terutama wanita asli Papua. Karena akan kearah mana orang Papua dan tanahnya di tentukan oleh generasi muda yang dibangkitkan melalui sebuah proses antara pria Papua dan wanita Papua tersebut.

Tetapi, dengan syarat seorang pria harus mendapat persetujuan dari seorang wanita sah yang telah lebih dulu dinikahinya. Dan selain itu, pria Papua ini harus mampu, dan memiliki pendapatan lebih yang bisa digunakan untuk membiayai kehidupan setiap genarasi Papua yang di hasilkan.

Wanita-wanita perkasa dari Papua, yang saya biasa juluki dengan kata “anggrek hitam” perlu memahami betul, bahwa tanah Papua kedepan akan dan mau di bawah kemana? Saya yakin, ketika memahami persoalan ini, anggrek-anggrek hitam perkasa dari Papua akan menerima dengan lapang dada, demi kebersamaan, perubahan, serta kesatuan.

Banyak tangisan asa yang orang asli Papua lontarkan kepada Tuhan. Banyak “gugatan” yang orang asli Papua panjatkan kepada Tuhan. Pada intinya bertanya, kenapa Tuhan begitu tega membiarkan kapitalisme dan antek-anteknya membukakan sayapnya di bumi Papua dengan agenda pemusnahan rasa Melanesia.

Mungkin saja, ketika anggrek-anggrek hitam dari Papua memahami, tangisi, serta renungkan ini, akan insaf, bahkan mungkin akan menyalahkan diri sendiri. Dan sudah pasti, anggrek-anggrek hitam dari Papua akan bertindak untuk sebuah kebutuhan, yaitu untuk sebuah kebutuhan rakyat dan tanah Papua di masa depan.

Saya yakin, anggrek-anggrek hitam dari Papua akan mengerti, memahani, serta turut berperan dalam hal ini. Dimana tidak membiarkan, menyepelakan, bahkan mengabaikan orang asli Papua musnah di atas tanah ini.

Wanita-wanita perkasa dari Papua akan mengerti betul, bahwa gagasan, serta ide ini bukan semata karena mementingkan kepentingan pria-pria Papua. Bukan juga untuk menjawab hawa nafsu para pria, yang kadang di klaim anggrek-anggrek hitam dari Papua sebagai pemanis sesaat, tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan, kebutuhan orang Papua dan tanahnya di masa mendatang.

Saya akan salut betul dengan seorang wanita Papua, yang dengan begitu kerendahan hatinya memikirkan, bahkan membayangkan apa jadinya Papua di masa depan. Tidak egois, tidak pesimis, bahkan memberikan sebuah kebebasan, tentunya kebebasan yang berguna bagi semua orang Papua.

Ide penulisan ini sebenarnya bukan dari pribadi saya, namun seorang perempuan Papua yang sungguh sangat berani dalam menggaskan sebuah kerinduan terselubung dan terdalam dari seluruh rakyat Papua. Secara pribadi, saya akui kerseriusan, kesungguhan serta tekadnya dalam melahirkan ide ini. Ide yang menyelamatkan, ide yang membangunkan, serta ide yang sungguh sangat mengubah sebuah peradaban dan sebuah ambang kematian.

Bahkan saya sempat di tanyai oleh anggrek hitam dari Papua ini, Apakah kau siap untuk Poligami? Jujur, saya secara pribadi hanya tertawa terbahak-bahak, aneh dan luar biasa juga, ada perempuan Papua sepertinya yang mempunyai ide dan gagasan begitu “liar” dalam arti ide dan gagasan yang kalau di amati sukar di terima banyak wanita Papua. Saya sungguh akui keseriusannya melahirkan sebuah gagasan ini.

Namun sepaham dengannya, bahwa poligami adalah salah satu dari sekian banyak jalan untuk menyelamatkan generasi Papua yang berada dalam ambang kepunahan. Mengisi kekosongan di bumi Papua, yang dengan paksa di kosongkan oleh Jakarta dkk, untuk sebuah kepentingan. Serta untuk menambah angka banyak orang asli Papua yang tinggal hanya sisa-sisa.

Dan untuk pria-pria Papua yang gagah dan perkasa, melambangkan, menggambarkan, serta menyatakan kuatnya tekad untuk sebuah perubahan di tanah Papua, bahwa poligami bukan berarti jalan untuk memberi sebuah kepuasan, memenuhi hawa nafsu semata, serta kepentingan batin belaka. Tetapi lebih kepada menjawab sebuah kebutuhan, kebutuhan untuk tanah dan manusia Papua di masa mendatang.

Saya yakin, banyak orang tidak akan sepaham dengan gagasan ini. Apalagi mereka yang telah didik, dibesarkan, bahkan di asuh oleh sebuah agama. Dan saya mengakui itu, dimana sudah menjadi bagian dari keputusan hidup, serta jalan yang kadang sukar untuk di belokan arahnya.

Akhir kata, apakah anggrek-angrek Papua sudah siapa? Siapa menerima gagasan ini, mengkampanyekan gagasan ini, serta mempraktekan gagasan ini. Tujuannya tidak lain, selain menyelamatkan arus genocida yang begitu merajalela dan melenyapkan orang asli Papua dari tanah kelahirannya.

Mari kita berpikir, bertindak, serta melaksanakannya. Ini sudah bagian dari ketaatan kita dalam menjalankan amanat agung yang telah di amanatkan sang pencipta. Dan ini juga sudah bagian dari ibadah kita, perbuatan yang menyelamatkan.

*Catatan dalam bentuk usulan ini boleh aja di terima, boleh juga di tolak, bukan sebuah bentuk keharusan.



headerr

Baca Selengkapnya......

Sebuah Harapan, Untuk Menjawab Quo Vadis Kabupaten Intan Jaya


Prolog

OCTHO-Pemekaran Daerah Operasi Baru (DOB) di Provinsi Papua merebak begitu tumbuh subur. Dalam beberapa tahun belakangan ini saja sudah hampir belasan daerah baru di mekarkan. Paling terakhir, Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Deiyai yang dimekarkan melalui surat keputusan Mentri Dalam Negeri (Mendagri) beberapa bulan lalu.

Ada beberapa tujuan utama pemekaran daerah baru, seperti; memberdayakan masyarakat setempat, menjawab ketertinggalan masyarakat, serta menjawab rentang kendali (Span Of Control) antara daerah (masyarakat kampung) dan kota (masyarakat kota).

Pemekaran juga di klaim bagian dari penggenapan amanat Undang Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua, yang mana mengatakan bahwa orang asli Papua harus menjadi tuan di atas tanahnya sendiri.

Dalam arti, orang Papua di berikan kepercayaan untuk memimpin, membangun, serta membuka daerahnya yang selama ini begitu tertinggal dengan dareah-daerah lain di Negara Indonesia. Dimana orang asli Papua yang selama ini menjadi penonton, harus berbesar hati, karena di beri mandat melalui amanat Otsus untuk mengarahkan tujuan, cita-cita serta harapan hidup masyarakatnya yang selama ini membutuhkan uluran tangan.

Hadirnya amanat Otsus yang memberikan kesempatan penuh kepada orang asli Papua memimpin daerahnya harus di wujudkan nyatakan secara penuh. Dan bukan berarti orang non Papua (red; pendatang) di lupakan begitu saja, karena sejarah mencatat banyak orang non Papua yang berperan penting dalam kemajuan, dan pembangunan masyarakat dan tanah Papua.

Orang asli Papua serta orang non Papua harus saling bahu membahu, membangun, mengarahkan serta membawah keluar orang asli Papua dari ketertinggalan, keterisolasian, serta kemelaratan yang telah lama di rasakan. Karena hal ini sudah bagian terpenting dari sebuah wujud nyata dari pada sebuah pemekaran. Yaitu; pemekaran yang membawah keluar rakyat asli Papua dari berbagai ketertinggalan.

Jalannya Kabupaten Intan Jaya-pun harus demikian. Setiap pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang telah terpilih dan di lantik harus menunjukan keseriusan, kesungguhan, serta kemauan besar dalam membangun Kabupaten Intan Jaya serta masyarakatnya. Karena sumpah janji, adalah bagian terpenting dari komitmen kerja.


Pelantikan Serta Ucapan Syukur


Kabupaten Intan Jaya juga telah di mekarkan, hal ini ditandai dengan dua peristiwa besar, pertama; pelantikan penjabat bupati oleh Mendagri di Jakarta, serta yang kedua; pelantikan pejabat-pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) oleh penjabat bupati terpilih Max Zonggonau, yang acaranya berlangsung di Kabupaten Intan Jaya pada tanggal 26 Agustus 2009 lalu.

Sesudah pelantikan penjabat Bupati Kabupaten Intan Jaya, dan sebelum pelantikan SKPD di lingkungan pemerintah Kabupaten Intan Jaya telah berlangsung beberapa kegiatan ucapan syukur. Seperti yang berlangsung di Kabupaten Paniai, Enarotali sebagai Kabupaten Induk, serta yang di langsungkan di Kabupaten Nabire, desa gerbang sadu Wadio.

Saat acara berlangsung antusias warga begitu besar menyambut kehadiran daerah baru ini. Bukan masyarakat Intan Jaya saja yang senang, namun semua lapisan masyarakat dari daerah lain ikut merayakan kegembiran pembentukan Kabupaten ini. Seiring berjalan waktu, SKPD di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Paniai telah terbentuk.

Dengan demikian, pemerintahan di daerah Kabupaten Intan Jaya juga sudah dan akan sedang berjalan. SKPD yang kerjanya solid, komitmen, serta berjiwa membangun sudah tentu akan membawah kemajuan yang begitu signifikan bagi perkembangan dan kemajuan Kabupaten Intan Jaya.

Dalam perjalananya kerja-kerja SKPD yang baru di lantik harus mengutamakan betul kepentingan rakyat kecil. Karena bagaimanapun rakyat kecil-lah yang harus jadi objek sebuah pembangunan, berarti juga membelakangi kepentingan-kepentingan keluarga, bahkan kepentingan pribadi pejabat sekalipun.

Ketika kepentingan rakyat kecil yang diutamakan, yakinlah, bahwa masyarakat akan berbangga bahkan memuji keputusan penuh yang diambil pejabat-pejabat terpilih. Dan bukan tidak mungkin, hal ini juga akan membuat keharmonisan antara pejabat-pejabat dan masyarakatnya yang memang menjadi objek sebuah pembangunan. Kalau sudah demikian, sudah pasti manfaat dan tujuan utama dari pemekaran akan dirasakan masyarakat setempat.


Kemana Arah Kabupaten Intan Jaya?


Mungkin saat ini tidak banyak yang sedang berpikir, apa dan bagaimana jadinya Kabupaten Intan Jaya dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini disimpulkan dengan sifat acuh tak acuh yang kadang ditunjukan masyarakat, mahasiswa, bahkan pejabat Kabupaten Intan Jaya sekalipun.

Bahkan tidak banyak yang berpikir juga, kemana arah Kabupaten Intan Jaya beberapa tahun mendatang. Apa kabupaten ini akan berjalan di tempat, berjalan di atas udara, ataukah akan berjalan cepat serta lancar di sebuah daratan. Semua perlu di kaji, perlu dianalisa, bahkan sampai perlu di pikirkan secara matang.

Siapapun dia, baik masyarakat, generasi muda, bahkan pejabat sekalipun jika saja menyadari hal ini, menyadari kemana arah Kabupaten Intan Jaya beberapa tahun mendatang, akan menunjukan keseriusan serta kesungguhan dalam membangun Kabupaten baru ini. Tidak benar, kalau pejabat saja yang mendapat tugas dan fungi membangun Kabupaten baru ini.

Masyarakat mempunya peran yang sama imbang dengan para pejabat. Mengapa demikian, karena masyarakat setempatlah yang akan mendukug atau-pun menolak rencana, konsep serta susunan pembangunan yang di tawarkan. Maju mundur, tetap di tempat, serta berjalan cepatnya Kabupaten Intan Jaya tergantung masyarakat yang akan menjadi objek pembangunan itu. Sehingga keterlibatan masyarakat sangat di perlukan.

Penjabat bupati, SKPD serta tokoh masyarakat di Kabupaten Intan Jaya perlu meluangkan waktu untuk membahas apa dan bagaimana jadinya daerah ini kedepan. Kira-kira apa yang di butuhkan dan apa yang di putuskan, sehingga tidak ada pihak yang di rugikan dari sebuah keputusan yang di keluarkan.

Karena perlu di ketahui, pembangunan Kabupaten Intan Jaya ini baru, dan perlu orang-orang yang berjiwa membangun, pantang menyerah, serta konsekuen dengan segala keputusan yang di tetapkan. Sudah tentu, ini akan menjadi sebuah pertimbangan, yang menentukan kemana arah Kabupaten Intan Jaya di masa mendatang.

Telah kita ketahui, potensi Sumber Daya Alam (SDA) memang begitu besar di Kabupaten Intan Jaya, dan untuk mengelolah, memanfaatkan, bahkan menggunakan SDA ini harus di bicarakan secara transparan kepada public, terlebih kepada Lembaga Masyarakat Adat (LMA) setempat.

Masyarakat adat yang menjadi pemilik hak ulayat tanah ini harus di libatkan, jangan lagi terulang seperti kasus masuknya PT Freeport Indonesia di Timika, yang saat ini telah menenggelamkan mimpi-mimpi indah suku Amugme dan Kamoro. Kedua suku ini terpasung lemah, tak berdaya, serta mati rasa di atas tanah kekayaan mereka, dan ini tidak boleh terjadi di Kabupaten Intan Jaya.

Karena itu, perlu di pikirkan secara matang bersama-sama. Kira-kira kemana arah Kabupaten Intan Jaya dalam beberapa waktu mendatang. Mengingikan sama dengan Kabupaten Induk, yakni; Kabupaten Paniai, atau menginginkan sebuah perubahan, dimana manfaatnya di rasakan oleh masyarakat setempat.


Harapan Masyarakat Kabupaten Intan Jaya


Pada tulisan saya yang di muat beberapa hari di Koran Harian Papua Post Nabire, Edisi 2-4 Agustus 2009 telah di paparkan panjang lebar mengenai ulah pemekaran, yang kadangnya manfaatnya tidak di rasakan oleh masyarakat setempat. Hal ini di simpulkan karena memang kenyataan demikian, kenyataan yang terjadi di beberapa daerah pemekaran yang mendahului Kabupaten Intan Jaya.

Masyarakat Kabupaten Intan Jaya yang menjadi sebuah objek pembangunan hanya berharap, tangisan, harapan, serta kerinduan terbesar dalam melihat sebuah perubahan bisa terjawab. Karena sesuai tujuan utama pemekaran, bahwa perubahan ke arah yang lebih adalah sebuah jawaban dari segala harapan.

sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, serta budaya dari pada masyarakat Kabupaten Intan Jaya perlu sekali untuk di tonjolkan, dengan dalih sebuah perubahan, sebuah kemajuan, serta sebuah perbaikan hidup yang begitu menjanjikan.

Masyrakat berharap, hadirnya Kabupaten Intan Jaya, pendidikan lebih di perhatikan lagi. Infrastruktur dari pada setiap jenjang pendidikan, seperti; Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta Sekolah Menengah Atas (SMA) lebih di prioritaskan. Karena apa jadinya Kabupaten Intan Jaya beberapa tahun kedepan di tentukan oleh sumber daya manusia yang menjanjikan.

Bukan rahasia lagi, kalau pendidikan di Kabupaten Intan Jaya begitu buruk. Sarana prasaran yang sangat tidak menunjang, sudah tentu membuat semangat belajar dari pada setiap siswa-siswi menurun. Tidak sampai disitu saja, para gurupun merasa jenuh dan bosan, karena tidak ada perhatian yang begitu serius dari pemerintah daerah terhadap kinerja mereka. Padahal mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan yang mengabdikan diri untuk sebuah perubahan.

Masyarakat juga berharap, sektor kesehatan yang paling rawan merenggut nyawa bisa lebih di perhatikan lagi. Puskesmas yang kadang penyedian obat-obatanya tidak begitu memadai dan mencukupi segera di perhatikan. Kesehatan perlu mendapat tempat yang begitu penting, karena dengan tubuh yang sehat dan kuat seseorang bisa dapat mengerjakan pekerjaan, serta semangat menjalani hidup.

Team kesehatan, baik dokter, suster, bahkan mantri tidak pernah berada di tempat, karena memang pemerintah tidak pernah memperhatikan, pemerintah selalu “bermain mata” dengan kinerja mereka yang sungguh mulia. Padahal, kesungguhan dari team kesehatan ini merupakan sebuah titik terang untuk membawah masyarakat intan Jaya keluar dari ketertinggalan.

Selain itu, perekonomian di Kabupaten intan Jaya harus di perhatikan. Pemberdayaan masyarakat Kabupaten Intan Jaya, sebagai objek pembangunan perlu di perhatikan. Kadang arus non Papua yang semakin banyak, menguasai pasar, serta menguasai sektor ekonomi di daerah pemekaran, menjadi boomerang tersendiri yang membuar rakyat asli akan tersingkir, hal ini sangat perlu untuk di perhatikan.

Pemenuhan budaya dan sosial masyarakat juga harus di perhatikan. Jati diri masyarakat Intan Jaya akan terlihat, dikala budaya yang menjadi warisan turun temurun tetap di perhatikan dan di pertahankan. Dan pemerintah daerah yang memunyai peran penting untuk tetap memlihara, menjaga, bahkan mengarahkan masyarakat setempat untuk tetap memperhatikan sektor itu. Sudah tentu, masyarakat akan memercayai, bahkan menaruh sebuah kepercayaan penuh kepada pemerintah daerah, apabila perhatian dari pemerintah terhadap hal ini begitu serius.

Masih banyak harapan-harapan terselubung mereka, namun para pejabat terpilih mungkin lebih tau, tidak pantas saya uraikan panjang lebar dalam uraian singkat ini. Sudah tentu pemenuhan sebuah harapan dari masyarakat jelata, adalah bagian terpenting dari melaksanakan sumpah janji yang telah di sebutkan saat acara pelantikan.


Harapan Untuk Pejabat-Pejabat Terpilih


Ada istilah, suara rakyat adalah suara Tuhan. Terpilihnya para pejabat SKPD di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Intan Jaya adalah pilihan rakyat, sudah pasti pilihan Tuhan juga, walau para pejabat bukan di pilih langsung oleh masyarakat setempat.

Kerja nyata, kerja membangun, serta kemampuan dalam mengarahkan Kabupaten baru yang usianya baru seumur biji jagung ini sangat-sangat di harapkan. Tidak pandang, entah putra daerah, atau non Papua sekalipun. Pekerjaan besar telah Tuhan percayakan di pundak, dan sudah saatnya mempertanggung jawabkan itu pada Tuhan, dan pada masyarakat yang mempercayakanmu.

Fondasi yang kuat, adalah kunci ketahanan sebuah rumah. Dan awal kerja, serta komitmen yang baik dari para pejabat SKPD lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Intan Jaya adalah langkah yang menentukan apa dan bagaimana jadinya Kabupaten Intan Jaya di masa mendatang.

Pejabat terpilih harus menunjukan sebuah perubahan, dalam menyelesaikan sebuah tanggung jawab yang di bebankan masyarakat dan TUHAN di pundak para pejabat sekalian. Rasa tanggung jawab, rasa memilki, serta rasa memunyai sebuah daerah, dalam hal ini Kabupaten Intan Jaya dan masyarakatnya sangat di perlukan.

Kadang sifat munafik adalah penghalang utama dalam berkembangnya sebuah daerah baru, Kabupaten Intan Jaya-pun demikian. Banyak yang tidak pernah berterus, dan tidak pernah mengatakan, bahwa memang tidak bisa bekerja baik.

“Jangan seperti pejabat-pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Paniai yang tidak tahu apa yang mau di kerjakan, sehingga kesehariannya hanya nongkrong di kantor, dan saya tidak mau ini terulang di Kabupaten Intan Jaya,” komentar salah satu pejabat Kabupaten Intan Jaya yang terpilih dalam sebuah rapat tertutup yang di selenggarakan di Aula Maranata, malompo beberapa waktu lalu.

Kerja nyata sangat di perlukan dalam membangun Kabupaten Intan Jaya. Banyak yang kadang janji-janji manis, mengatasnamakan pembangunan, namun realita serta manfaat dari membangun tidak ada sama sekali. Namun saya optimis, bahwa untuk Kabupaten Intan Jaya tidak akan demikian. Semua pejabat terpilih akan berjalan dalam koridor, sebuah jalan yang mengarah kepada sebuah perubahan.


Epilog


Jadi apa, bagaimana, dan kearah mana Kabupaten Intan Jaya dalam beberapa waktu kedepan tergantung dari kinerja pejabat terpilih yang telah dimintai sumpah janjinya oleh penjabat bupati pada tanggal 26 Agustus lalu di Kabupaten Intan Jaya.

Masyarakat, mahasiswa, serta anak-anak Kabupaten Intan Jaya telah mempercayakan, meletakan, bahkan memberi mandat sebuah pembangunan kepada pejabat-pejabat SKPD terpilih. Tidak ada yang kebetulan, kesengjaan, bahkan kekeliruan. Semua rencana TUHAN.

Menjaga sebuah kepercayaan adalah sebuah nilai hidup yang tidak pernah di dapatkan nilainya dari bangku pendidikan manapun. Nilai kepercayaan berjalan seiring kemampuan, seiring tanggung jawab, serta seiring juga dengan kepatuhan suara hati dalam mengarahkan segala keputusan. Banyak kegagalan, serta kemerosotan justru terjadi karena tidak sepaham dengan suara hati.

Pejabat terpilih-pun harus demikian, dimana mentaati, serta melaksanakan apa yang dikatakan suara hati. Karana kadang Tuhan dan masyarakat berbicara, menyampaikan pesan untuk sebuah perubahan pembangunan lewat itu. Tidak ada yang mustahil, tidak ada yang tidak bisa, kalau saja suara hati menjadi tolak ukur untuk di taati, seraya bertindak..

Selain pejabat, masyarakat setempat yang menjadi objek pembangunan-pun harus sepaham dengan apa yang ditawarkan para pejabat terpilih, kalau itu bertujuan membangun. Bersikukuh antara pejabat dan masyarakat, adalah sebuah hal biasa, namun yang tidak biasa perdebatan mengganggu sebuah pembangunan, sebuah perubahan serta sebuah perbaikan di daerah Kabupaten Intan Jaya.

Sudah saatnya masyarakat dan pejabat terpilih saling bergandeng tangan, mengarah kepada sebuah pembangung. Pembangunan yang menyentuh akar rumput masyarakat. Sudah saatnya bersama-sama berjalan, menemukan titik cerah, sebuah angin segar, arah dan akhir Kabupaten Intan Jaya yang lebih baik, lebih maju serta lebih bermartabat.

Harapan untuk menandaskan Kabupaten Intan Jaya yang adil, makmur, sejahtera serta berkembang, adalah sebuah harapan dari segala harapan yang selama ini terselubung. Mungkin ini sebuah harapan generasi sekarang, generasi terlewat, bahkan generasi yang akan datang, melihat masyarakat Kabupaten Intan Jaya yang tersenyum, tertawa serta bahagia diatas tanah anugerah sang pencipta.

Sembari mengakhir tulisan ini, saya hanya ingin meluruskan sedikit opini public, bawah tujuan utama penulisan saya bukan karena benci, bahkan seraya “menikam” sanubari hati pejabat terpilih yang kadang merasakan dipojokan dengan tulisan maupun gagasan ide saya.

Tetapi sebuah bentuk penyadaran, agar insaf, sadar, dan mengerti, bahwa tujuan utama pemekaran adalah menjawab segala ketertinggalan, kerinduan, serta tangisan masyarakat Kabupaten Intan Jaya yang telah lama terbangun, bukan justru untuk memenuhi kepentingan pribadi semata. Akhir kata, selamat bekerja, rapatkan barisan, bulatkan tekad satukan persepsi untuk sebuah perubahan yang lebih baik di Kabupaten tercinta, yakni; Kabupaten Intan Jaya. Tuhan Yesus Memberkati kita semua.


Tulisan ini telah dimuat di Koran Harian Papua Post Nabire, Edisi Kamis 10 September 2009.


Sumber Foto: http://intanjaya-online.blogspot.com/


headerr

Baca Selengkapnya......

Tuesday, September 08, 2009

Sa akan Terus Berziarah


Sa hanya sungguh2 kagum,
Melihat tawa canda, senyum manis
Serta kegembiraan
Walau hatinya begitu sakit

Sa hanya sungguh2 bangga
Melihat tegar berjalan, kuat berdiri
Serta bahagia hidup
Walau getir memikirkan masa depannya,

Sa sungguh2 tersipu malu,
Melihat hukum di perkosa, UU di kebiri,
Serta ideologi jadi pajangan
Walau membenci, namun tetap mengampuni…..

Sa sungguh2 berdosa,
Melihat perjuangan jalan di tempat,
Kegagalan terus menerpa
Perpecahan terus tumbuh subur,
Walau kadang berjalan atas nama tanah dan rakyat

Sa sungguh2 bukan manusia,
Menyaksikan penderitaan,
Mendengar kelamnya masa lalu,
Serta merekam sebuah genocida
Walau tak mampu, ku korbankan diri jadi pahlawan….

Sa sungguh2 telah tiada
Ketika melupakan, menggelapkan,
Bahkan meniadakan perjuangan

Sa sungguh2 telah jadi bangkai,
Ketika acuh tak acuh dengan perjuangan,
Melupakan pusara tak bernama
Mengejek revolusioner sejati,
Menyepelekan segala usaha,
Mengkebiri omongan, pernyataan serta dambaan

Sungguh, sungguh, dan sungguh
Hidupku untuk perjuangan
Hidupku untuk kebebebasan
Hidupku untuk pengembalian kedaulatan

Melihat, mendengar, bahkan merekam
Tanah dan rakyat Papua BEBAS
Tanah dan rakyat Papua gembira
Tanah ran takyat Papua tertawa
Serta tanah dan rakyat Papua menyatakan

Bahwa ini kehidupan kita,
Kehidupan akhir
Kehidupan yang di janjikan
Kehidupan yang harus dan seharusnya
Menjadi bagian terpenting dari ziara batin kita

Pasti,
Tra ada yang mustahil
Yang mustahil,
Hanya ketika kita mundur
Menyerah, berhenti dan
Ketika kita merasa kuat.
Serta berjalan sendiri

Asrama Anugerah, 08 September 2009




headerr

Baca Selengkapnya......

Saturday, September 05, 2009

Quo Vadis Dialog Jakarta-Papua?

OCTHO- Banyak orang mendegungkan model dialog damai antara pemerintah Indonesia (selanjutnya baca; pemerintah) dan orang Papua sebagai solusi dalam penyelesaikan segala masalah di Papua. Bahkan yang mengherankan lagi, sudah terbentuk team khusus untuk memperjuangkan konsep ini sampai ke Jakarta.

Koran Kompas, Edisi Kamis 03 September 2009 tertera judul "Tokoh Papua: Beri JK Mandat Jembatani Dialog Kebangsaan". Hal ini di tandai dengan perjuangan 10 tokoh masyarakat Papua menghadap Wapres Jusuf Kalla untuk melaporkan berbagai permasalahan di Papua. Ke 10 tokoh masyarakat Papua tersebut; mantan rektor Universitas Cendrawasih August Kafiar, anggota DPD Ny Ferdinanda ibo Yatipau, Ketua Presidium Dewan Papua Tom Beanal, anggota DPR-RI Simon P Morin, John Djopari, Anthonius Rahail, Frits Kirihio, Max Demeitouw dan Joel Rohrohmana.


10 tokoh masyarakat Papua yang menemui wakil presiden Jusuf kalla, intinya dimana meminta beliau untuk memediasi proses berlangsungnya dialog antara pemerintah dan orang Papua, dengan tujuan menyelesaikan konfik yang terjadi di Papua secara bermartabat. Banyak pertimbangan dalam memilih pak Jusuf Kalla, karena pengalaman beliau yang telah berperan aktif dalam mendamaikan berbagai konflik di Indonesia, diantaranya Aceh dan Poso.

Kepergian 10 orang, yang di klaim sebagai tokoh msayarakat Papua sudah tentu sangat-sangat membingungkan generasi muda, dan rakyat Papua. Ada kepentingan apa di balik semua itu? Bahkan para diplomat yang memegang kepercayaaan penuh rakyat Papua-pun sedemikian kaget, hal ini terlihat dengan komentar beberapa orang Papua yang berada di luar negeri dalam Milis Komunitas Papua.

Namun perlu diketahui, tidak banyak yang berpikir, apakah masyarakat akar rumput yang selama ini menjadi korban kekerasan, ketidakadilan, serta korban kekelaman sejarah menerima dengan lapang dada model dialog damai itu? Model dialog yang konsepnya di bawah Simon Maureen dan kawan-kawannya ke Jakarta.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam bukunya “Papua Road Map (PRM)” boleh saja menyatakan bahwa dialog antara Jakarta-Papua adalah solusi akhir dari segala solusi. Tidak ada yang salah dengan gagasan itu, bahkan tidak ada yang timpang dengan gagasan itu. Sudah tentu ide serta gagasan ini muncul untuk pemenuhan kebutuhan rakyat Papua yang selama ini kosong.

Selain itu Dr. Neles Tebay dengan bukunya “Dialog Jakarta-Papua, Sebuah Perspektif Papua” boleh saja mengklaim yang sama, dimana model dialog damai satu-satunya jalan untuk menyelesaikan segala masalah di Papua, termasuk kesenjangan sosial yang terjadi di tanah Papua.

Setelah di amati, memang benar, bahwa LIPI dengan pater Neles Tebay sepaham untuk mengakat wacana dialog damai sebagai proses penyelesaian masalah yang terjadi di Papua. banyak alasan yang di beberkan, diantara kegagalan Otonomi Khusus (Otsus) serta jenjang sosial yang terjadi antara penduduk asli Papua dan non Papua yang tidak imbang. Dan memang itu betul.

Tetapi yang saat ini jadi pertanyaan, apakah model dialog itu akan betul-betul menyelesaikan masalah di Papua. dan apakah model dialog itu sebuah kerinduan terbesar yang selama ini menjadi harapan terbesar rakyat Papua dari waktu ke waktu. Ataukah model dialog antara Jakarta-Papua yang LIPI dan pater Neles Tebay tawarkan hanya-lah sebuah menu pesanan elit-elit dari Jakarta.

Satu yang perlu di pahami, sampai kapan-pun rakyat Papua yang selama ini menjadi korban ketidakadilan, korban kekerasan, serta korban kekelaman sejarah tidak akan pernah menerima sebuah konsep dialog damai yang arahnya tetap berada dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Otsus telah menenggelamkan mimpi-mimpi indah rakyat asli Papua untuk melihat sebuah perubahan hidup yang lebih baik lagi. Otsus membuat semua kacau balau, Otsus membelenggu, bahkan sampai pada sebuah kesimpulan Otsus telah memusnahkan rakyat Papua. hal ini bisa di simpulkan ketika tebaran virus HIV/AIDS yang dengan gampangnya sampai kepada rakyat Papua. walau dana Otsus Triliyunan rupiah, proses pembiaran tetap diberlakukan.

Mungkin tujuan tidak lain, memusnahkan etnis Melanesia dari tanah yang penuh dengan susu dan madu. Dalam berbagai data kongrkit yang di himpun berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Papua memang demikian, proses pembiara di lakukan oleh pemerintah pusat, dengan tujuan tidak lain tetap menjajah rakyat Papua.

Dalam beberapa tulisan sebelumnya saya pernah mengatakan bahwa rakyat Papua akan menerima dengan lapang dada model dialog damai antara Jakarta-Papua, apabila di dalamnya membicarakan kedaulatan rakyat Papua. Karena akar masalah dari konflik di Papua adalah masalah kedaulatan yang di gagalkan Amerika, Indonesia, serta PBB sebagai lembaga tertiggi di dunia.

Mewakili masyarakat akar rumput, saya mau katakan, sampai kapan-pun rakyatPapua tidak akan pernah mau menerima model dialog itu, jika saja arah dari dialog itu tetap beradalam dalam wilayah NKRI. Serta model dialog yang terkesan di ambil oleh “musuh” rakyat Papua.

Kita mungkin tunggu perkembangan, apakah memang betul-betul JK bersedia menjadi mediator dalam dialog, yang berarti membuka lembaran penjajahan terselubung di bumi Papua.

Sumber Gambar:



headerr

Baca Selengkapnya......