Juru Bicara TPN/OPM Wilayah Paniai, Salmon Magay membantah tudingan beberapa pihak yang mengatakan bahwa mereka merampok emas dan menyandera beberapa pendulang di Degewo, Paniai seperti pemberitaan beberapa media di Jakarta.
OCTHO- Tidak benar ada perampokan emas dan menyandera para pendulang di Paniai, kami datang meminta hak kami di areal pendulangan, karena sejak keberadaan para penambang, hak kami tidak pernah di bayarkan.
Hal ini di ungkapkan Salmon Magay, Juru Bicara Organisasi Papua Merdeka (OPM) wilayah Paniai, pimpinan Tadius Yogi ketika menghubungi media ini, Kamis (29/04) kemarin.
Menurut Magay, jika ada yang mengklaim TPN/OPM datang untuk merampok emas dan menyandera para pendulang di sana, itu sangat keliru dan tidak benar. “keliru jika kami di tuduh datang untuk merampok,” pungkasnya.
Lebih lanjut Magay juga menuturkan bahwa kehadiran anggota TPN/OPM di areal pendulangan atas permintaan para pengusaha. “kami di minta oleh para pengusaha untuk menjaga dan mengamankan keberadaan mereka, karena ada opini yang terbangun bahwa PT FI akan membuka cabang baru di Degeuw,” tegasnya.
Ketika di singgung nama-nama pengusaha yang meminta bantuan tersebut, Magay enggan menyebutkan, namun katanya mereka pernah layangkan surat resmi, yang intinya meminta OPM membeking keberadaan mereka. “saat itu para pengusaha takut, jika PT FI hadir disana, sudah tentu keberadaan mereka akan tersingkir, padahal disitu tempat mereka mencari nafkah” urainya menjelaskan.
Salmon juga menyayangkan pemberitaan beberapa media besar di Jakarta, seperti Harian Cetak Kompas yang mana tidak konfrimasi dengan mereka terkait kebenaran berita tersebut.
“seharusnya wartawan Kompas yang menulis berita perlu konfrimasi dengan kami terkait kebenaran berita tersebut, jangan tanyakan kepada sumber yang tidak tahu persoalan ini, apalagi jika sumber tersebut memiliki kepentingan tertentu,” tambahnya.
Beberapa media di Jakarta yang di tuding tidak professional dalam pemberitaan tersebut, adalah Kompas Cetak, Viva News dan Koran Tempo, Batavia.co.id serta Okezone.com. Sedangkan media di Papua, adalah Papua Pos. Media diatas memuat berita tersebut pada Rabu, (28/04) dan Kamis (29/04). Salah satunya harian Kompas cetak memuat berita tersebut sebagai berita utama. (op)
Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire
Friday, April 30, 2010
Tidak Benar OPM Merampok Emas di Paniai
Saturday, April 24, 2010
Pedagang Asli Papua dan Pentingnya Perhatian Pemerintah
Mama, saya tidak hargai rahimmu dengan UANG, tetapi ketulusan Jiwaku untuk bersuara kebenaran tentang penderitaanmu di atas tanah leluhur ini. Demi harga diri generasi Bangsaku. (Motto SOLPAP)
Pendahuluan
OCTHO- Kurang lebih 9 tahun lamanya pedagang asli Papua, LSM dan pihak Gereja yang tergabung dalam Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP) berjuang untuk mendapatkan fasilitas pasar bagi rakyat asli Papua. Perjuangan panjang ini sebenarnya ingin memutuskan mata rantai dan image bahwa pedagang asli Papua tidak mampu bersaing dengan pedagang dari luar Papua.
Harus kita akui, ketika melihat ekonomi pasar dikuasi oleh penduduk non-Papua, sebenarnya kesalahan utama terletak pada pemerintah daerah yang tidak pernah “berani” mempercayakan pedagang asli Papua untuk maju, mandiri dan bersaing secara sehat dengan pedagang non-Papua. Pejabat birokrasi yang berhubungan langsung dengan pemberdayaan ekonomi lebih pintar membual daripada menepati janjinya.
Sudah cukup lama UU Otonomi Khusus hadir di Tanah Papua. Namun hiruk-pikuk perjalanan orang asli Papua sepertinya lebih banyak yang pahit dan mengenaskan. Pemerintah memunyai hak, memunyai kewenangan, dan memunyai kapasitas tertinggi untuk kemajuan ekonomi di Papua, amanat Otsus memberi jaminan soal itu. Jika ada yang mengatakan bahwa pemerintah pusat masih berwenang, itu hal konyol. Selama ini pemerintah tidur soal pekerjaan mulia ini, pekerjaan memberdayakan ekonomi atau pedagang asli Papua sendiri.
Yang menjadi pertanyaan saat ini, kemana orang-orang Papua yang pintar, pandai dan bergelar tinggi-tinggi? Bukankah banyak dari antara mereka yang saat ini telah terselip masuk di struktur pemerintahan (birokrasi)? Jangan sampai, ada image dari masyarakat luas bahwa segala “kelebihan” itu dipakai untuk membual, berbohong untuk korupsi, menjarah, bahkan sampai merampok uang rakyat kecil.
Hal ini tidak boleh terjadi. Seharusnya ilmu pengetahuan hasil rampokan, jarahan dan rampasan dari luar Papua itu datang untuk memajukan, mensejahterakan, dan memberdayakan orang asli Papua. Mengembalikan kepercayaan rakyat Papua, bahwa mereka mampu bersaing secara sehat dengan para ekonom dari luar Papua, ini sangat penting, dan mutlak dilakukan.
Fasilitas Pasar Bukan Tujuan Akhir
Kita harus menyatukan persepsi, terutama teman-teman yang tergabung dalam SOLPAP bahwa pembangunan fasilitas pasar (fisik) bukan tujuan akhir dari sebuah perjuangan kita untuk mama-mama Papua yang kita cintai. Karena pembangunan fasilitas pasar saja belum tentu menjawab “tangisan” pedagang asli Papua untuk maju dan bersaing dengan pedagang non-Papua.
Untuk mewujudkan semua harapan, baik pasar secara fisik maupun pengertian pasar lebih global tentu dibutuhkan kerja sama, komitmen, dan penyatuan segala persepsi. Sekiranya motto yang teman-teman SOLPAP usung adalah memang suara batin, yang menyatakan tekad, kepedulian, serta kesungguhan untuk memperjuangkan ketidakadilan di tanah ini.
Pembangunan fasilitas pasar untuk pedagang asli Papua (mama-mama, pengrajin seni, pengrajin batik Papua, lukisan serta ukir-ukiran) adalah hal mutlak yang harus menjadi perhatian pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi, karena ini murni untuk kepentingan serta menjawab kebutuhan hidup mereka.
Pembangunan fasilitas pasar konstruksi fisik bukan menjadi akhir dari segala perjuangan untuk memberdayakan pedagang asli Papua di atas tanah leluhur mereka. Tetapi lebih dari itu, memberikan pemahaman, pelatihan, pembinaan serta pendidikan sebelum menempati pasar kepada mama-mama Papua adalah hal terpenting dari segala perjuangan.
Pemerintah Harus Memberikan Perhatian
Pemerintah daerah seharusnya menyadari hal ini, bahwa tugas penting dalam memberikan pelatihan, pembinaan, pendidikan serta pemahaman kepada mama-mama sebelum menempati pasar adalah tugas mereka. Ada instansi terkait di pemerintahan yang bertugas untuk urusan yang satu ini. Jika sampai sekarang belum ada perhatian, berarti selama ini mereka tidur.
Jika memang selama ini tidur, bangunlah, melihat dan merasakan penderitaan orang lain di luar sana . Jika ada yang memberi masukan, pendapat dan saran, jangan sok mendengar, kenyataan tak digubris, ini watak kolonial yang ingin menjajah, tanpa memperhatikan kesengsaraan dan tangisan orang lain.
Biasanya kontrol sosial terhadap sebuah lembaga diberikan oleh sebuah LSM. Hanya saja, LSM acapkali dianggap sebagai musuh pemerintah, musuh pejabat dan musuh pemegang kebijakan. Padahal tidak demikian. LSM adalah mitra pemerintah yang selalu memberikan alternatif, solusi dan masukan untuk sebuah perubahan, terkait persoalan pedangan asli Papua dan fasilitas pasar juga demikian.
LSM dan Peran Kerja Mereka
LSM dan lembaga Gereja bukan pesaing, pesuruh dan perpanjangan tangan pemerintah. Tetapi mereka adalah pekerja-pekerja sosial yang siap bekerja paruh waktu, demi orang banyak. Sumber dana mereka tidak jelas, tidak seperti pemerintah yang dikantornya berhamburan uang setiap waktu. Uang berhamburan dan sangat banyak, tetapi tidak jelas penggunaannya untuk apa saja?
Jika ada LSM dan lembaga Gereja yang bekerja dengan hati untuk masyarakat Papua, seharusnya pemerintah daerah memberikan dukungan, bukan justru menegurnya, seraya mengatakan bahwa mereka bekerja di area orang lain. Pemandangan seperti ini yang terjadi di Papua ketika beberapa LSM dan lembaga Gereja tergabung dalam SOLPAP untuk membantu mengantarkan harapan, masukan dan keinginan dari pedagang asli Papua.
Pemerintah daerah harus menyadari, bahwa perjuangan SOLPAP adalah murni untuk menjawab kepentingan masyarakat asli Papua, khususnya di sektor ekonomi. Perjuangan SOLPAP adalah awal dari perjuangan rakyat Papua Papua, dimana ingin mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah yang selama ini diberikan kepercayaan untuk memampukan mereka di atas tanah leluhur mereka.
Ada pernyataan yang mengatakan bahwa rakyat itu milik pemerintah, bukan milik LSM. Memang benar, tetapi saat ini telah sedikit bergeser, dimana masyarakat lebih menaruh kepercayaan kepada LSM, dimana bisa mengantarkan tuntutan, aspirasi dan kerinduan mereka kepada pemerintah. Ini pemandangan umum yang tidak bisa kita bantah kebenaraannya.
Hal seperti ini seharusnya menjadi teguran sekaligus kritik membangunan kepada pemerintah, dimana belajar serta melakukan banyak hal yang bisa menumbuhkan kepercayaan rakyat, dimana beranggapan pemerintah sebagai pemilik rakyat yang benar-benar bertanggungjawab terhadap rakyatnya sendiri.
Perjuangan SOLPAP Murni Untuk Rakyat
Perjuangan SOLPAP adalah perjuangan seluruh rakyat Papua, perjuangan untuk merubah keadaan, citra diri serta imej negatif terhadap seluruh masyarakat Papua, khususnya di bidang ekonomi. Perhatian pemerintah provinsi dan pemerintah daerah sangat penting, jangan sampai kepercayaan publik terhadap pejabat di Papua melemah, karena hanya satu persoalan ini.
Sangat salah, jika pemerintah atau pihak perorangan memandang perjuangan SOLPAP adalah salah satu perjuangan segelintir orang untuk kampanye Gubernur mendatang. Ini hal konyol, dan tidak mungkin menjadi pemikiran pribadi orang yang tergabung dalam SOLPAP. Jika memang benar ada, sebaiknya diusir keluar dari perjuangan ini. Ini perjuangan dari hati, bukan dari mulut dan kata-kata.
Sudah cukup lama mama-mama pedagang asli Papua dibuat tidak berdaya, dibuat menangis, serta dibuat terkapar. SOLPAP terbentuk untuk mengangkat harkat, derajat dan martabat mereka untuk menjawab kebutuhan mereka. SOLPAP terbentuk untuk mengetok pintu hati pemerintah. SOLPAP terbentuk untuk mengatakan bahwa cukup penderitaan mama-mama kita di atas tanah leluhur mereka sendiri.
Beberapa komentar melalui forum diskusi, menuding kehadiran SOLPAP hanya untuk menjawab kepentingan segelintir orang. Penulis sempat bimbang, apa benar demikian? Jika benar, bukankah kita perlu tahu, komitmen awal mereka yang tergabung dalam SOLPAP telah terbangun lama sebelum Pilkada di seluruh tanah Papua, termasuk Provinsi direncanakan maupun diadakan.
Reaksi, khusunya kritik dalam bentuk sosial terhadap pemerintah mereka jalankan ketika persoalan mendapatkan pasar untuk mama asli Papua semakin diabaikan. Kritik, masukan serta saran terhadap sebuah institusi pemerintah itu wajar saja, selagi tidak merugikan pihak itu. Sejauh ini, pengamatan penulis, kritik sosial melalui komunikasi publik yang dilayangkan SOLPAP sangat wajar.
Jadi, salah jika mengatakan bahwa perjuangan SOLPAP untuk kepentingan segelintir orang. Justru yang mengatakan demikianlah yang sedang kampanyekan kepentingan pribadi dan kelompok tempat dia hidup. Komentar-komentar demikian penulis temui di situs jejaring sosial (Facebook), dimana banyak yang mengatakan persoalan ini.
Penutup
Mendapatkan fasilitas pasar untuk pedagang asli Papua adalah hak mutlak, dan perlu perhatian serius dari pemerintah. Jika dikaitkan dengan UU Nomor 21 Tahun 2001, sudah sangat jelas bahwa pemberdayaan masyarakat asli sangatlah penting. Artinya menggali, mengasah dan mengangkat potensi-potensi yang mereka miliki, pembangunan fasilitas pasar untuk mama-mama adalah salah satunya.
Perjuangan untuk mendapatkan fasilitas pasar (bentuk fisik) bukan tujuan akhir dari sebuah perjuangan, tetapi itu satu bagian sedikit dari sebuah perjuangan untuk memberdayakan pedagang asli Papua. Pemerintah berwenang penuh mengarahkan segala kebutuhan pedagang asli Papua.
Selama ini pemerintah dianggap tidur lelap, hanya karena tidak memperhatikan sebuah persoalan yang cukup penting ini. 9 tahun lamanya berjuang bukan waktu yang singkat, hampir seumuran dengan kehadiran UU Otsus di Tanah Papua. Jika ada kritik sosial yang dilancarkan, sebaiknya pemerintah menanggapi dengan kepala dingin, seraya berbenah diri untuk menjawab kebutuhan masyarakat setempat.
Mungkin cukup sudah kita pu mama-mama menderita, menangis dan menjerit di atas tanah leluhur mereka. Berikan apa yang menjadi hak dan kewenangan mereka. Aksi simpatik seribu rupiah yang sering dilakukan teman-teman SOLPAP bukan karena orang Papua miskin, tapi ingin menunjukkan kepada pemerintah bahwa jahat dan setega itukah kalian tidak menjawab apa yang menjadi kebutuhan mendasar pedagang asli Papua di atas tanah adat mereka?
Tidak ada perjuangan yang tidak membuahkan hasil. Semua perjuangan selalu membuahkan hasil. Kadang hanya waktu saja yang tidak sebareng dengan tuntutan dan harapan kita. Pedagang asli Papua pasti bisa, bisa maju dan bersaing secara sehat dengan pedagang dari luar Papua.
Akhir kata, semoga perjuangan panjang SOLPAP adalah langkah awal sederetan perjuangan sipil di Papua, yang mana dapat membawa perubahan untuk menciptakan Papua Zona Damai. Semoga saja. Amakane. (Penulis adalah Jurnalis Muda, tinggal di pinggiran Kota Intan Jaya, Sugapa)
Thursday, April 22, 2010
Pendaftaran Tes Calon Praja IPDN Untuk Kabupaten Intan Jaya Telah Dibuka
OCTHO- Pendaftaran tes calon praja IPDN untuk Kabupaten Intan Jaya telah di buka, oleh sebab itu untuk anak-anak Intan Jaya yang ingin melanjutkan pendidikan di IPDN bisa mendaftarkan diri sesuai dengan persyaratan yang di ajukan oleh panitia penerimaan. Hal ini di sampaikan oleh Alpius Nambagani, S.IP Kasubdin Mutasi dan Formasi pada Badan Kepegawaian Kabupaten Intan Jaya, kepada media ini, Selasa (20/04) kemarin.
Menurut Alpius, tempat pendaftaran calon praja IPDN sendiri berlangsung di Sugapa, Ibukota Kabupaten Intan Jaya. “Kami telah membuka pendaftaran di Sugapa, bukan di Kabupaten Nabire, oleh sebab itu yang ingin mendaftarkan diri segera naik ke Intan Jaya dan daftarkan diri segera,” tukas Alpius yang telah mendapat kepercayaan dari Kabid Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Intan Jaya untuk melaksanakan penerimaan pendaftaran tes kali ini.
Lebih lanjut menurutnya, bahwa seluruh persyaratan di ajukan langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan secara serempak di 33 Provinsi yang ada di seluruh Indonesia. Sedangkan waktu pendaftaran sendiri berlangsung sejak tanggal 19 April hingga 23 April 2010 mendatang. “Kami patuh dan taat kepada apa yang di inginkan oleh pusat, jadi yang di nyatakan lolos jika betul-betul sesuai dengan persyaratan yang telah ada,” jelasnya.
Adapun persyaratannya; lulusan (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) tahun kelulusan 2008, 2009, 2010, dengan nilai minimal rata-rata ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) 7,00 yang di buktikan dengan photocopy ijazah/STTB yang di sahkan oleh kepala sekolah. Khusus pendaftar yang masih duduk di kelas XII pada tahun 2010 harus di sertai surat keterangan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan masih duduk di kelas XII oleh kepala sekolah. Sedangkan lulusan paket C usia maksimal 21 Tahun, dan nilai juga minimal 7,00.
Kedua; tinggi badan sekurang-kurangnya 160 cm untuk pria dan 155 cm untuk wanita. Ketiga; surat keterangan catatan kepolisian dan kepolisian tingkat Kabupaten/kota setempat. keempat; surat keterangan berbadan sehat dari rumah sakit umum daerah atau puskesmas setempat. kelima; surat pernyataan belum pernah menikah/kawin, hamil/melahirkan yang di ketahui oleh orang tua/wali dan disahkan oleh kepala desa/lurah setempat.
Keenam; surat pernyataan tidak sanggup menikah/kawin selama mengikuti pendidikan yang di nyatakan secara tertulis di atas kertas bermaterai 6.000,00 yang di ketahui oleh orang tua/wali. Ketujuh; surat pernyataa bersedia mengembalikan seluruh biaya selama pendidikan yang di telah di keluarkan pemerintah di karenakan mengundurkan diri, di berhentikan dengan hormat maupun dengan tidak hormat dan atau melanggar peraturan pendidikan yang di nyatakan secara tertulis di atas kertas bermaterai Rp. 6.000,00 yang di ketahui oleh orang tua wali.
Kedelapan; surat pernyataan bersedia mengikuti proses pendidikan di kampus IPDN Pusat atau daerah yang di nyatakan secara tertulis diatas kertas bermaterai Rp. 6.000,00 dan kesembilan; pasphoto berwarna menghadap kedepan dan tidak memakai kacamata, ukuran 3 X 4 cm sebanyak lima lembar.
Alpius juga menambahkan, untuk tahapan selanjutnya akan di umumkan oleh panitia penerimaan. “Setelah tahap pendaftaran dan pengumpulan persyaratan selesai, masih ada tahap selanjutnya, yang sudah tentu akan di umukan oleh panitia penerimaan,” urainya.
Harapannya, dalam tes Capra IPDN yang baru pertama kali di selenggarakan ini dapat berlangsung dengan baik. “Kemudian, patut kita ucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi yang telah mengakomodir kebutuhan kita, walau kita merupakan daerah operasi baru yang umurnya belum genap setahun,” katanya. (oktovianus pogau)
Wednesday, April 21, 2010
Agus Tapani: Perlu Kesadaran Membangun Kabupaten Intan Jaya
OCTHO- Untuk membangun Kabupaten Intan Jaya yang lebih baik, perlu adanya kesadaran dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat serta lembaga-lembaga mitra pemerintahan yang ada. Karena hal ini juga sudah tentu berkaitan erat dengan komitmen dalam membangun Intan Jaya yang lebih baik. Hal ini di tegaskan Tokoh Intelektual suku Moni, Agus Tapani, S.IP saat menghubungi media ini, Selasa (20/04) kemarin.
Menurut Agus, masyarakat Intan Jaya yang tersebar di enam distrik telah lama membutuhkan perubahan, hal ini terlihat dari antusias mereka, ibarat seorang anak yang menanti ayah yang sedang berburu di hutan. “Setiap pejabat SKPD yang telah terpilih seharusnya tidak mengabaikan harapan dan kebutuhan mereka, ini perlu mendapat perhatian yang serius,” pungkasnya.
Bupati Intan Jaya, Maximus Zonggonau, S.Sos dalam sambutannya saat mengadakan kunjungan ke beberapa daerah di Intan Jaya telah menyatakan bahwa kesungguhannya dalam membangun Kabupaten Intan Jaya yang lebih, hal ini di buktikan dengan kantor perwakilan Intan Jaya di Nabire yang telah di tutup.
“Bupati telah mengatakan beberapa waktu lalu, bahwa kantor perwakilan di Nabire telah di tutup, kemudian dia juga menghimbau agar setiap SKPD yang ada di Nabire harus pindah berkantor di Sugapa, kecuali kantor keuangan dan BKD. Bupati juga telah menyerahkan setiap perangkat dan asset setiap instansi di Kabupaten Intan Jaya,” tambah Agus.
Yang menjadi kendala saat ini adalah dimana kantor DPRD dan Kantor KPU belum di bangun di Intan Jaya. “Beberapa waktu lalu masyarakat Distrik Sugapa, khususnya marga sani dan Sondegau di damping Anggota DPRD Kabupaten Intan Jaya, Yusuf Sani, telah menyerahkan sebidang tanah kepada pemerintah untuk membangun kantor KPU dan DPRD, sekarang tinggal bagaimana keseriusan pemerintah untuk mengakomodir hal itu,” jelas Agus.
Masyarakat Intan Jaya juga berharap sangat besar kepada pemerintah, dimana bisa melaksanakan fungsi pelayanan serta menjalankan roda pemerintah demi mencapai visi dan misi Intan Jaya di era Otonomi Khusus ini. “Pemerintah harus jadi actor yang dapat membawah perubahan bagi masyarakat di Intan Jaya. Selain itu kesadaran dari setiap individu adalah hal yang paling penting,” tegas Alumnus Universitas Indonesia Timur, Makassar ini.
Sekedar di ketahui, kantor perwakilan Kabupaten Intan Jaya yang terletak di Siriwini, telah di tutup, dan seluruh aktivitas kantor telah di pindahkan ke Kabupaten Intan Jaya. Hal Ini sesuai dengan janji Bupati dalam beberapa kali pertemuan dengan masyarakat Intan Jaya saat melakukan aksi agar kantor perwakilan di tutup dan berkantor di Intan Jaya (op)
Thursday, April 15, 2010
Puluhan Wisatawan Yang Akan ke Puncak Cartensz di Tahan Masyarakat
OCTHO- Lagi-lagi PT Freeport Indonesia kembali berulah, dimana mendatangkan puluhan wisatawan asal manca Negara melalui biro perjalanan dari Jakarta, hal ini terlihat dari kedatangan mereka yang sedang di tahan oleh penduduk asli dan masyarakat adat pemiliki hak ulayat Cartensz Pyramid di lapangan Moses Kilangan, saat mereka tiba dengan pesawat Merpati Nusantara dari Jakarta, Kamis (15/04)tadi.
Kepala Bidang Pariwisata Kabupaten Intan Jaya, Januarius Maisini yang kebetulan sedang berada di Timika berkomentar kepada media ini, bahwa kedatangan mereka tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah di bentuk.
“Kami telah menetapkan jalur kedatangan wisatawan, dimana melalui Kabupaten Intan Jaya, Sugapa, namun lagi-lagi PT FI memediasi kedatangan mereka dengan melalui areal pertambangan, ini tidak benar,” ujarnya.
Maisini juga menambahkan, PT FI telah melarang siapapun untuk berpergian ke Cartensz melalui jalur pertambangan, namun kami bingung, beberapa hari belakangan ini kenapa PT FI memfasilitasi mereka lewat jalur ini. Ada kepentingan apa?
“Biro perjalanan local telah ada, kenapa PT FI dan biro perjalanan dari Jakarta tidak memberikan kepercayaan kepada mereka. Ini sudah melanggar hak-hak mereka. Ini juga perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah provinsi,” imbuhnya.
Hingga saat ini beberapa pendaki yang akan berangkat ke Puncak Cartensz tidak di ijinkan berangkat oleh masyarakat. “Kami melarang dengan tegas kepergiaan mereka, karena kedatangan mereka tidak berkordinasi dengan kami pemerintah daerah, dan pihak swasta yang telah mendapat kepercayaan untuk mengelolah biro perjalanan,” akhiri Maisini.
Sekedar di ketahui, kedatangan para turis gelap yang melalui biro perjalanan dari Jakarta di perkirakan 200-300 orang setiap tahunnya. Sudah tentu ini merugikan pemerintah di Papua, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah.(op)
Tuesday, April 13, 2010
Wisata Cartenz (Mbai Gele) dan Kesiapaan Pemerintah Mengelolahnya
OCTHO- Puncak Cartenz Pyramid yang tingginya 4.884 M merupakan salah satu dari tujuh puncak tertinggi di dunia yang di selimuti salju abadi. Memang cukup aneh, di daerah tropis terdapat salju, di tambah keindahan alam yang sungguh mempersona. Ini karunia Tuhan untuk masyarakat di Papua.
Nama Cartensz diambil dari penemunya yaitu seorang pelaut asal Belanda, John Carstensz yang menyaksikan adanya puncak gunung yang tertutup oleh Es di negara ekuator. Tidak ada yang percaya dengan peenyataan nya tersebut. John Carstensz adalah orang eropa pertama yang menyaksikan puncak Cartesz dengan mata kepalanya sendiri.
Keindahan Puncak Cartenz ditambah panorama alamnya telah menarik 200-300 orang wisatawan berdatangan tiap tahunnya, mereka umumnya berasal dari Amerika, Eropa dan Australia. Selain itu, dari dalam negeri juga banyak yang wisatawan yang telah datang. Tujuan kedatangan mereka ke puncak cartenz beragam, ada yang hanya ingin sekedar melepas lelah, ada juga yang melakukan penilitian dan ada pula yang untuk kepentingan publikasi di media tempat mereka bekerja.
Keindahan cartenz memang telah menyedot perhatian dunia Internasional. Namun yang di sayangkan, hingga saat ini kehadiran para wisatawan itu tidak pernah memberi keuntungan bagi masyarakat adat yang ada di sekitar puncak cartenz. Ini yang menjadi persoalan, sebenarnya Pemerintah Provinsi harus membentuk sebuah biro perjalanan atau lembaga wisata resmi yang memilki ijin resmi juga untuk kebutuhan masyarakat dan pemerintah daerah sendiri.
Dalam beberapa komentar di media massa terkait puncak caretenz dan peluang wisata, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua, Drs. Frans Rumbiak mengatakan bahwa daerah ini akan di kelolah untuk memberikan income atau pemasukan bagi pemerintah, baik provinsi maupun daerah, namun di sayangkan, hingga saat ini rencana tersebut belum terealisasi. Memang menjadi pertanyaan, mengapa bisa demikian, padahal beberapa kontraktor yang telah bersedia melaksanakan proyek pembangunan itu.
Beliau juga pernah mengatakan, bahwa akan ada pembangunan rumah singgah sejenis hotel yang di namakan Home Stay, agar memenuhi kebutuhan para wisatatawan. Hal ini juga belum terealisasi. Hal yang paling penting juga, adalah pemerintah harus melibatkan masyarakat, tokoh intelektual, tokoh adat serta pemerintah daerah. Karena keberlangsungan rencana pembangunan akan betul-betul tercapai jika dukungan, komitmen semua pihak yang ada di sekitar areal cartenz.
Salah satu daerah yang telah menyatakan niatnya untuk membangun dan menjadikan Cartenz sebagai tempat objek wisata adalah Kabupaten Intan Jaya. Kabupaten Intan Jaya memang memilki areal yang paling besar di daerah Cartenz, kemudian jangkuan untuk sampai pada puncak cartenz lebih muda melalui Kabupaten Intan Jaya. Selain itu, penghuni areal cartenz adalah masyarakat Moni, yang sudah tentu merupkan wilayah Intan Jaya.
Kabid Pariwisata Kabupaten Intan Jaya, Januarius Maiseni, dalam beberapa komentar di media massa pernah menyatakan tekad dan kesungguhan mereka untuk membangun pariwisata di sekitar cartenz. “pemerintah daerah Intan Jaya telah menyatakan tekad untuk membangun wisata di areal cartenz. Sudah tentu ini akan tercapai bila ada kerja sama dari masyarakat, pemerintah provinsi dan kami sendiri,” seperti di kutip Papua Pos Nabire beberapa waktu lalu.
Membangun wisata di cartenz memang bukan merupakan hal mudah, karena sudah tentu pandangan masyarakat di sekitar yang mengatakan bahwa areal ini adalah tempat yang paling sacral atau keramat yang sudah tentu tidak bisa di ganggu oleh siapapun. Untuk membuka keterisolaisoan sekaligus kesakralan itu, sudah tentu masyarakat adat yang berada di sekitar cartenz perlu di libatkan.
Dalam suratnya, masyarakat adat yang tergabung dalam Komunitas Mbai Gele Kabupaten Intan Jaya, telah menyatakan tekad dan keseriusannya untuk mengijinkan pemerintah baik daerah maupun provinsi mengelolah tempat wisata tersebut, asalkan ada sebuah kesepakatan, yakni menggelar doa adat. Sudah tentu tuntutan seperti ini harus di respon positif oleh pemerintah, baik provinsi maupun daerah. Karena ini itikad baik dari masyarakat, yang mana menginginkan kemajuan dan pembangunanan.
Untuk menggelar doa ada ini sendiri, sudah tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Pemerintah di harapkan dapat memenuhi keinginan ini. Karena ini sudah tentu untuk kemajuan dan kepentingan bersama, baik pemerintah dan masyarakat. Ketua Komunitas Mbai Gele, Andreas Maiseni, S.Pd dalam suratnya kepada pemerintah provinsi Papua maupun pemerintah daerah Intan Jaya pernah menyatakan, bahwa dana untuk keperluan ini harus di tanggung penuh oleh pemerintah. Memang hal yang benar, pemerintah harus memfasilitasi terselenggaranya doa adat ini.
Selain menggelar doa adat di sekitar areal cartenz, ada hal paling penting yang harus di sepakati, yakni; perjanjian atau kesepakatan dari pemerintah, dimana bersedia melibatkan masyarakat sekitar untuk mengelolah areal cartenz ini. UU Otsus memberikan jaminan itu, dimana melakukan pemberdayaan bagi masyarakat adat yang memilki tanah adat. Saya kira, ini tugas pemerintah yang harus di wujud nyatakan, jika memang pengelolahan cartenz ini akan berjalan lancar.
Untuk masalah pembangunan daerah sekitar setelah kehadiran wisata cartenz, merupakan hal utama yang telah di pikirkan oleh pemerintah daerah. Apalagi telah di ketahui bersama, masyarakat sekitar sangat tertinggal dari kemajuan. Pendidikan mereka sangat terpuruk, di tambah eknomi yang hanya bergantung pada pertaninan dan berburu. Ini sudah tentu harus menjadi perhatian bersama. Selain itu, kehadiran wisata cartenz juga sudah tentu harus menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat setempat.
Sekedar di ketahui, nama sebenarnya Cartenz adalah Mbai Gele, dan kadang masyarakat sekitar menyebutnya Tua yang artinya; batu terlarang yang tidak boleh di sentuh oleh siapapun. Sudah tentu, tempat ini telah di anggap tempat yang begitu sacral atau keramat oleh para nenek moyang, terutama marga maisini, kum, joani, duwitau, sondegau dan wandagau yang memiliki hak adat areal cartenz ini.
Sekiranya itikad baik dari masyarakat adat untuk menggelar doa adat adalah jalan masuk bagi pemerintah provinsi dan daerah untuk mengelolah wisata cartenz yang lebih baik kedepannya. Kehadiran wisata cartenz sudah tentu akan memberikan keuntungan bagi banyak pihak, baik wisatawan, pemerintah, serta masyarakat setempat. (Penulis adalah Jurnalis lepas, saat ini tinggal di Kabupaten Nabire)
Sumber Gambar: http://archive.kaskus.us/thread/1379223/0/top-50-keajaiban-alam-indonesia
Sumber penulisan:
http://en.wikipedia.org/wiki/Puncak_Jaya
http://pascalzone.blogspot.com/2009/04/gunung-cartenz-jayawijaya.html
http://www.adventureindonesia.com/carstensz-welcome.htm
http://www.papuaposnabire.net/index.php?option=com_content&view=article&id=105:persiapan-jelang-fds-pemkab-gelar-workshop&catid=37:sentani-news&Itemid=58
http://portal.sabhawana.com/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=261
Cinta dan Ketidakpastian....
OCTHO- Sa cinta koe,
sa cinta koe bukan karena koe pintar,
koe hebat,
koe kaya raya
atau justru koe seorang superman
sa memang cinta koe,
cinta koe karena patut di cintai,
patut di kasihi,
patut di sayangi,
sa pu cinta ke koe berbeda,
berbeda dari yng lain,
dari mereka yng terpikat krn cantikmu,
parasmu yng elok,
tampanmu yng sungguh menggoda
sa pernah bilang,
sa juga pernah katakan,
bahwa tong pu cinta harus bertahan lama
harus jalan terus,
terus jalan
sampai semua tergapai,
aihhh,
su tra mungkin yahh????
koe selalu ingin sa sempurna,
ingin sa tra bersalah,
bahkan ingin sa menjadi seperti TUHAN
sangat tepat,
tepat bila kita pisah,
saling mejauhi,
saling melupakan,
bila perlu saling tak mengenal lagi
Tak ada guna ratapi semua ini,
lupakan,
biarkan,
ijinkan semua ini berlalu,
mungkin ini terbaik untukmu,
untukku,
dan tanah Papua yng tong cinta bersama ini
Villa Pemikiran, Asrama Anugerah
12 April 2010, Pukul 23.00 wit
Sunday, April 11, 2010
PT Freeport Indonesia Adalah Perusahan Tambang Bukan Perusahan Travel
OCTHO- Sesuai kontrak kerja dan kesepakatan, PT Freeport Indonesia merupakan perusahan tambang, bukan perusahan travel yang bergerak di bidang objek wisata, seni budaya serta paket wisata. Dan karena itu, PT FI tidak boleh terlibat dalam kegiataan yang mengarah kepada perjalanan wisata, apalagi memfasilitasi wisatawan atau pendaki yang akan datang ke puncak Cartenz Pyramid.
Hal ini di tegaskan Julius Wandagau, Manajer PT Adventure Cartenz kepada media ini, Minggu (11/04) melalui pernyataan pers yang mereka kirim. Lebih lanjut menurut Julius, PT FI atau pihak manajemen tidak berhak membawah para wisatawan ke areal cartenz, karena itu sudah tugas dari PT Adventure Cartenz yang telah mendapat kepercayaan dan telah mendapatkan ijin resmi dari pemerintah provinsi maupun daerah.
“kami bingung, biasanya PT FI melarang keras para pendaki yang melalui areal penambangan untuk ke Cartenz, tapi kenapa para pendaki dari Wanadri dan Rumah Nusantara di ijinkan lewat. Ada kepentingan apa di balik semua ini. Bukankah harus saling menghargai tugas dan fungsi masing-masing,” jelasnya.
Selain itu, Wandagau juga mengatakan bahwa selama ini PT FI tidak pernah memperhatikan atau merawat keindahan taman Lorenz, serta areal sekitar Puncak Cartenz Pyramid, hanya masyarakat sekitar dan pihak perusahan PT Adventure Cartenz yang peduli, di antaranya membersihkan sampah-sampah di areal puncak cartenz yang di tinggalkan oleh para pendaki. Dengan demikian, PT FI harus menghargai segala yang menjadi kewenangan pihak perusahan adventure cartenz dan masyarakat sekitar.
“PT Adventure Cartenz adalah perusahan resmi yang didirikan dan di operasikan untuk memfasilitasi para pendaki puncak cartenz melalui jalur-jalur alternative, misalkan dari Kabupaten Intan Jaya, Sugapa-ugimba-cartenz-homeyo-ugimba-Cartenz, hal ini sudah kami kemas dengan tepat, agar menghindar pendaki yang keluar masuk areal penambangan,” imbuhnya.
Kami berharap perusahan PT FI bisa mengakui dan mendukung keberadaan perusahan local yang berbasis masyarakat yang bergerak di biro perjalanan wisata. “pengorbanan kami masyarakat, khususnya yang di daerah ugimba untuk melestarikan cartenz dan taman Lorenz sangat besar, dan ini patut di hargai oleh PT FI dan pemerintah daerah sendiri,” tambahnya.
“UU No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus pasal 42 ayat 1 yang menyatakan bahwa pembangunan perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan peluang yang seluas – luasnya kepada masyarakat adat (orang asli Papua) untuk pengembangkan dirinya dengan cara mereka. Sedangkan pasal 42 ayat 4, menyatakan memberikan kesempatan usaha dilakukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat adat agar dapat berperan aktif dalam perekonomian seluas-luasnya. Kami kira amanat ini sudah sangat jelas,” jelas wandagau.
Sebab itu semua program pendakian yang di buat pemerintah pusat harus koordinasikan dengan PT. Adventure Carstenz sebagai Travel Lokal dan Pemerintah Propinsi Papua, pemerintah Kabupaten Intan jaya, Pemerintah Kabupaten Mimika dan beberapa kabupaten lainnya yang berdekatan dengan puncak Carstenz.
“Jika ada kordinasi kerja yang baik, serta saling menghargai antara sesame, otomatis keberadaan cartenz akan tetap terawat, dan menjadi tempat wisata yang di kenal dunia luas,” tutup wandagau. (op)
Sumber: Koran Harian Papua Post Nabire
Friday, April 09, 2010
Photo Sunset di Pantai Maf, Nabire.
Hasil photo sunset di Pantai Maf, Nabire-Papua. Diambil pada tanggal 04 April 2010, Pukul 15:00 hingga 16:30 wit. Jenis Camera yang di gunakan, Canon Digital, IXUS 9515. 10,0 Megapixel dan Camera Fujifilm-FinePix, S6500 Digital Camera. 10,7 Megapixel.
Program Transmigrasi dan Dampaknya Bagi Penduduk Asli
OCTHO- Info penting kepada seluruh masyarakat adat di Papua, bahwa pemerintah pusat melalui pemerintah Provinsi Papua telah membuka kembali program transmigrasi ke daerah Papua, terutama ke daerah pegunungan tengah. Sasaran utamanya adalah beberapa Kabupaten di wilayah pegunungan tengah.
Mengingat persoalan ini begitu penting, secara tidak langsung maupun langsung perlu di sikapi oleh seluruh masyarakat adat di Papua, entah itu tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh intelektual dan mahasiswa Papua. Jika tidak, dampaknya ke depan bagi masyarakat adat di Papua sangat berbahaya.
Telah di ketahui bersama, arus transmigrasi yang semakin membludak di tahun-tahun sebelumnya telah melahirkan bentuk konflik yang berkepanjang, hal in sudah tentu akan berujung pada konflik internal sesame orang Papua sendiri.
Kehadiran para transmigran sudah tentu akan menyingkirkan penduduka asli Papua. Segala sektor sudah tentu akan di kuasai oleh mereka. Dan sudah tentu juga populasi non Papua akan meningkat di bandingkan dengan populasi penduduk asli Papua.
Data BPS Tahun 2007 telah menunjukan, bahwa penduduk asli Papua telah menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka. Sudah pasti, segala sektor akan di kuasai oleh mereka. Pendudukan asli Papua akan menjadi penonton dalam pembangunan. Ekonomi pasar secara tidak langsung telah di kuasai oleh mereka. Sebuah kenyataan yang tidak bisa di bantah kebenaranya.
Maka itu, kepada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi yang punya kewenangan dan kepentingan tertentu, patuh dan taatlah pada amanat Otsus yang telah di buat sendiri. Jika UU Otsus di abaikan, bukankah itu telah melacuri kesepakatan dan UU, dimana memberdayakan orang asli Papua di atas tanah leluhur mereka.
Kegagalan Otsus sudah sangat cukup, jangan tambah rekor kegagalan dengan transmigrasi yang semakin membanjiri Papua ini. Kepercayaan public kepada pemerintah sudah cukup menurun drastic, seharus pemerintah memerhatikan ini, seraya merubah segala kebijkan agar bisa memihak kepada rakyat kecil. Sekali lagi, kepada seluruh masyarakat adat di Papua, agar segera menolak kehadiran para transmigran yang sudah tentu akan menyingkirkan penduduk asli Papua.
Coretan ini bukan bentuk provokasi, namun hanya bentuk koreksi terhadap pemerintah yang memang telah membuat rakyat Papua tidak berdaya. Pemerintah di minta untuk bijak dalam mengambil keputusan, karena banyak pengalaman, bahwa keputusan yang di ambil oleh pemerintah telah mengorbankan banyak rakyat Papua. cukup record buruk yang telah di buat oleh pemerintah, buatlah record baik yang membangkitkan kepercayaan publik.
Thursday, April 08, 2010
Kehadiran Wisata Cartenz Akan Memberikan Dampak Positif
OCTHO- Kabupaten Intan Jaya memiliki potensi wisata yang begitu besar dan barang tentu akan memberikan dampak positif, terutama bagi kelangsungan hidup masyarakat setempat. Dengan demikian, dibutuhkan kerja sama dari semua pihak, baik Masyarakat, pemerintah daerah serta pihak pengelolah jika nantinya sektor pariwisata ini berjalan dengan baik di Kabupaten Intan Jaya.
Hal ini di kemukakan oleh Kabid Pariwisata Kabupaten Intan Jaya, Januarius Maisini, Amd, SE Par, ketika di temui media ini Minggu (04/4) kemarin di kediamannya KPR Siriwini, Nabire. Menurut Maisini, kehadiran wisata Cartenz merupakan keinginan lama masyarakat Intan Jaya, karena objek wisata ini telah lama di lancongi oleh para turis dari manca Negara, namun manfaatnya kadang tidak di rasakan oleh masyarakat.
Keberadaan puncak Cartenz sendiri telah lama di ketahui oleh para peneliti asal Manca Negara, penemuaannya hampir bersamaan dengan ekplorasi PT FI tahap awal dulu. Kehadiran para wisatawan dan turis di Cartenz juga selama ini berlangsung secara tertutup dan gelap, keuntungannya hanya di rasakan oleh pemerintah pusat. Hal ini tidak boleh terjadi lagi.
“Dalam waktu dekat kami akan menggelar doa adat pelepasan wilayah adat sekaligus peletakan batu rumah nginap (Home Stay) di sekitar areal puncak Cartenz. Kegiataan ini di maksudkan agar prosesi perjalanan wisata, serta usaha yang akan di kembangkan dapat berjalan dengan baik. Ini permintaan masyarakat setempat, kami hanya memfasilitasi sehingga acara ini bisa terselenggara dengan baik” tegasnya.
Lebih lanjut menurut Maisini, hingga saat ini perhatian pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi memang nampak nyata, karena beberapa respon positif soal kehadiran wisata Cartenz ini telah mendapat tanggapan. “mengelolah pariwisata di Kabupaten Intan Jaya perlu dukungan yang serius, terutama dari pemerintah daerah Kabupaten Intan Jaya sendiri. Kami juga berharap, bapak Bupati dan Sekda bisa memberikan tanggapan positif soal kehadiran wisata Cartenz ini agar bisa segera kita kelolah” jelasnya.
Sementara itu, harapannya untuk anak-anak asli Intan Jaya yang selama ini membantu para wisatawan di areal Cartenz, agar memperhatikan etika, adat dan tata cara wisata yang baik, agar ketertarikan para wisatawan datang berkunjung ke Kabupaten Intan Jaya tidak sampai disitu saja. “kita harus memberikan perlindungan yang lebih kepada para wisatawan, agar mereka merasa di hargai, sehingga peran kerja mereka dapat turut memberikan manfaat buat masyarakat” tambahnya.
Kemudian terkait tapal batas wilayah keberadaan puncak cartenz, Maisini menjelaskan bahwa hingga saat ini ada beberapa Kabupaten yang berbatasan langsung, namun Kabupaten Intan Jaya yang memiliki wilayah atau lingkungan terbesar dari beberapa daerah itu. “jika para turis atau pelancong berpergian ke Cartenz, lebih mudah, aman dan nyaman lewat Intan Jaya, selain itu masyarakat sekitar areal Cartenz pada umumnya warga Intan Jaya juga,” jelas Maisini akhiri komentarnya. (oktovianus pogau)