Masa muda adalah masa yang paling menyenangkan dari segala masa dalam kehidupan kita, dimana bisa berbuat apa saja. Bahkan kita bisa bertemu lawan jenis kita yang kita anggap paling terspesial dalam hidup kita. Pernah nggak rasain yang namanya jatuh cinta??
Bagi saya pertanyaan ini adalah pertanyaan paling konyol yang harus saya jawab. Saat saya sedang jatuh cinta, apapun yang tidak pernah saya kerjakan akan saya kerjakan. Dan apapun yang menurut saya paling malu untuk dikerjakan akan saya kerjakan, semua itu saya lakukan demi menggembirakan hatinya. Malu juga sih diliatin teman saya. Tapi apa salahnya juga!
Ada apa dengan cinta? Inikah yang dinamakan virus cinta, atau inikah yang dinamakan dengan denyutan asmara yang sedang membara. Kebanyakan orang ketika sedang jatuh cinta akan melibatkan Tuhan dalam hubungan mereka. Sayapun sering begitu, ketika sedang berangan-angan saya pun sering mengikutkan Tuhan dalam angan-angan itu.
Namanya manusia, apalagi anak muda barang tentu sangat wajar seperti itu. Coba tanyakan kepada orang tua saat ini. Pernah nggak mereka alami hal seperti itu, tentunya mereka dengan lantang akan menjawab pernahlah. Bagi mereka mereka melewati masa muda tanpa cinta mencintai adalah hal paling memalukan yang mereka lewati.
Banyak orang tua berpendapat bahwa masa muda kita tidak boleh dihabiskan dengan saling bercinta. Banyak alasan yang mereka tuturkan. Di antara karena takut konsentrasi sekolah terganggu, takut pelajaran menurun, takut niat belajar akan luntur. Bagi saya, orang tua tidak pernah paham dengan pola perkembangan anak muda, dan apa yang mereka inginkan.
Saat ada orang tua yang berlagak militer melarang anaknya, tanyakan aja sama mereka pernah nggak jatuh cinta. Memalukan apabila mereka menyangkal perbuatan yang mereka lakukan pada masa muda. Dan bagi saya ini suatu kewajiban atau hal lumrah yang dilakukan oleh setiap manusia.
Selain itu, bagi saya ketika kita berpacaran maka semangat belajar kita akan bertambah, apalagi sang idola berada satu sekolah atau satu lingkungan tempat tinggal dengan kita. Semua ini saya sampaikan karena beberapa pengalaman fakta yang pernah dituturkan oleh beberap teman, sekaligus pengalaman yang pernah saya alami sendiri.
Pengalaman terbaik dan menarik yang pernah saya alami, dimana sangat suka terhadap seorang gadis. Kebetulan satu sekolah dengan saya, alangkah kagetnya. Ketika saya menaruh hati padanya, semangat sekolah dan belajar saya semakin meningkat. Yang ada di dalam pikiran saat akan berangkat dalam sekolah hanyalah dia dan belajar di sekolah, padahal cinta saya belum tentu diterima sama dia.
Bagi saya dia adalah obat paling mujarab yang dapat membangkikan semangat saya untuk belajar dan ke sekolah. Dan saya selalu memikirkan, satu hari tidak melihat wajahnya adalah hari terburuk yang saya lewat. Inikah yang dinamakan jatuh cinta, pertanyaan ini selalu saya keluarkan dari mulut hati saya.
Selain itu ada seorang teman saya. Dia dan ceweknya berada pada satu sekolah, sekaligus pada satu kelas. Pada awalnya saat mereka belum jadian, sahabat saya ini paling malas belajar. Tapi alangkah kagetnya orang-orang, ketika mereka baru jadian semangat sekolah dari teman saya sangat tinggi, sehingga orang tua, guru dan orang lain begitu bangga padanya. Ini semua ulah virus cinta itu.
Jadi para orang tua janga salahkan virus ini ketika menyebar sampai pada seluruh anak-anak muda zaman sekarang. Bagi saya pribadi ini hal lumrah yang dapat terjadi kepada siapa saja. Bukan berarti saat seorang anak muda kena dengan virus ini, segalanya akan berakhir dengan perbuatannya yang sia-sia, sangat menyakitkan kepada si anak apabila ada orang tua yang berprasangka sedemikian buruk.
Memang dampak kita berpacaran juga sangat besar resikonya, dimana dapat terjadi berbagai hal yang tidak kita inginkan terutama para orang tua. Tapi bagi si anak dia akan mengerti kok, apa yang boleh dibuat dan tidak boleh dibuat. Soalnya anak muda juga bisa mengerti dan paham terhadap semua realitas kehidupan.
Nah, kalau begitu boleh nggak kita pacaran? Bagi saya itu suatu keharusan yang harus anak muda jalani. Tetapi bukan berarti dengan tulisan ini saya ingin menunjukan kepada publik terutama anak muda agar meningkatkan semangat pacaran. Dengan tulisan ini saya hanya ingin meluruskan prasangka buruk yang selalu para orang tua yakini.
Tahu nggak, tulisan ini saya buat saat saya sendiri sedang jatuh cintah. Yah…ileeee, kok sampai ngaku gitu sih. Nggak apalah, kejujuran dalam menulis juga sangat penting ditanamkan dan di praktekan. Dan ini bukti semua itu. Mau tau siapa cewek yang jadi idola saya saat tulisan ini di buat. Lebih seru kalau wikimuer bisa tebak sendiri.
Thursday, November 27, 2008
Pacaran Usia Sekolah, No Problem
Monday, November 24, 2008
Bersabar Dalam Penderitaan
Hal paling sulit dan terberat yang dipikul manusia dalam hidupnya adalah, bagaimana orang itu harus bersabar dalam berbagai penderitaan yang dialamaninya. Baik pendertiaan secara batin maupun secara rohani.
Beberapa saat lalu saya membaca sebuah tulisan di salah satu situs. Yang menarik bagi saya dengan tulisan itu, bagaimana seorang ibu menceritakan ketabahan dan kesabaran dia untuk mendidik, mengasuh dan menjaga anaknya yang pada saat telah menderita penyakit autis dari sejak kecil
Yang lebih menarik, ibunya mengatakan sakit yang dihadapi oleh anaknya adalah kesenangan dan sukacita bagi kehidupannya. Sehingga dalam hidupnya, dia lebih mementingkan untuk mengurus berbagai penderitaan yang dihadapai oleh anaknya daripada mengerjakan berbagi penderitaannya.
Sebuah contah diatas tentunya bias memberikan kita sebuah gambaran yang sungguh sangat menarik, seseorang untuk bersabar dalam penderiaan bukan hal termudah. Orang sabar harus merelakan keinginan dagingnya dibekap oleh segala kegitaan. Orang yang sabar harus meninggalkan berbagai keinginan dunianya, orang sabar bersedia menangsi dalam segala hal.
Setiap orang didunia pasti pernah dihadapkan dengan saat-saat seperti itu. Saya saya senditi tidak tahu, apa reaksi dan tindakan setiap orang ketika menghadapi semua ini, apakah mereka sabar bahkan dengan tenang hati menjalaninya, ataukah mereka dengan emosinya akan melupakan berbagai penderitaan itu dengan cara hidup menyamar atau hidup serba senang.
Semoga kita menjadi seseorang bias sabar dan tabah dalam segalah hal untuk kepentingan orang lain daripada kepentingan kita.
Wednesday, November 19, 2008
Pemuda Harus Menjadi Pemenang
MENJADI Pemenang dalam berbagai gejala perkembangan daerah yang tidak menentu bukanlah hal mudah. Apalagi kalau ini menyangkut masa remaja yang sering kali dikatakan sebagai masa yang paling menyenangkan dari segala masa.
Berpikir seperti itu, sehingga tidak heran banyak anak muda lebih sering menghabiskan banyak waktu mereka untuk kesenangan berbagai hal duniawi.
Contoh nyata, anak-anak muda lebih senang mengunjungi tempat wisata pada hari minggi daripada pergi ke Ibadah. Dan hal ini tentunya telah cukup membudaya di berbagai kalangan remaja, apalgi bagi mereka yang hidupnya tidak pernah terkontrol
Tidak sampai disitu saja, tetapi masih banyak praktek-praktek tidak menggembirakan yang dibuat oleh baiik anak-anam muda. Mereka lebih sering dan suka dengar lagu dunia dibandingkan dengan lagi geraja atau lagu rohani.
Lantas yang jadi pertanyaan, kemana generasi muda diera ini. Apakah mata hatinya telah tertutup dengan perkembangan zaman yang kian hari kian modern. Semoga tidak menutup mata hari kita sampai tuli buta.
Beranjaka daripada itu blog ini dibuat, ingin memberikan informasi sekaligus pemahaman kepada beberap anak muda di luar Papua, bahwa pemuda di Papua, terlebih khusus tidak hanya tinggal diam dalam menangani ini.
Semoga beberap event yang akan kami buat kedepan ini akan menjadi ajang perkenalan kita-kita sekalian.
Tuesday, November 18, 2008
Untuk Siapa Mahasiswa Papua Berpolitik?
Oleh : Oktovianus Pogau
SEBENARNYA saya sangat menyadari kemampuan dan keberadaan saya sebagai seorang pelajar. Dan saya rasa, tidak pantas saya menulis artikel seperti ini. Tapi ada satu pertanyaan: kalau bukan saya yang suarakan, siapa lagi?
Karena saat ini mahasiswa Papua sedikit “buta” dengan perkembangan Papua saat ini, bahkan ada segelintir mahasiswa yang sedang berusaha menghancurkan semua mimpi yang senantiasa didambakan dan dinantikan oleh semua orang Papua.
Rabu (29/10), DPR RI dan Mendagri telah menyetujui dimekarkannya tiga kabupaten baru di Papua dan Papua Barat. Yakni Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Deiyai dari Kabupaten Induk Paniai, serta Kabupaten Tambrauw dengan Kabupaten Induk Sorong.
Mekarnya tiga kabupaten baru ini tentunya akan menimbulkan teka-teki bagi publik di Papua. Karena apa? Beberapa kabupaten baru yang telah dimekarkan di Papua, tidak menunjukan perubahan yang signifikan, padahal kucuran dana Otsus telah tumpah ruah begitu saja. Fakta di lapangan menunjukan, bahwa pemekaran dan pemberian status Otonomi Khusus (Otsus) bukanlah jawaban semata wayang untuk mendongkrak segala sektor yang tertinggal di Papua.
Sudah barang tentu masyarakat Papua akan tegas menolak adanya pemekaran, karena pemekaran biasanya lebih menguntungkan kalangan birokrat pemerintah. Pemekaran hanya memperkaya “raja-raja kecil” dan kroni-kroninya. Ini bukan cerita fiksi belaka, tetapi ini kebenaran fakta. Selain itu, pemekaran hanya menambah luka batin warga masyarakat dengan pendropan militer sebanyak-banyaknya di Tanah Papua.
Dengan dilema pemekaran wilayah baru ini, bukan tidak mungkin akan menimbulkan pertanyaan yang beragam pula. Betulkah pemekaran ini murni dari hati nurani masyarakat? Betulkah pemekaran untuk lebih mensejahterakan rakyat? Betulkah rakyat akan bahagia hidup di daerah pemekaran? Setujukah mereka dengan pemekaran daerah baru?
Atau sebaliknya, jangan-jangan ide pemekaran ini hanya datang dari oknum pejabat serta kroni-kroninya yang tidak puas dengan memegang uang Otsus 1 Milyar, tidak puas dengan pangkat, golongan serta kedudukan bahkan tidak puas juga dengan Avaza yang hanya tinggal di garasi mobil, mungkin ingin memiliki lagi lima buah mobil Avanza.
Ini suatu fenomena yang telah terbukti di seantero Papua. Dimana egoisme para pejabat dan kroni-kroninya sangat tinggi. Tidak mau anak mereka pergi sekolah dengan motor Kawasaki, maunya menyekolahkan anak mereka dengan mengendarai mobil Avanza. Ini kan lucu, menggelikan. Mama-mama “dorang” di kampung berjalan berkilo-kilo untuk tetap memenuhi kebutuhan mereka, adik-adik “dorang” menangis terus menerus karena tidak ada gizi yang imbang dengan perkembangan pola pikir mereka. Dibalik semua itu pejabat hanya bersorak girang di atas segala penderitaan.
Dalam tulisan ini, saya tidak akan menyinggung keenakan mereka (pejabat Papua) karena sedikit lagi mereka tinggal masuk jurang neraka. Dan bukan berita baru lagi, kalau para pejabat berpolitisi dengan nama “pemekaran” untuk memperkaya diri mereka.
Saya mau soroti adalah, para mahasiswa Papua yang telah nyata ikut berpolitisi untuk mendukung berbagai perkembangan dan gejolak di Papua yang ujung-ujungnya akan menghancurkan Papua serta menenggelamkan mimpi-mimpi untuk mencapai Papua yang bebas dari segala ikatan. Salah satu diantaranya: mendukung pemekaran daerah baru di Tanah Papua.
Surat Kabar Harian Papuapos Nabire, edisi 5 November 2008 menulis keberadaan sejumlah oknum mahasiswa Papua asal Deiyai yang dituding ada dibalik pemekaran kabupaten baru itu. Oknum mahasiswa yang mendukung pemekaran Kabupaten Deiyai itu sebenarnya biasa bersuara atas nama kebenaran dan pembebasan bagi Papua.
Ungkapan kekecewaan itu seperti diungkapkan salah satu mahasiswa Papua dari Yogyakarta, Agus Mote. “Kenapa mahasiswa juga ikut terlibat dalam permainan politik. Saya melihat tindakan mereka itu hanya karena kepentingan segelintir orang di masa mendatang. Tapi jangan atas namakan mahasiswa Papua asal Deiyai, nanti apa tanggapan orang terhadapa kami.”
Terhadap kenyataan itu, Agus menilai mahasiswa asal Deiya bertopeng dua. “Dimana merekalah yang menghancurkan masyarakat di sana. Termasuk mereka telah menjual tanah adat mereka. Bahkan yang lebih mengherankan, kenapa mereka bisa tergoda oleh rayuan tim pemekaran?”
Istilahnya mereka (penghianat) adalah musuh dalam selimut. Dalam orasinya maupun diskusi publik selalu menolak pemekaran kabupaten baru di Papua, mereka juga selalu menyuarakan berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, kemudian mereka juga selalu menuntut untuk diperiksa apabila ada pejabat Papua yang terlibat dalam korupsi uang Otsus, dan lain-lainnya.
Padahal tanpa mereka sadari, dengan pemekaran kabupaten baru akan menambah jumlah korban akibat pelanggaran HAM yang akan terus terjadi, serta meningkatnya Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN). Aneh bukan, kembali telah muntahnya. Memalukan sekali, cara seperti begini. Dengan jelas mereka telah menjadi “tiang garam” di tengah kebobrokan bangsa Papua.
Selain peristiwa penghianatan diatas, Marthen Tipagau, salah satu mahasiswa asal Sugapa yang dikabarkan sangat mendukung pemekaran daerah baru di Papua, usahanya sangat terbukti dengan dimekarkannya kabupaten dari daerah asalnya yaitu Kabupaten Intan Jaya.
Intah Jaya mekar antara tangisan dan dukacita warga disana. Dimana kaum intelektual acuh tak acuh terhadap kehidupan mereka. Padahal kaum intelektual punya andil yang sangat besar dalam perkembangan daerah di sana. Sehingga tidak heran perang adat menjadi suatu tradisi yang sering terjadi. Hingga saat ini, beberapa permasalahan dalam perang suku di daerah ini belum juga diselesaikan. Pada hal beberapa bulan lagi Surat Keputusan (SK) dari Mendagri akan turun atas nama Kabupaten Intan Jaya.
Puluhan warga Biandoga seperti yang diberitakan Papuapos Nabire, edisi 9 November 2008, meninggal dunia. Jenis penyakitnya belum diketahui. Ironisnya, tidak satupun mahasiswa asal suku Moni yang memberikan suara agar tim Dinas Kesehatan turun langsung ke lokasi wabah. Tidak hanya itu. Beberapa waktu lalu, PT Freeport yang beroperasi di Sugapa mem-PHK-kan puluhan karyawan pribumi. Mereka terpaksa menggangur lagi tanpa adanya harapan pasti untuk menghidupi keluarga dan sanak saudara mereka.
Beberapa pengamat menilai, Kabupaten Intan Jaya dimekarkan terlalu dini. Sebab sampai saat ini belum adanya persiapan maupun kesiapan dalam menyambut pemekaran itu. Banyak warga yang masih primitif dan tidak tahu menahu apa tujuan pemekaran dan manfaatnya untuk masyarakat Papua. Perang suku yang tidak kunjung selesai, salah satu alasan paten kenapa Intan Jaya belum bisa dimekarkan.
Di situs www.kabarindonesia.com, ditulis tentang ketidaksetujuan mahasiswa dan pelajar asal Sugapa, lantaran Marthen Tipagau berjalan dibawah kendali para pejabat. Yang hanya mengejar jabatan, kedudukan, maupun pangkat di kabupaten baru itu. Berikut kutipan komentarnya: “Saudara Marthen Tipagau jangan asal minta kabupaten baru untuk dimekarkan karena ambisi pegawai negeri, ambisi jabatan dan ambisi kedudukan. Selain itu, jangan juga memiliki keinginan tinggi, seperti; saya punya uang banyak boleh dan mobil segalanya dan jangan mengurus diri anda sendiri. Anda harus memikirkan masyarakat kelas bahwa yang selalu menjerit, karena saudara Marthen koi juga datang dari masyarakat kelas kecil seperti mereka. Koi ada bukan dari orang kaya atau orang Jawa dorang. Paham kan….] Dari Mahasiswa dan Pelajar suku Moni se Jawa-bali. By Weyabumala.
Masih banyak unek-unek yang dipaparkan karena ketidapuasan mereka terhadap beberapa mahasiswa asal Sugapa yang diduga berpolitik praktis untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka dibiayai oleh para pejabat Papua untuk bersuara atas nama mahasiswa Papua di DPR RI agar ada persetujuan dari DPR dan Mendagri. Sebuah skenario yang tersusun sangat rapi, tidak nampak kejahatan dan kemunafikan mereka.
Renungan Untuk Mahasiswa Papua
Kedua contoh diatas saya paparkan, agar ada penguatan bukti dalam judul tulisan ini. Dimana tidak semua mahasiswa Papua bersuara atas nama kebenaran dan untuk masyarakat Papua. Ternyata masih ada segelintir mahasiswa Papua yang bersuara karena keegoisan dan kepentingan perut mereka semata.
Masih ada mahasiswa Papua yang ragu dan bimbang, dengan pendidikan serta keahlihan yang mereka tekuni di pulau Jawa. Merek takut, ketika pulang ke Papua mereka tidak akan dipakai, kemudian akan nggangur, bahkan mereka juga akan menjadi pengemis antar lamaran dari kantor ke kantor tidak diterima.
Sebenarnya alasan beberapa mahasiswa Papua ikut berpolitis karena semua itu. Memikirkan, apa yang mereka makan dan minum di era Otsus yang dananya triliunan rupiah. Dimana mereka akan tinggal, bahkan dimana mereka duduk. Ambisi jabatan, kedudukan, serta uang menjadikan nomor satu dalam mendukung pemekaran beberapa kabupaten baru di Papua yang disinyalir telah dan sangat gagal di Papua.
Tidak salah mendukung adanya pemekaran, tapi jangan jadi serigala berbulu domba yang bisa menghianati semangat teman-teman seperjuangan anda di tanah perantauan. Di depan bicara begini, tapi dibelakang sudah lain lagi. Ini sikap memalukan yang tak pantas dilakukan oleh seorang mahasiswa calon intelektual.
Bagi mahasiswa Papua yang masih suka bermain politik praktis demi kepentingan perut: sebaiknya Anda tidak usah ikut berorasi, menyampaikan argumentasi Anda dimanapun dengan iming-iming kesejahteraan masyarakat Papua. Sebab sama saja Anda telah menjadi serigala di tengah-tengah domba. Saya bisa istilahkan hati Anda bercabang dua: antara mendukung kesejahteraan rakyat Papua dan mendukung kebobrokan masyarakat Papua oleh pemerintah Pusat.
Selain itu, mahasiswa Papua yang berpolitisi untuk kepentingan perut sendiri: sebaiknya tidak usah bersuara atas nama pembebasan (Merdeka) karena Anda telah menjadi batu penghalang di tengah mulusnya jalan kemerdekaan bangsa Papua. Anda menjadi musuh, yang telah nyata hancur-leburkan mimpi seluruh masyarakat Papua untuk menuju kemerdekaan dan pembebasan yang sesungguhnya.
Jangan kira, dengan adanya pemekaran jalan untuk menuju kemerdekaan semakin terbuka lebar. Sama sekali tidak. Dengan adanya pemekaran, mimpi-mimpi indah untuk kemerdekaan hanya tingga kenangan. Mahasiswa Papua yang berpolitisi cacat, hanya menjadi hama di tengah rerumputan yang siap bertumbuh dan berkembang. Anda menjadi batu karang, yang siap menghambat segalanya di Tanah Papua.
Tulisan ini tidak bermaksud menghakimi teman-teman mahasiswa sekalian. Tetapi hanya menjadi bahan renungan yang layak untuk dipertimbangkan. Perlu diperhatikan antara perbedaan bersuara untuk rakyat, dan bersuara untuk kepentingan perut sendiri.
Menjadi perenungan, agar tidak lagi menjual, membunuh dan membinasakan mahasiswa lainnya dan masyarakat Papua. Hanya karena iming-iming kepentingan perut dan sejenisnya. Tidak pantas kita berbicara kemerdekaan, kalau kita sendiri masih belum bisa membebaskan diri kita dari hal-hal kecil seperti ini. Tidak pantas kita bicara keadilan, kalau kita sendiri terjun dalam dunia ini untuk menunjukan ketidakadilan di bumi Papua. Tidak pantas kita bicara HAM kalau kita sendiri mendukung terjadinya pelanggara HAM di Papua. Bahkan tidak pantas kita bicara merdeka, kalau kita jadi penguasa yang masih dan ingin tetap menjajah.
Tidak beda jauh antara pejabat dan mahasiswa. Ketika kita menjadi mahasiswa kita akan menjadi kaum intelektual yang seolah-olah memperjuangkan nasib dan keadaan rakyat Papua melalui perkembangan yang terjadi di Papua. Tetapi ketika kita menjadi seorang pejabat, kita akan menjadi manusia bejat yang menelan semua sumpah zina yang pernah kita keluarkan saat bersuara maupun berargumen.
Pada intinya, pikirkan dulu ke jalan mana kita mau melangkah. Mau jadi pejabat dengan iming-iming pemberdayaan masyarakat Papua? Ataukah kita mau jadi mahasiswa yang benar-benar memperjuangkan nasib dan keadaan rakyat Papua, walaupun dalam keadaan yang serba kekurangan. Kekurangan tapi pasti lebih penting, dari pada kelebihan tapi tidak pasti. Kekurangan dengan menghasilkan sesuatu lebih penting, dari pada kelebihan tetapi sama sekali tidak menghasilkan apa-apa.
Semoga apa yang saya paparkan, menjadi kerinduan dan renungan panjang untuk semua kita yang selalu dan selalu bersuara untuk, dan atas nama seluruh rakyat dan masyarakat Papua yang sedang tertindas di tanah perjanjian yang dikaruniakan Tuhan kepada semua kita.
Salam perjuangan buat semua teman-teman. Berjuang dan mengabdilah untuk Papua. Papua membutuhkan kalian untuk mengisi kemerdekaan yang sedang kita rintis bersama saat ini. ***
Monday, November 17, 2008
Warga Moni Senang, Intan Jaya bisa di Mekarkan
NABIRE- Pemekaran Kabupaten Intan Jaya bisa di gambarkan seperti hujan yang sedang jatuh di antara tanah yang telah tandus sekian lama. Dimana masyarakat moni sebagai pemilik hak ulayat tanah ini, selalu dan selalu memimpikan dimana bisa melihat sebuah daerah baru (red, kabupaten) yang sebagaimana bisa menjawab segala kerinduan dan tangisan masyarakat di atas yang sudah terbina sekian lama.
Dimana dengan mekarnya Kabupaten Intan Jaya ini, berbagai kendala yang sering menghambat majunya perkembangan orang-orang Moni di sugapa bisa teratasi. Seperti sector pendidikan yang sangat tertinggal, sector perekonomian yang carut marut serta factor kesehatan masyarakat yang sering jadi perdebatan senggit di public.
Hal ini di ungkapkan Yakob Nabelau, salah satu warga Kelurahan Jayanti beberapa saat lalu di kediamannya menanggapi di setujuinya beberapa Daerah Operasi Baru (DOB) termasuk Kabupaten Intan Jaya oleh DPR RI dan Mendagri Rabu (29/10) di senayan.
Lebih lanjut, bapak satu anak ini menambahkan. Bahwa pemekaran Kabupaten Intan Jaya adalah kerinduan yang sudah lama masyarakat moni suarakan. Dan kami sangat bersykur, karena tahun ini baru bisa adanya persetujuan dari DPR RI dan Mendagri. Saya yakin, dengan mekarnya Kabupaten Intan Jaya akan menumbuhkan segala semangat dan optimisme kita orang Moni dalam menyosong Kabupaten baru.
Selain itu, dengan di setujinya pemekaran daerah baru ini saya mewakili warga moni mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Wens Zonggonau dan team yang berjuang dengan gigih untuk menyampaikan aspirasi ini sampai kepada pusat, sehingga intan jaya bisa di mekarkan. Biar pengobanan bapak-bapak sekalian, hanya Tuhan yang perhitungkan, kami warga kecil hanya bisa mengucapkan terimakasih sebagai wujud bangganya kami kepada bapak-bapak sekalian, “terangnya.
Secara terpisah, Apeniel Sani salah satu Pelajar Moni yang sedang mengenyam pendidikan di SMA Anak Panah saat di temui Koran ini memberikan tanggapan yang sama. Menanggapi di mekarkannya Kabupaten Intan Jaya sebagai salah satu Daerah Operasi baru di Papua bersamaan dengan dua Kabupaten lainnya.
“saya sebagai pelajar, sangat senang dengan pemekaran Intan Jaya. Bagi saya Intan jaya di mekarkan dengan segala kerinduan yang sudah terbina sangat lama. Bahkan waktu saya masih duduk di Sekolah Dasar, kerinduan masyarakat di atas sudah ada. Dan saya tahu, bahwa jawaban dari segala kerinduan itu bisa terjawab sekarang, “terangnya.
Selain itu, saya juga memberikan apresiasi yang tinggi kepada pejabat di pemerintah Kabupaten Paniai yang disela-sela kesibukannya masih menyempatkan diri untuk pergi urus mekarnya Kabupten intan Jaya, saya mewakili kaum pelajar dan Mahasiswa memberikan apresiasi yang setingginya untuk kalian. Usaha dan kerja keras kalian tidak akan sia-sia dan Tuhan selalu perhitungkan, sambil tersipu malu ketika tahu tanggapannya ini akan di korankan.
Ketika di singgung mengenai siapa karakteker yang di nilai pantas untuk memimpin sugapa. Siswa binaan Yayasa Pesat Nabire ini mengukapkan, bahwa urusan karateker itu urusan Bupati Paniai.
“Kalau menurut saya, urusan karateker itu kewenangan bupati Paniai. Karena Intan Jaya masih dalam pengawasan Kabupaten Induk dalam hal ini Kabupaten Paniai. Yang penting, bagaimana Bupati Paniai berikan kepada orang yang paham betul tentang situasi, kondisi dan kebutuhan masyarakat di atas. Kalau demikian, masyarakat Intan jaya akan puas dengan semua itu.
Selain itu, urusan orang moni kah, tidak kah, itu urusan paitua dia. Yang penting harus di ingat, pondasi yang kuat adalah awal dari pada perkembangan daerah yang baik juga. Kalau karateker juga bagus, bukan tidak mungkin sugapa akan maju dalam hitungan beberapa tahun. Dan untuk urusan itu, saya rasa Bupati Paniai lebih tahu siapa yang mampu dan tidak. Jadi kastinggal nanti paitua yogi yang atur. Jadi mari tugas kita sebagai kaum intelqtual baik mahasiswa maupun pelajar, dimana mempersiapkan Sumber Daya Manusia kita yang handal agar kita bisa bersaing di tanah kita, tanah yang penuh dengan susu dan madu, “jelasnya mantap. (oktovianus pogau)
Sunday, November 09, 2008
Papua Antara HAM dan Kepentingan RI
Oleh : Oktovianus Pogau
Terkutuklah manusia yang membunuh sesamanya tanpa sebab dan akibat. Membunuh sesama manusia sama saja dengan membunuh sang pencipta yang telah menciptakan, dan tentunya bukan tidak mungkin sang pencipta akan marah dan geram terhadap pembunuh tersebut. Nah dengan demikian hal ini perlu menjadi perenungan panjang kepada setiap bangsa, suku, dan Golongan yang sering melakukan kejahatan biadap terhadap sesamanya.
Papua adalah negeri paling timur, negeri paling kaya, negeri paling subur, negeri paling Indah, sehingga tidak heran kalau banyak Negara didunia berlomba-lomba untuk mendapatkan dan menguasainya. Sebut saja pada abad ke-16 lalu beberapa pelaut spanyol saat menginjakan kakinya di bumi cenderawasih mereka kaget dan tercengah dengan kekeyaan alam di Papua, bahkan mereka sempat memberi julukan yang masih popular samapi saat ini yaitu julukan “negeri emas” (“P.J Droglover, Een daad van vrije keuze De Papoea’s van westelijk Nieuw-Guinea en de grenzen van het zelfbeschikkingsrecht” (November, 2005)
Selain bangsa spanyol, adalagi bangsa Portugis. Salah satu bangsa yang menginjakan kakinya di bumi cenderawasih sebelum beralih menguasai Papua New Guinea. Ambisi daripada bangsa portugis sangat nyata dengan perjuangan mereka yang begitu gigih untuk mendapatkan negeri emas ini (Papua, red) namun sia-sia karena kekuatan dan kepopuleran mereka kalah kuat di bandingkan bangsa besar lainnya.
Spanyol, portugis, yang kemudian lebih popular dan tren menguasai Papua adalah Bangsa Belanda. Dibawah penjajahan belanda Papua niscaya bias tertolong dan bisa terbantu. Berbagai kekayaan alam yang ada di Papua bukan saja dibawah untuk membangun negeri mereka, tetapi kontribusi mereka dalam membangun Papua juga sangat besar. Dan hal ini tentunya sangat membantu mereka, sehingga tidak heran pada zaman itu banyak orang Papua di paksakan untuk menempuh pendidikan di Belanda.
Kehidupan social, ekonomi, budaya pada saat di bahwa kendali bangsa belanda sangat baik. Dan selama itu tidak pernah ada satupun golongan atau kelompokpun yang protes dan jenuh terhadap pemerintahan bangsa belanda. Mungkin pada zaman itu orang Papua berpikir, ngapain kita memisahkan diri dari mereka (belanda, red) toh..kehidupan kita terjamin, anak cucu kita bisa makan dan hidup.
Kehidupan yang merata antara pemerintah belanda dan masyarakat Papua saat dibahwa kuasa belanda tentunya menimbulkan kecemburuan yang sangat mendalam bagi pemerintah Indonesia. Dari tahun ke tahun kecemburuan itu semakin tumpuk, sehingga puncaknya pada saat Presiden Soeharto mengeluarkan Trikora, yang berimbas pada adanya New York Agrement, yang sekaligus diadakannya PEPERA sebagai syarat mutlak untuk kejelasan status Negara Papua.
Kemudian moment ini (pepera, red) yang digunakan pemerintah Indonesia untuk tetap menjajah, membelenggu, membantai dan membunuh orang Papua. Padahal gula-gula (pepera, red) yang di tawarkan oleh Amerika telah dan sangat begitu cacat.
Memasuki Kehidupan Baru yang lebih kejam
Kejam dan kejam ketika akan diberlangsungkan keputusan gombal yang dibuat oleh Elswoth Bungker, untuk menyelamatkan muka Amerika agar disebut sebagai Negara adikuasa yang mampu mengubah segalanya, termasuk membawah masuk bangsa Papua kedalam pangkuan Ibu Pertiwi.
Pada saat itu walaupun Amerika telah menjadi dewi dalam menyelamatkan wajah bangsa Indonesia dari sorotan internasional, toh mereka sendiri yang telah melakukan pelanggaran HAM yang sangat berat. Kita tahu sendiri PEPERA diberlangsungkan pada tahun 1969. Namun kontrak kerja dan kepemilikan PT Freport Indonesia di Mimika telah diberlangsungkan pada tahun 1967. Jadi dua tahun sebelum Papua beralihpaksa ketangan NKRI PT Freport telah menjadi milki Amerika.
Ada apa dibelakang semua itu. Ini kepentingan siapa? Memalukan bukan? Amerika telah mencuri, membunuh, dan membinasakan bangsa Papua secara perlahan tanpa sepengetahuna siapapun. Dan ini suatu permainan yang menguntungkan baik Indonesua maupun Amerika.
Amerika layaknya suatu Negara yang berbulu domba, namun berhati serigala. Jangan dengan berbagai iming-iming janji politik yang mereka buat untuk membebaskan Papua di jadikan ukuran tunggal untuk mempercayai mereka dalam membantu dan membebaskan Papua.
Setelah PEPERA diberlangsungkan, kehidupan bak neraka itu dirasakan oleh seluruh rakyat Papua. Dimana beberapa kelompok yang kontra terhadapa Amerika dan Indonesia dihanguskan dari bumi Papua, Militer dengan kejam dan bejat mengusir, menjajah dan memenjarahkan mereka. Semua itu diberlangkan dengan alasan yang sangat tidak jelas. Silas Papare, Frans Kaisepo, Marthen Indey menjadi pahlawan Asal Papua yang diabdikan namanya di seantoro Indonesia.
Padahal ketiga orang inilah yang telah menjual dan mencelakakan Papua. Bebebrapa pejuang Papua yang tidak sepaham dengan sendirinya mengambil jalan pintas untuk ke beberapa Negara yang mereka rasa dapat menjamin hidup mereka. Karena mereka menyadari, kalau hidup dinegara Indonesia, neraka kedua akan menjadi pilihan. Siapa sih yang ingin tinggal di neraka.
Kehidupan perekonomiaan di Papua setelah PEPERA berlangsungpun sangat memprihatinkan. Banyak korban yang berjatuhan. Banyak dalih, karena sakit, kelaparan dan lain sebagainya. Padahal hidup ditanah perjanjian yang penuh dengan susu dan madu.
Lain halnya dengan keamanan di Papua setelah berlangsungnya PEPERA. Militer dengan semena-menanya membumihanguskan orang Papua dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. Seperti dianggap OPM, GPK, Separtis, pengacau, pecundang dan lain sebagainya. Yang semua itu kalau di kaji bukan salah orang Papua, tetapi semua itu berbicara atas kenyataan dan fakta yang sedang dan telah terjadi.
Lain halnya dengan pendidikan setelah PEPERA berlangsung, rakyat Papua harus menangis dan menangis melihat putra-putri kebanggaan mereka tidak bisa mengenyam pendidikan dengan baik. Hanya didikan mental ala jawa yang di tanamkan, sehingga tidak heran kalau sampai saat ini mental semua pemuda-pemudi di Papua telah rusak.
Saat belanda berada di Papua, mengenyam pendidikan yang layak bagi mereka dalah suatu kewajiban yang harus diberikan. Sehingga beberapa orang Papua didik oleh beberapa orang belanda dengan didikan yang sangat keras dan luar biasa. Sehingga sekarang banyak tua-tua yang didik oleh orang belanda masih memiliki pikiran yang sangat cemerlang.
Bahkan pada saat itu banyak anak Papua yang dikirim ke beberapa Negara di luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sehingga mereka memilki kemampuan yang sangat luar biasa dibandinkan dengan beberapa anak Papua yang menempuh pendidikan di dalam Negara Indonesia.
Ingin Kembali Ke Era Itu
Siapapun orang Papua, kalau disuruh memilih. Maka dengan tegas akan menjawab semua ingin kembali ke era belanda dulu. Lebih enak tinggal bersama bangsa yang mengutamakan nilai kemanusiaan, dari pada hidup di bawah tekanan Negara yang tidak pernah menghargai kemanusiaan sesamanya.
Negara Indonesia adalah salah contoh Negara yang tidak pernah menghargai harkat, martabat dan jati diri setiap orang. Saat ini setiap orang Papua dibekap dengan berbagai janji mengairahkan yang kalau di telusuri berarah pada “politk devide et imper” politik yang di gunakan nazi Jerman untuk menghanguskan orang Yahudi abad ke 13 Lalu.
Memang sanagt menyakitkan hidup di Negara yang seperti ini. Punya susunan hukum, norma dan aturan yang terstruktur dengan sangat rapi. Namun kerapiaan itu hanya untuk mencari dan nama baik dari beberapa pengamat dluar. Nama baik bagi Negara Indonesua adalah segalanya, dari pada membumihangsukan sekian banyak orang Papua. Data yang dirangkum pada tahun 2007 lalu dari Komnas Amnesti Internasional orang Papua yang hilang dengan berbagai macam alasan adalah kurang lebih 2 juta orang.
Kematian orang Papua bagaikan fenomena gunung es yang tak terbendung banyaknya. Data yang kongkrit menunjukan, bahwa adanya peningkatan jumlah masyarakat Papua yang meninggal saat setelah berlangsungnya PEPERA. Bagi pemerintah Indonesia, saat setelah berlangsungnya PEPERA kekuasaan dan balas dendam yang harus di jalankan.
Makanya Ortiz sanz, utusan PBB untuk mengawasi jalannya PEPERA untuk Papua lalu pernah mengukapkan dengan jelas kekecewaan pada pemerintah Indonesia yang memutarbalikan berbagai keadaan untuk tetap dan tetap menjajah Papua. Hal yang paling memalukan menurutnya bahwa bangsa Indonesia dengan terpaksa menarik diri dari keanggotan PBB dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal, supaya Papua tetap berada dalam keutuhan NKRI agar pihak PBB tidak bisa menggagalkan jalan ini.
Dalam beberapa kali pertemuan di Markas PBB Oritiz sanz mengukapkan dengan jelas permintaan maafnya pada rakyat dan Masyarakat Papua, yang beliau tahu senditi kalau hal ini (pepera, red) tidak sesuai dengan amanat hati nurani rakyat Papua. Bahkan saat Ortiz san berkeliling ke Papua saat akan diberlangsukannya PEPERA beberapa warga Papua yang tidak terima dengan perlakuan pemerintah NKRI ngotot agar PBB melaporkan dan usut tuntas kelalaian pemerintah Indonesia dalam menjalankan PEPERA.
Namun apa kata, sampai PEPERA diberlangsukan. Tindakan yang diambil oleh PBB dalam hal ini Ortiz sanz dan beberapa pengamat sama sekalit tidak menunjukan pembelaan dan pro terhadapar rakyat Papua. Dalam beberapa kesempatan ketemu dengan beberapa tokoh pemuda dan masyarakat Ortiz sanz pernah mengukapkan permintaan maafnya, yang bukan berarti tidak mau membela rakyat Papua, tetapi karena perintah dan aturan yang berlaku di Negara Indonesia sangat bejat.
Menyadari berbagai kesalahan dan kelemahan yang dihadapi oleh beberapa saat lalu. Maka dengan ketulusan dan ketegangan hari sebenarnya seluruh rakyat Papua ingin meminta agar memisahkan diri mereka dari segala penjajahan, walaupun kenyataannya penjajahan itu tidak Nampak ke permukaaan.
Alasan Sumber Daya Manusia
Suatu alasan sanga tidak valid yang bisa mereka berikan, apabila alasan SDM dijadikan ukuran dan standar untuk tidak melepaskan orang Papua dari berbagai penjajahan. Karena dengan jelas, dalam UUD 1945 sendiri mengatakan bahwa setiap warga Negara berhak menentukan nasibnya sendiri, jadi bukankah seluruh warga Papua punya hak juga untuk menentukan nasibnya sendiri, jangan jadikan PEPERA sebagai ukuran untuk Papua tetap ada di tangan NKRI karena jelas-jelas PEPERA telah cacat dan bercela.
Saat Presiden Soekarno mengadu nasib di Negeri belanda dalam Pidatonya Dengan judul “Lahirnya Pancasila” teringat persisi beberapa contoh yang yang beliau beberkan. Dan bagi saya, contoh ini adalah salah satu contoh yang patut di pelajar oleh para petinggi Negeri ini.
Saat Negara arab Saudi memperjuangkan nasib Negara mereka yang masih dalam penjajahan Kolonila Inggris, dengan lantang pimpinan mereka tuan Ibn Saud mengatakan, bahwa pemerintah Inngris tidak bisa menilai keterbelakangan bangsa Arab Saudi sebagai suatu alasan untuk tidak memberikan kebebasannya. Saat itu keterbelakangan (kebodohan, red) yang mereka alami sangatlah krusial atau memalukan. Saking bodohnya mereka, saat itu mereka berpikir bahan bakar mobil adalah gandum. Padahal gandum adalah bahan makanan pokok.
Jadi situasi mereka pada saat itu sangat bodoh dibandingkan dengan bangsa Indonesia pada saat bangsa Belanda menjajah. Bahkan jauh lebih pintar orang Papua saat ini. Dengan situasi seperti itu, toh bangsa Inggris memahami mereka dengan memberikan kemerdekaan pada saat itu, sehingga saat ini arab Saudi tergolong sebagai suatu Negara yang cukup sangat makmur dibandingkan dengan Negara lainnya di dunia, bahkan jauh makmurnya dibandingkan dengan Negara Indonesia. Karena Kolonial Inggris memahami kebebasan dan hak setiap orang untuk hidup.
Jadi bagi saya, dan bagi Presiden Soekarno pada saat Menggagaskan lahirnya pancasila pada beberapa tahun silam, ukuran ketidakberdayaan Sumber Daya Manusia bukan alasan utama untuk tidak memberikan kebebasan kepada suatu daerah dalam hal ini kepada Bangsa Papua. Sudah sangat jelas kan, problematika yang terjadi.
Mungkin ini Alasan Sebenarnya
Saya bukanlah serang pengamat politik yang handal dan luar biasa, tetapi saya hanyalah seorang pengamat ketidakbenaran yang sudah sangat memalukan yang terjadi di Negara yang mengatasnamakan TUHAN dalam sila mereka. Sehingga apapun yang saya beberkan dalam tulisan ini, inilah yang bisa saya ungkapkan, karena kebenaran fakta dan kelogisan sejarah.
Seperti paragraph utama diatas, bagaimana saya membeberkan dengan jelas alasan beberapa Negara untuk menjajah dan menguasai orang Papua. Dan bukan alasan yang tidak benar kalau, tujuan utama bangsa Papua tetap dijajah dan dijajah oleh pemerintah Indonesia atas dasar kekyaan orang PAPUA yang ingin di nikmati dan dilahap oleh pemerintah Pusat.
Bukti rakusnya mereka pada kekayaan Papua itu terbukti besar dengan pemberian status Otonomi Khusus yang lebih menguntungkan pemerintah Pusat. Dengan hadirnya Otsus orang Papua lebih dibodohi lagi, dengan iming-iming pemberdayaan orang Papua.
Siapapun tidak bisa menilai kalau Otsus telah membantu rakyat Papua, lihat saja beberapa Perdasi dan Perdasus yang di susun oleh DPRD dan MRP sampai saat ini belum ada satupun yang di tandatangani oleh Gubernur. Semua itu bukan salah gubernur, tetapi semua itu salah Pemerintah Pusat. Tidak lain tujuannya untuk memecah belah orang Papua.
Setelah Presiden Mengawati Soekarno Putri memecah belah orang Papua dengan pemekaran Irian Jaya barat (Papua barat, red) nah sekarang giliran Presiden SBY untuk memecah belah orang Papua. Dengan pemberian beberapa KEPRES yang dinilai sangat krusial untuk di tanamkan di Papua, aneh bukan permainan seperti ini?
Membingunkan, ketika Theys Hiyo Eluay, Opius Tabuni dan beberapa orang Papua meninggal pemerintah Pusat tidak pernah sibuk dengan hal itu. Tetapi ketika kekayaan dan harta orang Papua di rebut oleh beberapa Negara luar, maka dimana-mana akan menjadi perbincangan dan perdebatan yang sangat luar biasa. Kemana wajah neger ini?
Papua hanya di jadikan ajang untuk memperkaya Jakarta dan sekitarnya. Papua hanya di jadikan symbol untuk mendapat berbagai pengakuan dan kekayaan dari luar. Memalukan bukan? Bagi mereka kemanusia orang Papua sangat tidak bernilai dibandingkan dengan harta dan kekayaan yang ada. Makanya jangan heran, kalau SBY serta kroni-kroninya pergi ributkan masalah LNG Tangguh di negeri china.
Ulasan ini hanya perenungan yang perlu untuk di renungkan, terutama di tujukan untuk Pejabat Jakarta dan sekitarnya yang selalu jahat dan begis terhadapa masyarakat dan Kekayaan alam di PAPUA. Pada akhirnya perlu di pahami, bahwa semua manusia di muka bumi perlu yang namanya kebebasan. Kebebasan adalah pintu untuk mencapai keselamatan.
Sumber Foto :
www.kabarpapua.com
Friday, November 07, 2008
Catatan Hari Pendidikan Nasional
Pendidikan di Indonesia saat ini carut marut, walaupun beberapa putra daerah di Indonesia bisa menunjukan kelebihan mereka dengan menyumbang beberapa emas di Olimpiada beberapa saat lalu. Beranjak dari keprihatinan itu saya menyuarakannya dengan menulis sebua tulisan, yang kirannya dapat direnungkan. sekedar Info, Tulisan ini pernah di muat di Harian Papua Post Nabire, beberapa saat lalu. silakan lanjutin bacanya.
Tanggal 2 Mei adalah hari Pendidikan Nasional. Hari dimana lahirnya pendidikan di Indonensia. Tanggal 2 Mei dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasonal bertepatan dengan hari lahirnya salah satu tokoh pendidkan kita yaitu Ki Hajar Dewantar dengan nama asli: Raden Mas Soewardi.
Mengulas sedikit tentang perjuangan untuk memajukan pendidkan di bumi Indonesia, beliau sempat mendirikan salah satu taman siswa pada 3 Juli 1992 untuk sekolah kerakyatan di Yogyakarta. Kemudian beliau juga sempat menulis berbagai artikel yang intinya memprotes berbagai kebijakan para penjajah (belanda) yang kadang membunuh serta menghambat tumbuh dan berkembangnya pendidikan di Indonesia.
Hingga salah satu artikel "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli : Als ik eens Nederlander was) yang pernah dimuat dalam surat kabar de Expres milik Douwes Dekker tahun 1913 adalah salah satu artikel yang mengubah paradigma banyak orang terlebih khusus para penjajah bahwa orang Indonesia khususnya penduduk pribumi membutuhkan pendidikan yang layaknya sama dengan para penguasa dan kalangan berduit.
Bertolak dari usaha, kerja keras serta pengorbanan dirinya melalui surat keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959 dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Pergerakan Nasional. Bahkan yang lebih menggembirakan dirinya di anggap sebagai bapak Pendidikan untuk seluruh orang Indonesia, penghormatan itu terbukti dengan ditetapkan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Untuk mewujudkan dan membangun dunia pendidikan di Indonesia yang sedang diusahaknnya dalam penjajahan para penjajah belanda beliau memakai semoboyan “tut wuei handayani” semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya "ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa”. Semboyan ini masih dipakai dalam di dunia pendidikan kita hingga era reformasi ini. Bahkan dengan semboyan itu telah sedikit mengubah warna pendidikan kita di Indoenesia saat ini.
Meninjau Perkembangan Pendidkan di Era Reformasi
Banyak orang senang dan bahagia, terlebih khusus para penggila, pencinta dan pelaku pendidikan di seluruh Indonesia ketika memasuki era reformasi. Saat kekuasaan presiden Soeharto yang kurang lebih berkuasa selama 32 tahun tumbang pada tahun 1997 akibat pergerakan mahasiswa Indonesia mendasari lahirnya era reformasi. Era yang dikatakan sebagai era perubahan, era yang bisa semua orang berbicara serta era yang dikatakan sebgai era pembaharuan. Berarti pendidikan juga harus mengalami perubahan.
Mereka berharap dan berpikir diera ini segalanya akan berubah. Problematika pendidikan yang terjadi saat Presiden Soekarno memimpin di era orde lama (1945-1965) dan Problematika pendidikan yang terjadi saat masa kepemimpinan Presiden Soeharto di era orde baru (1965-1985) serta masa kepemimpinan beberapa presiden setelah kedua pemimpin diatas memerintah bisa segera teratasi yang tentunya sesuai dengan cita-cita dan tujuan pendidikan kita.
Namun yang memprihatinkan perkembangan pendidikan diera reformasi ini tidak jauh berbeda dengan perkembangan pendidikan diera orde lama (1945-1965) maupun perkembagan pendidikan diera orde baru (1965-1985). Malahan perkembangan pendidikan di era reformasi ini lebih menggenaskan dan memprihatinkan. Bahkan di era ini banyak korban pendidikan yang berjatuhan seperti; siswa, guru termasuk para orang tua pun menjadi korban daripada pendidikan di era reformasi ini. Mengapa saya bisa katakan demikian.
Banyak anak-anak yang tidak memilik biaya hingga tidak bersekolah, banyak lulusan SMA/MA dan sederajat lainnya harus menggangur karena tidak mampu membayar biaya pendidikan bahkan banyak lulusan SMA/MA dan sederajat yang melanjutkan ke perguruan tinggi harus mengundurkan dari perkulihaan karena tidak mampu membayar biaya kuliah.
Sesuai dengan tujuan dan cita-citanya pendidikan kita haruslah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mungkin berkembang dari kata mencerdaskan banyak orang mengartikannya dengan mengambil berbagai kebijakan yang dapat membuat pendidikan di Indonesia bisa berkembang. Salah satu caranya unutk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah mengadakan Ujian Nasional, nyatanya Ujian Nasional bukan menciptkan generasi yang cerdas namun menciptkan generasu yang rusak baik mentalnya maupun kerohaniaanya.
Siapapu tidak bisa membantah kalau Ujian Nasional telah menciptakan generasi yang rusak moralitasnya. Sebagaimana bisa kita lihat beberapa fenomena kecurangan dan kejahatan yang sering terjadi hinggat ditayangkan diberbagai media masa maupun media elektronik. Beberapa saat lalu Ujian Nasional tingkat SMA/MA dan setingkat lainnya telah diberlangsungkan namun meninggalkan bekas yang sangat memprihatinkan karena dimana-mana terjadi kecurangan yang patutnya tidak perlu terjadi.
Beberapa saat lalu tepatnya hari kamis hari terakhir Ujian Nasional bagi siswa-siswi SMA/MA, saya menyaksikan sebuah tayangan berita di salah satu TV swasta yang menayangkan kecurangan Ujian Nasional yang terjadi, hingga 17 orang guru harus berhadapan dengan aparat hingga harus diadili. Bukan kasus itu saja melainkan didaerah lainpun terjadi hal yang sama. Bahkan beberapa kepala sekolah tega menjual lembaran soal hingga mencapai jutaan rupiah. Dengan demikian inikah yang dinamakan mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan cita-cita nasional.
“ seandainya beliau masih hidup beliau akan menangis dan meratapi melihat buruknya pendidikan di negeri ini”. Demikian salah satu kutipan artikel singkat yang ditulis oleh salah satu korespondesi situs wikimu di internet. Sedikit menyimak dan membaca artikel itu sayapun ikut sedih. Sebagaimana tidak sedih perjuangan beliau agar pendidikan di Indonesia bisa maju dan berkembagn yang sekaligus mengubah berbagai ketertinggalan yang terjadi namun, kenyataannya yang terjadi adalah keterpurukan system pendidikan.
Kita seharusnya memahmi dan menyadari bahwa berjuang dibawah tekanan, penjajahan dan ancaman bukanlah hal termudah. Namun dalam kesulitan seperti inilah yang ditunjukan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa beliau ingin adanya kemajuan pendidikan. Sehingga dalam tekanan apapun beliau tidak pernah gentar dan takut hanya demi memajukan pendidikan di negeri ini. Bertolak dari pada usaha dan kerja keras beliau seharusnya para pengambil kebijkan pendidikan di indenesia seharusnya berpikir dan mencerna bagaimana solusi yang diambil agar semua kegiatan pendidikan yang terjadi tidak membuat sedih pilunya hati bapak pendidikan kita.
Fenomena keburukan yang terjadi saat ini bukan saja masalah Ujian Nasional, namun yang terjadi juga adalah biaya sekolah dari tahun ketahun yang semakin meningkat. Saya sendiri sebagai siswa menyadari adanya lonjakan tingginya uang sekolah dari tahun ke tahun. Padahal berbagai janji manis seperti adanya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) akan membantu meringankan biaya sekolah, bahkan ada juga yang mengatakan dengan adanya dana bos maka pendidikan alhasi akan gratis. Apakah pendidikan saat ini di Indoensua gratis? Jangan mimpi bo pendidikan mau gratis. Realisasi dana pendidikan yang dialokasikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasalnya yang ke 49 bahwa 20% dari APBN dialkosikan untuk pendidikan. Namun kenyataan sampai sat ini semua itu tidak nampak.
Dengan berbagai janji manis yang sengaja dilanggar ini memberi peringatan kepada kita bagaimana nasib pendidikan Indonesia di masa depan nanti. Bagaimana nanti nasib generasi yang akan datang? Generasi yang akan datang mau dikemanakan? Bagaimana seandainya generasi yang akan datang mengikuti kesalahan para pengambil kebijakan pendidikan. Apakah ini mau dikatakan sebagai generasi yang berbobot dan generasi yang mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan cita-cita nasional yang telah tertera dalam Undang-Undang Dasar1945.
Makna Hari Pendidikan Nasional
Hari ini sebagai hari pendidikan nasional. Tidak perlu kita, terlebih khusus para pejabat pemerintahan dan pengambil kebijkana pendidikan nasional berpikir keras dengan berbagai teori dan berbagai pedoman unutk memajukan pendidikan di Indoensia. Bahkan kitapun tidak perlu sibuk mencari cara-cara dan trik-trik untuk bersaing dengan Negara lain khususnya dalam bidang pendidikan.
Dahulu kala saat orde baru para siswa-siswi dari Malaysia dan beberapa Negara tetangga lainnya yang datang dan belajar di Indonesia namun berbeda dengan saat ini para pelajar dari Indonesialah yang pergi belajar dan berguru di Negara jiran ini. “Saat ini, pelajar asing di Malaysia sudah mencapai angka 25.939 orang. Mereka datang dari berbagai negara, Uganda, Afrika Selatan, Korea Selatan, Korea Utara, India, Inggris, Vietnam, Bangladesh, Singapore, Kanada dan masih banyak lagi yang lainnya, termasuk negara tetangganya, Indonesia”. Demikian bunyi salah satu kutipan tulisan yang terdapat salah satu situs milik pemerintah Malaysia. Dengan membaca ini memberi perngertian pada kita kalau mereka (Malaysia) juga menaggap pendidikan di daerahnya lebih maju dan berkembang di bandingkan dengan di beberapa Negara termasuk kita negara tetangganya.
Dengan ketertinggalan pendidikan serta problematika pendidikan yang terjadi terus-menerus di Negara kita, bagaimana jalan keluar yang perlu diambil agar kedua hal diatas tidak terjadi lagi? Memang berat kalau memikirkan penyelesaiaanya serta penuntasan problemnya. Namun semua akan terasa ringan dan mudah kalau penyelesaian ini kembali kepada system demokrasi sesuai dengan asas dan falsafah Negara kita. System demokrasi mengutamakan kebersamaan dalam mengambil keputusan dan tindakan. Ketika keputusan diambil secara bersama-sama (musyawarah) maka semua pihak yang ikut mengambil bagiaan termasuk masyarakat akan merasa puas dan bahagia, sehingga penerapan dan prakteknya dapat memberi kepuasaan kepada semua pihak dan semua instansi. Dengan cara seperti ini alhasi pendidikan di Indonesia sedikit baik mutunya hingga kita bisa merasakan enak dan baiknya pendidikan.
Hanya DIA Hakim Yang Agung
MALAM yang penuh sensai begitulah pikiriku, dimana kami berkumpul bersama untuk memuji, memuliakan dan menagungkan sang pencipta sebagai pribadi yang kami cintai dan banggakan. Malam itu semua teman-teman saya menyanyi dengan bergitu girangnya hingga memaksa saya untuk ikut bersemangat.
Sehabis menyanyi kamipun membuka hati kami dimana siap untuk menerima kebenaran firman Tuhan yang akan disampaikan oleh teman kami, Mianus namanya.
Sangat menarik, sekaligus menggungah hati saya untuk direnungkan. Nggak ingat persis bunyi Firman Tuhan yang disampaikan. Tapi inti dari penyampaian firman itu dimana kita diajar dan didik untuk tidak menjadi hakim untuk orang lain, dalam hal ini teman kita yang seringakali mengecewakan dan menyakiti kita.
Entah betul apa tidak, selama ini kita hanya selalu memandang kejelekan dan keburukan dari seorang sahabat. Padahal diri kita juga belum tentu kudus. Bahkan sadar tidak sadar kita juga selalu menjadi hakim untuk orang lain. Padahal DIA berfirman hanya dialah hakim yang agung, hanya DIA sendiri yang berhak mengadili dan menghukum orang yang ada di muka bumi ini.
Banyak pengalaman hidup yang sering saya temui dan lewati, dimana ketika seorang teman bersalah semua pada mengolok-olok bukannya membangkitkan atau memberi semangat. Kalau caranya gini bukan jalan keluar yang kita berikan pada teman, melainkan beban masalah yang bertambah sehingga bukan tidak mungkin dia akan berbuat masalah terus-menerus.
Mari kita sebagai umat beragama dan beriman, sama-sama kembali mengoreksi diri kita kira-kira kita berada di posisi yang mana. Kalau direnungkan ternyata kita suka menghakimi orang lain, secara terbuka mari kita merubah sikap dan kelakukan itu. Karena tentunya ketika kita mempertahankan kelakuan seperti ini tentu kita akan dibenci ama siapa saja, terutama Tuhan yang menjadikan kita.
Manusia yang sadar adalah manusia yang mau adanya perubahn. Dikatakan bebal apabila nasehat, renungan hingga semua yang disampaikan tidak mau didengarkan. So….tidak mau jadi orang bebal, mari kita rubah kebiasaan yang buruk itu. Sehingga kita menjadi berkat di tengah orang lain.
Kita bukanlah malaikat, tidak mungkin dalam seminggu atau sehari kita kita merubah sikap itu. Namanya manusia perlu proses yang panjang untuk merubah semua itu. Dan Tuhan juga tidak pernah memerintahkan kita untuk segera merubah sikap itu, namun yang dia inginkan adalah dari hari ke hari kita bisa adanya pembaharuan untuk mencapai kesempurnaan.
Semoga hanya Tuhan yang menjadi hakim agung dan adil atas diri kita. Sehingga kekecwaan, kecemburuan, kekucilan dan lain sebagainya yang dapat menghancurkan diri kita tidak terjadi.
Tuesday, November 04, 2008
Menggali Bakat Siswa, SMA Anak Panah Menggelar Lagi Kegiatan PAS
NABIRE- Untuk menumbuh kembangkan bakat, minat serta talenta yang siswa miliki, maka kami sebagai pihak pendidik menyadari perlu adanya suatu ajang atau kegiatan rutin yang di lakukan untuk tetap konsisten dengan hal itu maka PAS ini adalah ajangnya, hal ini disampaikan Drs. Hana Wijaya dalam arahannya di depan ratusan siswa-siswi di halaman SMA Anak Panah, Nabire-Papua saat berlangsungnya acara pembukaan PAS senin (3/11) lalu.
“PAS sendiri kepanjangan dari, Pendidikan Anak Seutuhnya, dimana anak didik (siswa, red) diberikan kesempatan untuk lebih mengoptimalkan beberapa talenta dan bakat yang dimilki, karena ketika hal ini tidak di kembangkan, maka dengan sendiri bakat itu akan terkubur, ini yang sangat kami sayangkan sehingga kami tetap dan selalu konsisten untuk penyelenggaraan kegiatan ini.
“Dalam kegiatan ini, semua siswa-siswa yang bersekolah di SMA Anak Panah di wajibakan untuk ikut. Karena ini adalah agenda penting dari sekolah, dan juga telah tertera dalam Kurikulum Pendidikan Nasional. Kalaupun ada yang tidak ikut, kami dari sekolah mempunya sanki sendiri terhadap mereka, “terang wanita yang alumni dari Universitas Indonesia ini.
Ketua Panitia, Richard Winarti S.Th saat di konfrimasi juga membenarkan tujuan di adakannya PAS. Dimana terangnya, anak didik diberikan arahan dan bimbingan agar mengoptimalkan segala kelebihan yang telah di anugerahkan padanya. Lebih lanjut, guru Penjaskes di SMA Anak Panah ini mengukapkan, bahwa dengan adanya kegiatan ini kita ingin menyadarkan para siswa-siswi agar mereka menyadari dan mengenal dirinya, dimana letak kemampuan dan kelebihan yan Tuhan karuniakan kepada mereka.
“Yang sekaligus dalam kegiatan PAS ini, kami selaku Pembina dan pendidik ingin melatih Kecerdasan Emosional mereka, dimana mengarahkan mereka dalam menjaga dan menstabilkan emosi mereka, yang kadang kala tidak labil ketika menghadapi situasi yang tidak memungkinkan. Kita selalu mengasah kecerdasan Inteleqtual mereka di sekolah, nah ajang PAS ini adalah tempatnya untuk kami melatih kecerdasan emosional mereka, “terangnya dengan tersenyum lebar.
Adapun beberapa ajang perlombaan yang di adakan, yakni Pertandingan Futsal, Badminton, tennis meja, bola Volly, takrauw, cerdas Cermat antara kelas meliputi semua mata pelajaran dan yang terakhir adalah lomba memperindah ruang kelas.
Di gelarnya kegiatan PAS sendiri mendapat apresiasi yang serius dari para siswa-siwa, misalnya Kristian Sondegau Siswa Kelas X mengkupkan bahwa dengan adanya PAS ini, lebih mendorong dan memberi kita semangat dalam belajar, karena kita selalu dapat pelajaran teori dari sekolah, dan kami rasa PAS ini adalah ajangnya untuk kami praktekan semua itu, dan saya sangat senang kalau sekolah-sekolah lain yang ada di Nabire ini bisa menggelar kegiatan seperti ini lagi, supaya siswa-siswa yang ada di sekolahnya tidak jenuh dan bosan, “ucapnya mantap.
Orang Sugapa Harus Diberdayakan
Pemekaran Kabupaten Intan Jaya nampaknya akan jadi kenyataan ketika, Mendagri mengeluarkan Surat Keputusan pemekaran daerah baru bersamaan dengan dua Kabupaten lainnya, yakni Kabupaten Dogiya dan Kabupaten Temberau beberapa saat lalu di senayan Jakarta.
Menanggapai hal ini, beberapa pelajar dan Mahasiswa Moni dari sugapa menyatakan dengan jelas, dimana dengan mekarnya Kabupaten Intan Jaya orang moni harus diberikan kesempatan untuk memimpin, karena selama ini orang moni hanya jadi penonton di Kabupaten Induknya.
Lebih lanjut, salah satu Mahasiswa yang tidak mau namanya di korankan, menyatakan bahwa “selama ini orang Moni hanya jadi penonton, dimana tidak pernah di berikan jabatan maupun kedudukan untuk memimpin orang lain, mereka hanya melihat beberapa saudara mereka yang memimpin padahal mereka juga memilik kemampuan yang setara dengan yang lainnya” imbuhnya.
“Lihat saja, di Kabupaten Paniai mana ada orang moni yang memangku jabatan penting, kalaupun ada tidak lebih dari tiga pejabat“, terangnya. Inikan namanya diskriminasi, dimana orang Moni selalu di jadikan kedua daripada saudara-saudara yang lainnya. Pada dari segi kualitas dan kemampuan orang moni tidak jauh beda,”terangnya.
Karena itu, dengan mekarnya Kabupaten Intan Jaya, mari kita sama-sama membangun Sugapa, dengan memberikan jabatan dan kedudukan yang structural kepada orang moni agar mereka memiliki kesadaran dan komitment yang valid untuk membangun daerah mereka dari berbagai ketertinggalan yang kadang kala jadi senjata ampuh untuk mendiskriminasikan mereka,“ tegasnya.
Secara terpisah, salah satu pelajar Moni yang di hubungi, memberikan tanggapan yang sama. Dimana setuju kalau Kabupaten Intan Jaya harus di pimpin oleh orang Putra daerah dari sana (orang moni, red) dimana agar mereka juga menjadi tuan di atas tanahnya sendiri, sesuai dengan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus No 22 Tahun 2001.
“saya sangat optimis, ketika orang moni sendiri yang diberikan kewenangan untuk memimpin Kabupaten baru ini, maka semua kebutuhan dan keluhan yang selalu di panjatkan oleh orang Moni akan segera terjawab. Karena apa? Orang moni memahami dan mengerti betul persoalan yang sedang terjadi di lingkungannya. Dan sebagai pelajar tidak jamin sugapa akan terbangun, kalau saja jabatan penting seperti karateker dan jabatan lainnya di berikan kepada orang dari luar sugapa,” jelasnya. (pogau)